Annisa Dwi Az Zahra gadis periang berusia 20 tahun yang memutuskan ingin menikah muda dengan lelaki pujaannya yang bernama Rian Abdul Wahab, namun kenyataan pahit harus diterima ketika sebuah tragedi menimpanya.
Akankah Nisa bertemu bahagia setelah masa depan dan impiannya hancur karena tragedi yang menimpanya?
"Kini aku sadar setelah kepergianmu aku merasa kehilangan, hatiku hampa dan selalu merindukan keberadaanmu, aku telah jatuh cinta tanpa kusadari" Fahri
"Kamu laki-laki baik, demi kebaikan kita semua tolong lepaskan aku, karena bertahan pun bukan bahagia dan pahala yang kita dapat melainkan Dosa" Nisa
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon 𝐈𝐩𝐞𝐫'𝐒, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15. Uang bukan segalanya
Astaghfirullah ini dadaku kenapa, plis jantung tetaplah sehat.
Nisa komat-kamit sambil mengusap muka yang merona tanpa permisi untung saja keadaan sekeliling Musholla sedang sepi karena kebanyakan sudah pada selesai Sholatnya.
"Mau sampai kapan senyum-senyum ditembok? kesambet baru tau! cepetan ambil wudhu dulu kita sholat bareng."
Yuli yang baru keluar toilet mengagetkan Nisa.
"Astaghfirullah, ya Allah beri hamba kesabaran menghadapi orang satu ini." Nisa mengelus dada sambil mendelik ke arah Yuli yang melenggang tanpa rasa bersalah didepannya.
Nisa pun masuk ke dalam toilet untuk mengambil wudhu kemudian masuk ke Musholla menyusul Yuli yang sudah siap dengan mukenanya.
Setelah selesai melaksanakan Sholat Nisa dan Yuli keluar dari Musholla dengan wajah cerah berseri memancarkan kecantikan alami, mereka berjalan bersisian dan tidak lepas dari canda dan tawa, walaupun keseharian mereka seringnya dipenuhi dengan perdebatan yang menjadi ciri khas mereka namun sejatinya persahabatan keduanya sudah seperti saudara kandung.
"Ca, besok teteh gak ikut pengajian rutin soalnya mau ke Bogor kakak sepupu mau nikahan hari Sabtu jadi besok pulang ngajar langsung prepare, berangkat habis Ashar."
Yuli memberi tahu Nisa kalau besok Ia bakal absen di pengajian rutin yang biasa diadakan tiap hari Jum'at oleh Yayasan yang menaungi Madrasah tempat mereka mengajar.
"Wah besok kesepian dong aku, tidak ada kakanda yang akan menemani hariku, jangan lupa pulang bawa oleh-oleh calon kakak ipar ya, aku doa'in teteh cepet ketularan dapat jodoh juga. Btw berapa hari disana nya teh?"
"Halah lebay, hari Minggu baru pulang soalnya ortu mau keliling dulu ngunjungi saudara-saudara yang disana mumpung sekalian kesana, tau sendiri ortuku jarang ada waktu buat silaturahmi, kebanyakan waktunya mereka habiskan ditoko."
Yuli menoyor lengan Nisa yang terkesan lebay tadi, Ia juga mengeluhkan kedua orangtuanya yang jarang memiliki waktu buat keluarga bahkan Ia pun sering merasa kesepian dirumah yang sehari-harinya hanya ditemani ART.
Terkadang Ia merasa iri dengan orang-orang yang bisa kesana kemari menghabiskan waktu bersama orang tua, pernah Ia komplain pada orangtuanya meminta waktu pas weekend agar mereka dirumah saja tidak usah ke toko biar para pegawainya saja yang jaga, namun jawaban yang didapat malah membuat Ia kecewa dan tidak ingin berharap atau protes lagi apapun yang Ia alami dan rasakan cukup hanya dirinya yang tau.
"Mama sama Papa tidak ada waktu buat kamu itu justru karena menyayangimu nak, kami sibuk mencari uang buat masa depan kamu, kami punya harta buat siapa coba kalau bukan buat anak, kalau kesepian jalan-jalan ke mall shopping sana jangan jadi kutu buku terus, kamu mau apapun juga bisa beli coba kalau kita tidak punya uang gak bakal bisa apa-apa." Ucapan kedua orang tuanya yang menganggap bahwa uang adalah segalanya membuatnya patah hati bahkan terngiang-ngiang sampai sekarang.
Namun Ia selalu berusaha menepis rasa kecewanya.
Selama kakakmu belum nikah mungkin aku tidak akan jatuh cinta juga pada orang lain Ca, karena hatiku hanya terpaut pada kakakmu namun sayangnya aku tidak pernah dilirik, ternyata sebegini nyeseknya kalau mencintai dalam diam.
Yuli meratapi nasibnya yang mencintai seseorang dalam diam yaitu Arman kakak dari sahabatnya itu. Ia hanya mampu mencurahkan kegalauannya dalam hati karena tidak ingin diketahui orang lain dan berujung dikasihani.
Semenjak mengenal dan bersahabat dengan Nisa, hampir setiap ada hari libur Yuli sering main dan menghabiskan waktu di rumah Nisa, kurangnya perhatian dan kasih sayang dari orangtuanya yang sibuk dengan toko kelontongnya membuat Ia nyaman berada ditengah keluarga Nisa yang berlimpah kasih sayang dan perhatian. Kedekatannya dengan keluarga Nisa sudah Ia anggap seperti keluarga sendiri begitu pun dengan keluarga Nisa yang menerima dan menganggapnya sudah seperti putri mereka.
Seiring waktu berjalan dan seringnya bertemu serta berinteraksi dengan Arman yang pembawaannya kalem namun tegas dan penyayang terhadap keluarga apalagi sama adiknya yaitu Nisa membuat benih-benih cinta bermunculan dihati Yuli, dalam diri Arman Ia menemukan sosok yang sangat Ia butuhkan dan idolakan yaitu dewasa, tegas dan penyayang. Namun sikap Arman padanya yang tidak pernah ada lebihnya selain dari sikap seorang kakak terhadap adik membuatnya perlahan-lahan menjaga jarak dengan Arman. Tapi apes hatinya malah tidak bisa diajak bersahabat dan berkompromi semakin Ia ingin melupakan semakin kuat juga rasa yang tumbuh dihatinya.
🍁🍁🍁
"Bu. Nanti ibu mau hadiah apa dari Ri? bilang saja apa yang ibu butuh dan ibu inginkan Insya Allah ada rezekinya." Rian menatap sang ibu yang sedang menyendokkan nasi kemulutnya. Sudah menjadi jadwal tetap, mereka makan malam setelah Rian pulang dari mesjid menyelesaikan sholat Isya. Rian bertanya karena Ia ingin memberikan hadiah dihari ulang tahun ibunya yang jatuh pada hari Minggu besok yang tinggal dua hari lagi sesuai dengan apa yang diinginkan dan dibutuhkan ibunya biar terpakai dan bermanfaat, karena setiap ulang tahun Ia membelikan perhiasan buat hadiah tapi tidak pernah terlihat dipakai.
Ia paham dengan sifat sang ibu yang sederhana, tidak suka memakai barang atau perhiasan yang berlebihan, tetapi selalu ada yang mengganjal dalam hati takut ibunya menginginkan sesuatu namun tidak berani berterus terang.
"Tidak usah. Ibu tidak ingin hadiah barang, perhiasan atau apapun itu sejenisnya, yang ibu inginkan dan harapkan dari anak-anak ibu hanya do'a, Supaya ibu panjang umur dan bisa melihat kalian bahagia dengan kehidupan dan keluarga kalian masing-masing. Ibu ingin menghabiskan sisa usia dengan bermain sama cucu." Jawab bu Widya sambil berkaca-kaca, terharu dengan perhatian dan kasih sayang anak laki-lakinya yang begitu besar untuknya.
"Jangan khawatir Bu, Di setiap hela nafas Ri selalu mendoakan yang terbaik untuk ibu, terimakasih banyak sudah menjadi ibu terbaik buat Ri dan kak Rena." Rian bangkit kemudian memeluk ibunya dari samping kemudian mencium punggung dan telapak tangan kanan sang ibu penuh penghayatan mencurahkan dan mewakili segala rasa dalam diri.
Bu Widya mengelus puncak kepala putra kesayangannya, tak bisa dibendung air matanya menetes, Acara makan malam pun jadi berubah hening karena haru yang menyeruak.
"Ri. bisa bantu ibu tidak? ibu ingin mengundang Caca dan ibunya sekalian biar ibu kenal, masa ibu mengenal baik anaknya tapi tidak kenal dengan ibunya gimana nanti kalau kami bertemu atau papasan dijalan tidak saling menyapa gara-gara tidak kenal. Ibu punya rencana meminta Caca datang pagi-pagi kesini biar ibu bisa mengajaknya masak bareng, Ibunya biar habis Dzuhur saja diundangnya dadakan syukur-syukur bisa sekeluarga, tapi jangan kasih tau kalau hari itu ibu ulang tahun, ibu tidak mau Dia bawa kado, kasih taunya kalau sudah disini saja."
Bu Widya mengutarakan keinginan dan rencananya pada Rian.
"Ibu tadi sudah meneleponnya sekitar jam dua kurang, kirain sudah dirumah ternyata masih rapat dan ibu bilang nanti nelepon lagi malam saja, habis ini ibu mau nelepon Caca kalau nanyain mau ada apa bilangin ada pesanan kue saja terus ibu keteteran karena yang bantuin cuma satu orang, gak apa-apa sekali ini saja bohong, bisa kan?"
Bu Widya menatap Rian yang menyendokkan nasi suapan terakhir ke mulutnya kemudian diakhiri minum.
"Iya Insya Allah gampang kalau cuma itu" Rian menganggukkan kepalanya kemudian berdiri membawa piring kotor ke dapur dan menyimpannya diwastafel.
Semenjak ada ART dirumah Ia tidak pernah lagi mencuci piring bekasnya makan karena pernah diawal-awal ada ART kebiasaan setelah makan Rian mencuci piring sendiri, keesokan harinya sang ART mengeluh tidak betah bekerja di rumah Bu Widya karena pekerjaannya terlalu ringan dan banyak istirahat, seperti makan gaji buta ujarnya. Padahal Rian mempekerjakannya juga bukan semena-mena karena ingin berpangku tangan dalam pekerjaan rumah, Ia mempekerjakan ART supaya ibunya tidak kesepian disaat Ia tinggal kerja. Kalau untuk masalah pekerjaan rumah sebenarnya masih ketangani oleh sang ibu kecuali kalau ada pesanan kue. Karena di keluarganya walaupun berkecukupan tetapi sedari Ia dan kakaknya kecil ibunya dan Alm sang ayah selalu memberikan contoh untuk mengerjakan tugas rumah secara gotong royong saling bantu dan tidak saling mengandalkan.
Setelah Rian pergi kedapur Bu Widya senyum sendiri kemudian mengusap muka dengan kedua telapak tangannya meng Aamiinkan Do'a yang Ia panjatkan dalam hati, berharap rencananya membuahkan hasil.
🍁🍁🍁
Bahagia itu pilihan dan diciptakan bukan dicari, maka dari itu selagi ada kesempatan untuk memilih maka pilihlah jalan yang bisa membantumu menciptakan bahagia sesuai versimu tapi tidak menyakiti orang lain. Dan yang pasti walaupun semuanya membutuhkan uang, tapi percayalah tidak semua bisa dibeli dengan uang termasuk kebahagiaan dan kasih sayang . 😊
jagain fahri atuhhh
masih membanggongkan ceritanya😯