Di istana yang berkilauan, kebohongan adalah mata uang dan darah adalah harga dari kesetiaan. Seorang pelayan setia menyaksikan dosa tak terampuni yang dilakukan sang Permaisuri—dan dibungkam selamanya.
Atau begitulah yang Permaisuri pikirkan.
Langit yang menjadi saksi pilu mengembalikan Takdir si pelyan setia, mengembalikannya dari gerbang kematian, memberinya wajah baru, identitas baru—tubuh seorang selir rendahan yang terlupakan. Dengan jiwa yang terbakar dendam dan ingatan yang tak bisa dihapus, ia harus memainkan peran sebagai wanita lemah, sambil merajut jaring konspirasi paling mematikan yang pernah ada di istana. Tujuannya bukan lagi sekadar bertahan hidup, melainkan merenggut keadilan dari singgasana tertinggi.
Setiap bisikan adalah pertaruhan. Setiap senyuman adalah topeng. Di tengah intrik berdarah antara selir dan para menteri, mampukah ia meruntuhkan kekuasaan sang Permaisuri dari bayang-bayang sebelum identitas aslinya terungkap dan ia mati untuk kedua kalinya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Black _Pen2024, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30: Penemuan Rahasia.
Napas Selir Xia tersengal, memotong keheningan Istana Dingin seperti gergaji kasar. Ia menerobos pintu belakang dan ambruk di lantai dingin, jubah gelapnya robek di beberapa tempat. Lengan kanannya mengeluarkan darah dari gesekan pedang prajurit Jenderal Lie. Namun, ia tidak merasakan sakit; yang ia rasakan hanyalah adrenalin yang mereda dan euforia berbahaya dari sebuah kemenangan kecil.
Hua, yang telah menunggu dengan gelisah di balik tirai, bergegas mendekat, matanya membelalak ketakutan saat melihat kondisi majikannya. “Selir! Anda terluka! Apa yang terjadi? Siapa yang berani—”
“Diam,” potong Xia tajam, meskipun suaranya bergetar. Ia menahan Hua, matanya memancarkan perintah mutlak. “Ambil air hangat, tetapi jangan buat keributan. Kita tidak punya banyak waktu. Mereka tahu seseorang telah menyusup ke Istana Kehangatan yang ditinggalkan."
Hua, meskipun bingung dengan ketegasan yang mendadak ini, segera menuruti perintah. Setelah memastikan tidak ada mata-mata yang menguping, Xia melepaskan jubah luarnya. Ia mengeluarkan kotak kayu kecil itu dari balik lapisan dalam pakaiannya. Itu adalah harta yang lebih berharga daripada semua permata di istana.
“Ini,” kata Xia, menunjuk kotak itu. “Inilah harga darah dan nyawa yang hilang.”
Saat Hua membersihkan luka kecil di lengan Xia, Xia membuka kotak itu dengan hati-hati, memusatkan perhatiannya pada kain sutra biru yang dilipat dan disegel dengan lilin. Kain yang telah menyerap keringat dan racun terakhir Selir Hong.
“Kain apa ini, Selir?” tanya Hua, mengamati artefak yang tampak usang itu.
“Ini adalah bisikan dari masa lalu, Hua. Ini adalah bukti bahwa Selir Hong tidak mati karena penyakit, melainkan dibunuh,” jawab Xia, suaranya kembali menjadi Xiao Ling yang dingin dan penuh tekad. “Aku mengambilnya malam itu, sebelum semua orang datang. Naluri pelayan memberitahuku bahwa sesuatu yang tidak terlihat telah membunuhnya.”
Xia merobek segel lilin itu dengan hati-hati. Aroma apek, debu, dan sedikit bau rempah-rempah yang membusuk langsung tercium. Ia merentangkan kain sutra itu di atas meja marmer. Di tengah seratnya, terdapat noda samar berwarna kuning kecokelatan, hampir tidak terlihat, yang selama ini disamarkan sebagai noda dari jamu biasa.
Mata Xiao Ling, yang terbiasa membedakan ribuan jenis ramuan istana, memfokuskan diri. Ia tidak bisa membawa kain ini ke Tabib Hao—itu sama saja dengan bunuh diri. Ia harus mengonfirmasi sendiri. Selama berhari-hari, saat ia berpura-pura sakit ringan, ia telah mencuri beberapa cairan reagen sederhana dari gudang obat istana—asam lemah dari buah langka yang dikenal bereaksi terhadap toksin tertentu, serta bubuk kunyit yang dimurnikan.
Ia mengambil mangkuk keramik kecil dan meneteskan beberapa tetes asam lemah ke dalamnya. Dengan pinset emas kecil (hadiah dari Raja Long, ironisnya), Xia mengambil beberapa helai serat dari noda itu. Tangan Hua gemetar saat melihat proses yang menakutkan itu.
“Jika ini benar-benar racun, mengapa tidak ada yang mengetahuinya?” bisik Hua.
Xia menggeleng. “Permaisuri Xiu Feng tidak akan menggunakan racun biasa. Selir Hong waktu itu sedang hamil. Racun yang membunuhnya haruslah yang menyerang janin terlebih dahulu, menyebabkan pendarahan dan keguguran, sebelum melumpuhkan sang ibu. Itu harus terlihat seperti tragedi alamiah.”
Xia menjatuhkan serat itu ke dalam cairan asam. Semua harapan dan dendam yang ia bawa selama ini terpusat pada mangkuk keramik itu. Selama beberapa saat, tidak terjadi apa-apa. Jantungnya mencelos. Apakah ia salah? Apakah ia salah mengenali pembunuhnya?
Tiba-tiba, cairan asam yang bening itu mulai berubah. Perlahan, tetesan cairan itu tidak hanya menguning, tetapi memancarkan semburat warna hijau zamrud yang sangat pekat, kemudian dengan cepat berubah menjadi warna ungu gelap, menyerupai warna hati yang membusuk.
Hua terkesiap, mundur selangkah. "Itu... itu bukan reaksi alami."
Xia mengangguk, tatapannya dingin dan mematikan. “Tidak. Ini adalah Bunga Bulan Malam, dicampur dengan dosis kecil Racun Akar Angin. Kedua zat itu sendiri tidak mematikan, tetapi bila dicampur, mereka menyerang sistem saraf dan reproduksi secara perlahan. Butuh tabib yang sangat licik untuk menyembunyikannya, dan butuh pengetahuan pelayan yang sangat dekat untuk merasakannya.”
Bunga Bulan Malam—ia ingat Selir Hong pernah mengeluh sedikit rasa pahit di jamu yang ia minum selama seminggu terakhir hidupnya. Xiao Ling saat itu mengira itu hanya perubahan rasa karena kehamilan. Sekarang, Selir Xia melihatnya dengan kejelasan yang brutal: itu adalah tanda tangan Xiu Feng.
“Permaisuri… dia bukan hanya cemburu, dia iblis,” gumam Hua.
Xia memejamkan mata, membiarkan kemarahan suci merasuki tubuh Selir Xia. Rasanya seperti api yang membakar pembuluh darahnya. Bukti ini—reaksi kimia yang jelas ini—adalah senjata pertamanya. Bukti ini menghubungkan Xiu Feng dengan Selir Hong, bahkan jika belum ada nama Xiu Feng di atasnya.
Ia kembali melihat isi kotak kayu itu. Selain kain sutra dan surat Hong kepada ibunya (yang bisa menjadi bukti motif dan kesehatan Hong sebelum diracuni), ada sebuah kunci perak kecil, diukir dengan simbol yang sangat kuno.
“Kunci ini,” kata Xia, membolak-baliknya. “Aku tidak pernah melihatnya. Xiao Ling tidak pernah melihatnya. Hong tidak pernah membicarakan kunci ini. Tetapi mengapa ia menyimpannya di tempat persembunyian yang sama dengan kain bukti?”
Kunci itu terasa dingin di tangannya, memancarkan aura misteri yang dalam. Simbol ukiran itu tampak seperti Naga yang melilit Bulan. Itu bukan lambang istana kekaisaran, juga bukan lambang keluarga Xiu Feng.
“Mungkin… itu kunci untuk sebuah rahasia lain, Selir,” duga Hua, matanya terpaku pada ukiran naga tersebut.
Xia menyipitkan mata. “Rahasia yang mungkin bahkan lebih gelap daripada pembunuhan Selir Hong. Sebuah rahasia yang mungkin selir Hong temukan sebelum dia meninggal.”
Malam itu, setelah mengamankan kain bukti (yang ia masukkan ke dalam botol kecil tersegel), Xia tidak tidur. Ia tahu bahwa penemuan bukti racun ini hanyalah awal. Bukti ini meyakinkan dirinya sendiri, tetapi tidak cukup untuk meyakinkan Raja Tien Long, yang dibutakan oleh tahun-tahun pernikahan dan status Permaisuri. Ia membutuhkan kaitan langsung, dan kuncinya mungkin memegang rahasia itu.
Ia berdiri di depan cermin, melihat refleksi Selir Xia yang cantik dan kini kuat. Dendam telah memberinya nyawa, tetapi sekarang, dendam itu menuntut lebih dari sekadar pembalasan. Dendam itu menuntut kejatuhan penuh, yang hanya dapat dicapai dengan mengungkap rahasia terdalam yang disembunyikan Permaisuri Xiu Feng di bawah tanah istana ini.
Tiba-tiba, Hua masuk kembali, wajahnya kembali pucat. “Selir, ada laporan dari informan di gerbang barat. Pasukan Jenderal Lie telah menggandakan patroli, dan mereka secara spesifik mencari seorang wanita berpostur ramping, mengenakan pakaian gelap, dengan luka kecil di lengan.”
Xia tersenyum dingin. "Mereka bergerak cepat. Xiu Feng panik. Sekarang, saatnya aku menunjukkan padanya apa artinya benar-benar panik."
Xia menyimpan kunci perak itu di tempat yang aman. Ia telah mengamankan racun selir Hong. Langkah selanjutnya adalah memastikan siapa yang membayar pembunuhan Xiao Ling. Jenderal Lie telah menampakkan dirinya di Istana Kehangatan yang tersegel dan ditingglkan, Ia adalah target yang harus dihancurkan. Xia menyentuh liontin giok yang diberikan Raja Long, merasakan dinginnya batu itu dan kehangatan kekuasaan yang ia miliki sekarang. Ia adalah Selir Xia, tapi jiwanya adalah bayangan dendam yang berjalan. Jenderal Lie dan Xiu Feng akan segera menghadapi murka langit yang menitis dalam seorang pelayan. Dan bereinkarnasi dalam tubuh selir yang diabaikan dan paling lemah. Xia Fei.
...****************...
Keesokan harinya, ketika matahari terbit di atas Istana Naga, Xia memutuskan tindakan pertamanya. Ia harus menemukan sumber pembayaran yang digunakan Xiu Feng untuk menyewa preman yang membunuh Xiao Ling. Dan satu-satunya orang yang mungkin tahu seluk-beluk keuangan kotor Xiu Feng adalah seseorang yang dulunya sangat dekat dengannya, seseorang yang baru-baru ini dipecat karena kesalahannya yang kecil: kepala akuntan istana. Namun, kepala akuntan itu telah menghilang. Xia harus menemukannya sebelum Xiu Feng membungkamnya untuk selamanya....