Clara Moestopo menikah dengan cinta pertamanya semasa SMA, Arman Ferdinand, dengan keyakinan bahwa kisah mereka akan berakhir bahagia. Namun, pernikahan itu justru dipenuhi duri mama mertua yang selalu merendahkannya, adik ipar yang licik, dan perselingkuhan Arman dengan teman SMA mereka dulu. Hingga suatu malam, pertengkaran hebat di dalam mobil berakhir tragis dalam kecelakaan yang merenggut nyawa keduanya. Tapi takdir berkata lain.Clara dan Arman terbangun kembali di masa SMA mereka, diberi kesempatan kedua untuk memperbaiki semuanya… atau mengulang kesalahan yang sama?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anastasia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 33.Mengoda dan marah.
Clara menatap Finn dengan mata melebar, jantungnya berdetak tak karuan.
Ucapan “Aku merindukanmu” itu masih menggema di kepalanya, seperti gema lembut tapi mematikan.
Ia segera berdehem, berusaha menormalkan napas dan wajahnya yang pasti sudah memerah. “F–Finn, kamu ini ngomong apa sih?” katanya cepat, mencoba tertawa canggung. “Kita baru ketemu kemarin di kelas juga.”
Finn hanya tersenyum, tatapannya tak lepas dari wajah Clara. “Kemarin itu beda. Sekarang aku pengin lihat kamu lagi buat memastikan kamu nggak ngelupain aku.”
Nada suaranya ringan, tapi setiap katanya membuat Clara makin sulit menenangkan diri.
Ria di depan mereka hampir menyemburkan minumannya. Ia menahan tawa sambil menutupi mulut. “Ya ampun, kak Finn! rayuan mu itu sudah kuno! Clara suka mendengar nya lihat wajahnya!,sampe merah gitu”
Clara menatap Ria tajam. “Ria!” serunya pelan, tapi justru membuat sahabatnya tertawa makin keras.
Finn ikut tersenyum lebar, matanya menelusuri wajah Clara yang semakin panik.
“Clara,” katanya lagi, suaranya lebih lembut kali ini, “kamu tau nggak? Kamu tuh kelihatan paling cantik waktu gugup kayak gini.”
“Apa?!” Clara hampir berdiri dari kursinya, tapi Finn cepat menahan pergelangan tangannya ringan, membuat gadis itu langsung membeku.
“Tenang,” ucap Finn lirih. “Aku cuma bercanda kok.”
Namun sorot matanya jelas bukan sekadar bercanda. Ada sesuatu di balik pandangan itu sesuatu yang hangat, dalam, dan tidak main-main.
Ria menatap mereka dengan senyum lebar. Dalam hati, ia merasa seperti sedang menonton adegan favorit di drama remaja dua orang yang jelas punya perasaan, tapi sama-sama menyangkalnya.
“Duh, kalau begini sih aku nggak perlu nonton drama tv lagi,” gumam Ria sambil menopang dagu, “tinggal duduk di sini aja, nonton Clara sama kakak kelas flirting.”
Clara menatapnya tajam. “Ria!”
Namun pipinya makin merah. Ia buru-buru menarik tangannya dari genggaman Finn dan memalingkan wajah.
“Aku... aku nggak tahu kamu lagi ngelucu atau serius,” katanya gugup. “Tapi, Finn, jangan ngomong kayak gitu di depan orang. Nanti dikira aneh.”
Finn mencondongkan tubuh sedikit, suaranya menurun jadi hampir berbisik. “Kalau aku serius gimana?”
Clara terdiam. Matanya membulat, suaranya tercekat di tenggorokan.
Ria nyaris menjerit karena gemas. “Astaga, kalian ini...!”
Namun suasana ringan itu tiba-tiba berubah saat langkah dua orang siswa mendekat dari arah pintu kantin.
Suara sepatu Armand terdengar lebih dulu tepat disusul langkah lembut Loly di sebelahnya.
Mata Loly segera menangkap pemandangan itu: Clara yang duduk berhadapan dengan Ria dan Finn, wajahnya memerah, sementara Finn tampak condong ke arahnya dengan ekspresi hangat.
Tatapan Loly menegang. Tangannya yang memegang tas kecil di dada mengepal pelan.
“Armand…” gumamnya nyaris tak terdengar. “Lihat itu bukankah itu Clara dari kelasmu?.”
Armand berhenti. Pandangannya mengikuti arah yang ditunjuk Loly, dan dalam sekejap rahangnya mengeras.
Rasa memiliki Clara muncul seketika di hatinya,ia tidak menyadari kalau pacarnya ada disampingnya sedang menggandeng tangannya.
Tanpa disadari Armand, dirinya melepaskan gandengan tangan Loly dan berjalan dengan langkah tegas kearah Clara.
Clara yang menyadari kehadiran mereka langsung tersentak. Napasnya memburu. “Ria… Loly dan Armand datang,” bisiknya cepat.
Finn pun menoleh pelan ke arah pintu kantin. Tatapannya berubah, dari lembut menjadi lebih datar. Ia menatap Armand sebentar, “Tidak biasanya mereka kencan di kantin. ”
Ria langsung merasa tegang. “Oke, ini mulai kayak adegan perang dingin,” gumamnya pelan, mencoba meredakan ketegangan dengan humor, tapi tak ada yang tertawa.
Armand berjalan mendekat, langkahnya ringan tapi matanya tajam. Ia berhenti tepat di depan meja mereka, lalu berkata dengan nada manis tapi menusuk,
“Wah, suasananya… menyenangkan sekali, ya. Aku nggak nyangka, Clara, kamu ternyata sudah dekat banget sama kakak kelas.”katanya seperti tekanan.
Clara menyenderkan punggungnya ke bangku, “Itu bukan urusanmu, jika kedatangan mu kemari menganggu makan siang kami sebaiknya pergi jauh-jauh karena tidak ada tempat duduk lagi”
Rahang Armand mengeras mendengar ucapan Clara. Suasana kantin yang tadinya riuh langsung terasa hening di sekitar meja mereka. Beberapa siswa yang duduk tak jauh mulai saling berbisik pelan, menatap mereka dengan rasa ingin tahu yang seperti tahu akan ada drama besar yang terjadi.
Finn yang duduk di sebelah Clara menatap Armand dengan santai, menyilangkan tangan di dada. “Kamu dengar sendiri, Armand. Clara lagi makan siang, dan kamu datang tanpa diundang. Agak nggak sopan, ya?”
Nada Finn terdengar tenang, tapi jelas penuh sindiran.
Ria hampir menepuk dahinya. Ya Tuhan, ini keberuntungan Clara atau musibah baru…
Armand menatap Finn tajam. “Aku cuma mau tahu,” katanya dingin, “sejak kapan kamu jadi begitu dekat sama Clara?”
Clara menarik napas panjang, berusaha menahan emosinya. Ia tahu nada itu,nada yang dulu selalu muncul di kehidupan sebelumnya, tepat sebelum semuanya berakhir kacau.
Namun kali ini ia tidak ingin tunduk pada emosi Armand lagi.
“Sepertinya itu bukan urusan mu,” jawab Clara pelan tapi tegas, “kita ini hanya teman kelas saja dan hubungan kita juga tidak lebih.”
Kalimat itu bagai tamparan keras bagi Armand. Ia memandangi Clara lama, matanya memantulkan campuran marah dan terluka. “Jadi begitu, Clar? Sekarang kamu—”
“Sepertinya jangan suka mencampuri urusan orang lain,dan kita juga tidak begitu dekat,” potong Clara dingin. “Kita cuma teman sekelas, dan aku tidak salah bukan dekat dengan pria lain.”
Finn nyaris tersenyum mendengar itu, tapi ia menahan diri. Tatapannya tetap waspada, melihat Armand yang jelas-jelas mulai kehilangan kendali.
Ria menatap Loly, yang sejak tadi berdiri di belakang Armand dengan wajah canggung. Loly terlihat ingin menahan Armand, tapi gengsinya membuat ia tetap diam.
“Armand,” ucap Finn tiba-tiba, nadanya tenang tapi tegas, “kalau kamu datang ke sini cuma buat marah-marah, lebih baik kamu pergi sebelum aku yang nyuruh satpam panggil guru piket.”
Beberapa murid di sekitar meja mulai menahan napas. Gawat. Finn benar-benar menantang Armand sekarang.
Armand mendengus pelan. “Kamu pikir aku takut sama kamu, Finn?”
Finn mencondongkan tubuh sedikit, tatapannya tajam tapi senyumnya tetap terjaga. “Bukan takut, cuma tahu tempat. Ini kantin sekolah, bukan arena buat nunjukin siapa yang paling berkuasa.”
Clara buru-buru berdiri sebelum suasana makin panas. Ia menatap keduanya bergantian.
“Cukup!” serunya, suaranya cukup keras hingga menarik perhatian satu kantin. “Aku capek! Kalau kalian berdua cuma mau saling sindir, silakan lakukan di luar sini! Aku cuma mau makan siang tenang, bisa nggak?”
Finn langsung terdiam, tapi matanya menatap Clara dengan rasa bersalah. Sementara Armand mengepalkan tangan, menatap ke arah meja, kemudian berbalik perlahan tanpa berkata apa-apa.
Loly segera mengejar Armand, memanggilnya pelan, “Armand, tunggu!”
Suasana kantin kembali ramai, tapi bisikan-bisikan kini memenuhi udara. Semua orang membicarakan kejadian barusan tentang Finn, Armand, dan Clara.
Ria menatap sahabatnya yang kini duduk kembali dengan wajah lelah. “Clar…” katanya pelan. “Kamu nggak apa-apa?”
Clara menghela napas panjang, menatap sisa makanan di piringnya yang sudah dingin. “Aku baik-baik aja, Ria”
Finn menatapnya diam-diam. Ada sesuatu di sorot matanya bukan hanya perasaan, tapi juga tekad.
Ia tahu Clara menyembunyikan banyak hal… dan ia tidak mau memaksa Clara membicarakan dengan nya. ia hanya ingin membangun perasaan dengan Clara secara pelan-pelan tapi mengandung kesan yang dalam untuk nya.
penasaran bangetttttttt🤭