NovelToon NovelToon
Cinbarai (Cinta Dibalik Tirai)

Cinbarai (Cinta Dibalik Tirai)

Status: sedang berlangsung
Genre:Obsesi / Keluarga / Romantis / Percintaan Konglomerat / Cinta pada Pandangan Pertama
Popularitas:385
Nilai: 5
Nama Author: kania zaqila

Alisya, seorang gadis muda yang lulus dari SMA, memiliki impian untuk melanjutkan kuliah dan menjadi desainer. Namun, karena keterbatasan ekonomi keluarganya, ia harus bekerja sebagai asisten rumah tangga di rumah keluarga kaya. Di sana, ia bertemu dengan Xavier, anak majikannya yang tampan dan berkarisma. Xavier memiliki tunangan, namun ia jatuh cinta dengan Alisya karena kepribadian dan kebaikan hatinya.

Alisya berusaha menolak perasaan Xavier, namun Xavier tidak menyerah. Orang tua Xavier menyukai Alisya dan ingin agar Alisya menjadi menantu mereka. Namun, perbedaan status sosial dan reaksi orang tua Alisya menjadi tantangan bagi keduanya.

lalu bagaimana dengan tunangannya Xavier ?

apakah Alisya menerima Xavier setelah mengetahui ia mempunyai tunangan?

bagaimanakah kisah cinta mereka saksikan selanjutnya hanya disini.

setiap masukan serta kritik menjadi motivasi bagi author kedepannya.

Author ucapkan Terimakasih bagi yang suka sama ceritanya silahkan berikan like dan komen.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kania zaqila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

30. Cinta yang Berhasil

Diam-diam, Alisya mulai mengikhlaskan kepergian Xavier. Xia, bayi mungil yang kini berusia dua bulan, menjadi sumber kekuatan dan penghiburannya. Setiap kali dia menatap wajah Xia yang mirip Xavier, ada rasa kesedihan yang campur dengan keajaiban.

Suatu pagi, Alisya memutuskan untuk membersihkan kamar Xavier, mencoba menghadapi kenangan yang tersisa. Lisa, yang membantu Alisya, membuka lemari Xavier dan menemukan sebuah kotak kecil yang tersembunyi di belakang tumpukan buku.

"Alisya, aku temukan ini," kata Lisa, suaranya lembut.

Alisya mendekat, rasa penasaran yang campur dengan ketakutan. Lisa membuka kotak itu, dan di dalamnya ada cincin pernikahan Xavier, beserta catatan kecil.

"Untuk Alisya, cintaku yang abadi. Nikahi aku, suatu hari nanti."

Alisya merasa napasnya terhenti, air matanya mengalir tanpa suara. Lisa memelainya erat.

"Aku percaya Xavier ingin kamu terus maju, Alisya," kata Lisa, suaranya lembut.

Alisya memandang Xia yang tidur di ayunan, lalu ke cincin itu. Ada rasa bingung, tapi juga keinginan untuk menghormati cinta mereka.

Seminggu kemudian, Alisya menerima undangan dari seorang teman lama Xavier, Max, yang kini menjadi pengusaha sukses. Max mengundang Alisya untuk menghadiri gala amal yang dia adakan untuk anak-anak yatim, dan Alisya setuju, demi Xia dan kenangan Xavier.

Di malam gala, Alisya memakai gaun elegan, dengan Xia di gandengan. Saat mereka tiba, Max menyambutnya dengan senyum hangat.

"Alisya, kamu terlihat cantik. Xavier pasti bangga," kata Max, suaranya tulus.

Alisya tersenyum, merasa sedikit tidak nyaman. "Terima kasih, Max. Xia ini... bagian dari kami."

Max mengangguk, memandang Xia dengan rasa sayang. "Aku tahu. Aku ingin bicarakan sesuatu, Alisya. Aku ingin mendukung yayasan yang kamu dan Xavier rencanakan untuk anak-anak. Bisa aku bantu?"

Alisya merasa terkejut, tapi juga rasa terima kasih yang besar. "Max, itu... itu sangat baik. Aku pasti butuh bantuan."

Selama gala, Alisya dan Max banyak berbicara, membahas rencana yayasan, dan Alisya merasa ada sedikit kehangatan yang kembali. Tapi saat dia melihat foto Xavier di panggung, rasa sedihnya muncul lagi.

"Alisya, kamu tidak sendirian," bisik Max, mendekati. "Xavier ingin kamu bahagia."

Alisya memandang Max, merasa bingung. "Aku... aku belum siap, Max."

Max tersenyum lembut. "Tidak ada tekanan, Alisya. Aku hanya ingin jadi teman, untuk kamu dan Xia."

Malam itu, Alisya pulang dengan perasaan yang campur aduk. Xia tidur nyenyak di gandengan, sementara Alisya memikirkan kata-kata Max, dan cinta Xavier yang masih membungkus hatinya.

Lisa, yang menunggu di rumah, melihat Alisya dan langsung tahu ada sesuatu. "Alisya, bagaimana?"

Alisya duduk, memelangi Xia. "Aku tidak tahu, Lisa. Aku merasa seperti aku melupakan Xavier."

Lisa memegang tangan Alisya. "Melanjutkan hidup tidak berarti melupakan, Alisya. Xavier ingin kamu bahagia. Dan Xia butuh ayah."

Alisya memandang Xia, lalu ke cincin pernikahan Xavier yang dia simpan di tas. Ada rasa marah, bingung, tapi juga sedikit harapan.

Beberapa hari kemudian, Max mengajak Alisya ke taman yang dulu sering dikunjungi Xavier. Saat mereka berjalan, Max berhenti di depan sebuah pohon besar.

"Alisya, aku tahu ini cepat, tapi aku ingin kamu tahu... aku suka kamu. Tidak untuk menggantikan Xavier, tapi untuk menjadi bagian dari hidup kamu dan Xia."

Alisya memandang Max, merasa jantungnya berdetak lebih cepat. "Max, aku... aku tidak tahu."

Max tersenyum, mengambil napas dalam-dalam. "Tidak apa-apa. Aku hanya ingin kamu tahu. Dan kapan pun kamu siap, aku akan ada di sini."

Saat mereka pulang, Xia mulai menangis, dan Alisya mengayunnya dengan lembut. Max membantu, dan untuk sejenak, ada rasa nyaman.

Malam itu, Alisya berbicara pada Xia yang tidur. "Ayahmu, Xavier... dia ingin kita bahagia. Apa aku boleh mencoba, Xia?"

Xia menggulung tangannya, seolah menjawab. Alisya tersenyum, air matanya mengalir.

"Aku akan coba, Xavier. Untuk kita."

Bulan-bulan berlalu, Alisya, Max, dan Xia semakin dekat. Yayasan mereka mulai berkembang, membantu anak-anak yang kehilangan orang tua. Alisya masih sering berpikir tentang Xavier, tapi rasa sakitnya berubah menjadi kenangan manis.

Suatu malam, Max mengajak Alisya ke tempat yang sama di mana Xavier dulu mengajaknya berkicau. Bintang-bintang bersinar terang, dan Max berlutut, memegang tangan Alisya.

"Alisya, aku tahu ini tidak mudah. Tapi aku ingin menghabiskan hidupku dengan kamu dan Xia. Mau menikah denganku?"

Alisya merasa air matanya mengalir, tapi kali ini ada kebahagiaan. Dia memandang Xia yang bermain di sebelahnya, lalu Max.

"Ya," bisik Alisya, tersenyum.

Max memasang cincin di jari Alisya, dan mereka berpelukan, di bawah bintang-bintang yang sama di mana Xavier pernah berjanji.

Cinta yang berhasil, bukan karena tidak ada luka, tapi karena ada keberanian untuk terus melangkah. Untuk Alisya, Xavier, dan Xia, cinta itu abadi.

Hari-hari setelah Max melamar Alisya berlalu seperti mimpi yang indah tapi sedikit membingungkan. Alisya masih terbiasa dengan ide bahwa dia akan menikah lagi, bahwa Xia akan punya ayah baru. Tapi setiap kali dia merasa bahagia, ada bisikan lembut di hatinya—Xavier.

Suatu sore, Alisya membawa Xia ke makam Xavier, ingin membagi kabar baik itu dengan satu-satunya orang yang paling dia cintai. Hujan gerimis membasahi tanah, tapi Alisya tidak merasa dingin. Dia duduk di samping nisan, memelangi batu yang sudah mulai ditumbuhi lumut.

"Xavier, aku mau bilang sesuatu," kata Alisya, suaranya bergetar. "Aku... aku akan menikah lagi. Dengan Max. Aku tahu ini mungkin terdengar aneh, tapi dia baik, dan dia ingin merawat kita. Xia butuh ayah, dan aku... aku butuh seseorang untuk berbagi."

Alisya berhenti, air matanya mengalir, tapi bukan lagi karena kesedihan yang menyakitkan, melainkan karena kenangan yang manis.

"Aku tidak akan pernah melupakan kamu, Xavier. Kamu akan selalu jadi ayah Xia, dan cinta pertama aku. Tapi aku ingin mencoba bahagia lagi. Untuk Xia, untuk kita."

Angin sepoi-sepoi berhembus, membawa suara daun yang bergesekan. Alisya merasa ada kelegaan, seperti Xavier sedang mengangguk di suatu tempat.

Saat Alisya pulang, Lisa menyambutnya dengan secangkir teh hangat. "Alisya, bagaimana?"

Alisya tersenyum, sedikit ragu. "Aku bilang ke Xavier. Aku merasa... lebih ringan."

Lisa memelainya. "Itu bagus, Alisya. Xavier pasti ingin kamu bahagia."

Persiapan pernikahan dimulai, dengan Lisa yang sibuk mengatur detail, Max yang antusias, dan Xia yang jadi pusat perhatian. Alisya kadang merasa seperti sedang berada di luar tubuhnya, tapi setiap kali dia melihat Max tersenyum pada Xia, ada rasa nyaman yang tumbuh.

Tiga hari sebelum pernikahan, Alisya menerima sebuah paket misterius tanpa nama. Di dalamnya ada sebuah boneka kecil untuk Xia, dan surat yang ditulis dengan tangan Xavier.

"Untuk Xia kecil, jika kamu membaca ini, berarti aku tidak ada. Tapi cintaku tetap ada. Jaga ibumu, dan jadilah kuat."

Alisya merasa dada nya bergetar, air matanya mengalir tanpa suara. Ini adalah surat yang tidak pernah dia baca sebelumnya, sesuatu yang Xavier tulis jauh sebelum dia pergi.

Lisa masuk ke kamar, melihat Alisya menangis. "Alisya, apa itu?"

Alisya menyodorkan surat itu, suaranya bergetar. "Dari Xavier. Untuk Xia."

Lisa membaca, lalu memelangi Alisya. "Dia percaya pada kamu, Alisya. Dan Xia akan tumbuh dengan cinta itu."

Malam itu, Alisya membawa Xia ke kamar, memelangi surat itu lagi.

"Xia, ayahmu tahu. Dia percaya kita akan baik-baik. Aku janji, kita akan terus maju."

Hari pernikahan tiba, dengan cuaca cerah dan bunga-bunga yang mekar. Alisya memakai gaun putih yang sederhana tapi elegan, dengan Xia di gandengan. Saat dia berjalan menuju altar, Max tersenyum, mata yang tulus.

Ayah Xavier, yang mendampingi Alisya, menyerahkan tangannya ke Max. "Jaga mereka, Max."

Max mengangguk, suaranya bergetar. "Aku akan, Pak."

Di depan altar, Alisya dan Max mengucapkan janji. Alisya merasa ada air mata yang mengalir, tapi bukan lagi kesedihan—campur dengan rasa syukur. Xia, yang digandeng Lisa, menggulung tangannya, seolah ikut bersorak.

Saat Max dan Alisya bersalaman, ada tepuk tangan, dan Alisya tersenyum. Ini bukan akhir dari cinta dengan Xavier, tapi awal dari cinta yang baru. Cinta yang berhasil, karena dia memilih untuk hidup, untuk Xia, dan untuk dirinya sendiri.

Pesta pernikahan berlangsung meriah, dengan tawa, musik, dan kenangan. Alisya menari dengan Max, Xia di pelukan Lisa, dan di langit, bintang-bintang bersinar terang.

"Aku cinta kamu," bisik Max, memelangi Alisya.

Alisya tersenyum, mata yang sedikit berkaca-kaca. "Aku juga cinta kamu, Max. Dan aku akan selalu mencintai Xavier, dalam cara yang berbeda."

Malam itu, di kamar hotel, Alisya memelangi Xia yang tidur, lalu memandang Max yang duduk di sebelahnya.

"Kita akan buat kenangan baru, Max. Untuk Xia, untuk kita."

Max tersenyum, memelangi Alisya. "Kita akan, Alisya. Bersama."

Dan di tengah kebahagiaan itu, Alisya tahu—cinta yang berhasil bukan tentang melupakan, tapi tentang melanjutkan. Dengan hati yang lebih kuat, dan cinta yang lebih luas.

1
Shee Larisa
semangat thor💪💪
boleh mampir juga baca novel baru akuuu yaa🤭😄
kania zaqila: okey, Terimakasih yaa
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!