NovelToon NovelToon
Cinta Sendirian

Cinta Sendirian

Status: sedang berlangsung
Genre:Time Travel / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Misteri / Romansa Fantasi / Kehidupan alternatif / Romansa
Popularitas:417
Nilai: 5
Nama Author: Tara Yulina

Aira Nayara seorang putri tunggal dharma Aryasatya iya ditugaskan oleh ayahnya kembali ke tahun 2011 untuk mencari Siluman Bayangan—tanpa pernah tahu bahwa ibunya mati karena siluman yang sama. OPSIL, organisasi rahasia yang dipimpin ayahnya, punya satu aturan mutlak:

Manusia tidak boleh jatuh cinta pada siluman.

Aira berpikir itu mudah…
sampai ia bertemu Aksa Dirgantara, pria pendiam yang misterius, selalu muncul tepat ketika ia butuh pertolongan.

Aksa baik, tapi dingin.
Dekat, tapi selalu menjaga jarak, hanya hal hal tertentu yang membuat mereka dekat.


Aira jatuh cinta pelan-pelan.
Dan Aksa… merasakan hal yang sama, tapi memilih diam.
Karena ia tahu batasnya. Ia tahu siapa dirinya.

Siluman tidak boleh mencintai manusia.
Dan manusia tidak seharusnya mencintai siluman.

Namun hati tidak pernah tunduk pada aturan.

Ini kisah seseorang yang mencintai… sendirian,
dan seseorang yang mencintai… dalam diam.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tara Yulina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Perih

“Makasih, Ra. Oh iya, ke kelas yuk. Bentar lagi jam Pak Doni,” ujar Rayhan.

Aira mengangguk. Mereka berdua pun berjalan menuju kelas.

Di sisi lain, Rosa dan Gina melangkah menyusuri koridor. Saat tiba di perempatan yang bercabang ke arah berbeda, namun dengan tujuan kelas yang sama, mereka berpapasan dengan Galih dan Aksa.

“Aira ada masalah apa, Aks?” tanya Rosa.

“Aira dituduh ngejebak Gina. Padahal gue yakin itu bukan Aira,” jawab Aksa tegas.

Galih menggaruk kepalanya, ragu. Hatinya bimbang—haruskah ia jujur pada Aksa atau tetap diam? Akhirnya, ia menarik napas panjang.

“Sebenernya… gue yang ngunciin Gina di toilet kemarin,” ucap Galih pelan, disusul tawa kaku.

“Gue nggak nyangka bakal sejauh ini sampai Aira yang disalahin.”

“Apa?” Rosa menatapnya tajam.

“Jadi bener lo yang ngejebak Gina, dan lo ngajak gue jalan cuma supaya gue nggak bisa nolongin dia?” suaranya bergetar.

“Nggak bisa dibiarin,” sela Gina. “Gue bakal lapor ke BK.”

“Kalau lo lapor,” potong Aksa cepat, “gue laporin balik soal lo yang ngancem Aira di kamar mandi. Gue punya bukti videonya.”

Nada Aksa jelas membela Galih. Ia tahu Galih berada di pihaknya.

Gina terdiam sesaat. Rahangnya mengeras.

“Oke. Kali ini lo bebas, Galih. Tapi gue tetep nggak terima.”

Rosa hanya terpaku menatap Galih. Ada kecewa yang begitu dalam di matanya.

“Ayo, Ros,” ajak Gina pelan.

“Sebentar,” jawab Rosa.

Ia melangkah maju, tepat berdiri di depan Galih. Tanpa aba-aba—

PLAK!

Tamparan itu menggema di koridor.

“Jahat ya lo,” ucap Rosa dengan suara gemetar.

“Lo manfaatin waktu gue demi kejahatan lo. Gue kira lo ngajak gue jalan karena lo beneran suka sama gue. Ternyata gue salah.”

Rosa berbalik dan berlari menuju taman kampus.

“Rosa!” teriak Gina.

Gina menghela napas.

“Kalau Rosa lagi patah hati gini, susah dibujuk. Biar dia nenangin diri dulu,” gumamnya.

Hari itu Gina memilih tidak masuk kelas. Ia harus ganti pakaian dan makan—terjebak semalaman di toilet membuat tubuhnya lelah dan lapar.

“Soal gue, oke, gue maafin,” ujar Gina menatap Galih tajam.

“Tapi soal Rosa, lo harus tanggung jawab.”

Gina pergi meninggalkan mereka.

“Gue udah bantu lo biar nggak dilapor ke BK,” kata Aksa dingin.

“Tapi urusan hati, lo selesain sendiri.”

Aksa pun pergi.

Di taman, Rosa terduduk sambil menangis. Perasaannya pada Galih bukan baru kemarin—ia menyukainya sejak lama. Saat Galih mendekat, Rosa bahagia. Ia diam, tapi hatinya penuh harap. Namun kini ia sadar, semua itu bukan ketulusan, melainkan bagian dari rencana.

Rosa benar-benar kecewa. Sangat sakit.

“Ternyata yang datang dikira bawa cinta,” gumamnya lirih,

“padahal yang dibawa cuma luka.”

Galih datang dan duduk di sampingnya.

“Maafin gue, Ros. Gue tau gue salah.”

“Lo jahat, Galih. Jahat,” Rosa menangis.

“Gue suka sama lo sejak lo masuk kampus ini. Tapi lo datang cuma buat ngasih gue harapan palsu.”

“Gue bener-bener minta maaf,” ujar Galih.

“Iya, gue yang ngunciin Gina. Gue juga sengaja ngajak lo ngobrol, ngajak makan, supaya lo nggak peduli sama Gina dan—”

“Dan rencana lo berhasil,” potong Rosa.

“Lo berhasil ngejebak Gina semalaman di toilet. Dan lo berhasil bikin gue patah untuk pertama kalinya. Itu kan maksud lo?”

“Ros,” suara Galih melemah,

“itu emang tujuan awal gue. Tapi makin lama gue ngobrol sama lo, gue nyaman. Makanya gue ajak lo jalan pas jam kosong.”

Rosa menatapnya dingin, air mata masih jatuh.

“Ini rencana apa lagi, ya?”

Galih terdiam. Kata-kata Rosa menghantamnya jauh lebih keras dari tamparan tadi. Dadanya terasa sesak.

“Sejak… sejak lama?” suaranya lirih, hampir tak terdengar.

“Lo suka sama gue… dari dulu?”

Rosa tidak menoleh. Ia hanya mengangguk kecil, air matanya jatuh satu per satu.

“Gue nggak pernah bilang apa-apa,” ucap Rosa pelan.

“Karena gue pikir perasaan nggak harus dipaksa. Gue cukup seneng kalau lo ada. Gue cukup ngerasa dihargai waktu lo ngajak gue ngobrol.”

Galih menunduk. Tangannya mengepal di atas lutut, gemetar.

“Gue bener-bener nggak tau, Ros…” suaranya pecah.

“Kalau gue tau lo punya perasaan sejauh itu, gue nggak akan berani make lo. Gue nggak akan narik lo ke rencana kotor gue.”

Rosa akhirnya menoleh. Matanya merah, wajahnya basah oleh air mata.

“Tapi lo tetap lakuin itu, Galih,” ujarnya lirih.

“Tanpa tau perasaan gue pun, lo udah nyakitin gue.”

Galih mengangguk. Napasnya berat.

“Iya. Dan itu yang bikin gue paling nyesel.”

Ia mengusap wajahnya frustasi.

“Gue nyesel karena gue dateng ke hidup lo bukan sebagai orang yang jujur, tapi sebagai orang yang manfaatin lo. Dan penyesalan gue nggak akan bisa ngebalikin apa pun.”

“Lo tau nggak rasanya berharap diam-diam?” Rosa bertanya.

“Gue nunggu tanpa nuntut. Gue seneng sama hal kecil. Tapi ternyata yang gue jaga, malah ngejatuhin gue.”

Galih menatap Rosa dengan mata berkaca-kaca.

“Gue nggak minta lo maafin gue sekarang,” ucapnya sungguh-sungguh.

“Gue cuma mau lo tau… gue bener-bener nyesel. Dan rasa bersalah ini bakal gue tanggung, mau lo percaya atau nggak.”

Ia berdiri perlahan.

“Kalau kehadiran gue cuma nambah luka, gue bakal pergi. Karena kali ini… gue nggak mau egois lagi.”

Rosa terdiam. Tangisnya mereda, berganti dengan hampa.

Saat Galih melangkah menjauh, Rosa bergumam lirih—bukan untuknya, tapi untuk dirinya sendiri:

“Ada penyesalan yang datang terlalu terlambat… dan ada hati yang keburu hancur sebelum sempat dimengerti.”

...****************...

Aira berjalan di samping Rayhan, namun pikirannya melayang jauh. Langkahnya ringan, tapi kepalanya penuh—dipenuhi satu nama yang terus berputar tanpa izin: Aksa.

Saat mereka hampir sampai kelas, Aira melewati ruang kelas Aksa. Di ambang pintu, Aksa berdiri. Tubuhnya tegap, wajahnya tenang—terlalu tenang.

Pandangan mereka bertemu.

Beberapa detik terasa lebih lama dari seharusnya.

Mata Aksa menatap Aira, datar, tanpa senyum. Lalu, tanpa sepatah kata pun, Aksa mengalihkan pandangannya dan masuk ke kelas.

Langkah Aira sempat terhenti.

Kenapa Aksa berubah banget? batinnya.

Apa gue salah? Atau emang gue yang terlalu berharap?

Perjalanan menuju kelas berlangsung sunyi. Tak ada obrolan. Rayhan beberapa kali melirik Aira, tapi urung bicara. Sementara Aira terus tenggelam dalam pikirannya sendiri—tentang sikap Aksa yang terasa asing.

Sesampainya di kelas, Aira masih terdiam.

“Ra, lo nggak apa-apa?” tanya Rayhan akhirnya.

“Aksa…” Aira menjawab refleks, lalu tersadar.

“Sori, Ray.”

Rayhan tersenyum tipis.

“Lo kepikiran Aksa, ya?”

“Mm… enggak kok,” jawab Aira cepat.

“Lo nggak bisa bohong, Aira. Gue tau,” ucap Rayhan pelan.

Aira menoleh ke depan, lalu buru-buru menunjuk.

“Eh, itu Pak Doni udah datang.”

Pak Doni melangkah masuk ke kelas, memecah suasana. Aira segera duduk di bangkunya, menarik napas panjang. Rayhan pun kembali ke tempat duduknya.

Namun meski tubuh Aira ada di kelas, pikirannya masih tertinggal—

di tatapan singkat Aksa yang terasa begitu jauh.

...****************...

Bel istirahat berbunyi nyaring.

Suasana kelas langsung riuh. Kursi bergeser, suara tawa memenuhi ruangan.

Rayhan berdiri lebih dulu.

“Ra, ke kantin?”

Aira menoleh pelan.

“Lo duluan aja ray. Ntar gue nyusul.”

“Oke. Gue tunggu ya,” jawab Rayhan sebelum melangkah keluar kelas.

Aira masih duduk beberapa detik. Ia menatap meja di depannya, menarik napas panjang, lalu akhirnya bangkit dan keluar kelas.

Di sebuah kelas yang bersampingan, langkah Aira melambat saat melewati kelas Aksa.

Pintu kelas itu terbuka. Aksa berdiri di ambang pintu, bersiap keluar. Mata mereka bertemu—singkat, tapi cukup membuat dada Aira berdenyut.

Namun Aksa langsung memalingkan wajahnya dan berjalan pergi.

Tanpa sapa.

Tanpa isyarat.

Aksa… kenapa sih lo? batin Aira.

“Aira?”

Suara itu membuat Aira tersentak. Lala, teman sebangkunya, berdiri di belakangnya.

“Lo mau ke kantin juga?” tanya Lala.

“Iya,” jawab Aira singkat.

“Bareng, ya.”

Mereka berjalan berdampingan menuju kantin.

“Dari tadi lo diem aja,” ucap Lala.

“Kenapa?”

“Capek,” jawab Aira, setengah jujur.

Lala tidak memaksa. Ia hanya mengangguk, seolah mengerti.

Di kantin, Rayhan sudah menunggu. Mereka duduk bertiga. Rayhan dan Lala sempat ngobrol ringan, tapi Aira hanya mengaduk minumannya.

Dari kejauhan, Aira melihat Aksa duduk bersama teman-temannya. Ia tertawa kecil, tapi matanya tampak kosong. Sesekali, pandangannya melirik ke arah kantin—ke arah Aira—lalu cepat-cepat berpaling.

Aira menunduk.

Ia sadar, jarak itu bukan hanya soal langkah,

tapi tentang perasaan yang tak pernah dibicarakan.

Mereka duduk bertiga di satu meja. Rayhan sesekali melirik Aira, tampak ingin mengatakan sesuatu namun ragu.

Pelan, Rayhan mengeluarkan ponselnya dan mengetik pesan.

Rayhan: La, lo bisa pergi sebentar nggak? Gue mau ngobrol berdua sama Aira.

“Perih, ternyata rasanya seperih ini melihat Aksa yang perlahan menghindar.” batin aira.

Ia tak mengejar, tapi hatinya tertinggal di sana.

1
Kama
Penuh emosi deh!
Elyn Bvz
Bener-bener bikin ketagihan.
Phone Oppo
Mantap!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!