NovelToon NovelToon
Star Shine The Moon

Star Shine The Moon

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / Cinta Murni
Popularitas:515
Nilai: 5
Nama Author: Ulfa Nadia

Setelah kecelakaan misterius, Jung Ha Young terbangun dalam tubuh orang lain Lee Ji Soo, seorang wanita yang dikenal dingin dan penuh rahasia. Identitasnya yang tertukar bukan hanya teka-teki medis, tapi juga awal dari pengungkapan masa lalu kelam yang melibatkan keluarga, pengkhianatan, dan jejak kriminal yang tak terduga.

Di sisi lain, Detektif Han Jae Wan menyelidiki kasus pembakaran kios ikan milik Ibu Shin. Tersangka utama, Nam Gi Taek, menyebut Ji Soo sebagai dalang pembakaran, bahkan mengisyaratkan keterlibatannya dalam kecelakaan Ha Young. Ketika Ji Soo dikabarkan sadar dari koma, penyelidikan memasuki babak baru antara kebenaran dan manipulasi, antara korban dan pelaku.

Ha Young, yang hidup sebagai Ji Soo, harus menghadapi dunia yang tak mengenal dirinya, ibu yang terasa asing, dan teman-teman yang tak bisa ia dekati. Di tengah tubuh yang bukan miliknya, ia mencari makna, kebenaran, dan jalan pulang menuju dirinya sendiri.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ulfa Nadia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

제33장

Ha Young melangkah masuk ke bar yang telah disepakati sebagai tempat pertemuan mereka. Pencahayaan temaram memantulkan siluet tubuh Hee Jae yang duduk di sudut, menatap kosong ke arah gelas wine di depannya. Ia tampak tenggelam dalam pikirannya, dan Ha Young bisa langsung menangkap ada sesuatu yang berbeda. Tanpa ragu, ia mendekat dan duduk di sebelahnya. Begitu menyadari kehadiran Ha Young, Hee Jae langsung memeluknya erat, seolah tak mampu menahan rasa bersalah yang telah lama mengendap.

Ha Young terkejut, pelukan itu bukan hal biasa. Tapi di balik kebingungannya, ada kehangatan yang membuatnya tersenyum. Ia melepaskan pelukan itu perlahan. “Eoppa, kau memelukku saat aku tiba... apa kau sangat merindukanku?” tanyanya lembut. Hee Jae hendak menjawab, namun suaranya tertahan. Ia buru-buru menghapus air mata yang mengalir di pipinya, tapi Ha Young sudah melihatnya. Senyumnya pun memudar, digantikan oleh kekhawatiran yang perlahan tumbuh.

“Apa terjadi sesuatu? Kenapa eoppa menangis?” tanya Ha Young, suaranya pelan namun penuh dorongan. Hee Jae menggeleng, mencoba tersenyum. “Tidak, aku hanya sedang bahagia,” katanya, berbohong. Tapi Ha Young mengenalnya terlalu baik. Ia menatap botol wine di meja isinya tinggal setengah. Hee Jae bukan tipe yang minum tanpa alasan. Jika ia menyentuh alkohol, itu berarti ada sesuatu yang sedang ia sembunyikan.

“Eoppa,” ucap Ha Young dengan nada yang lebih dalam, “kau tidak perlu berpura-pura semuanya baik-baik saja. Aku di sini sekarang. Aku siap mendengarkan, jadi kau tak perlu menyembunyikannya lagi.” Kata-katanya menggantung di udara,

Hee Jae tersenyum kecil, senyum yang tak sepenuhnya menyembunyikan kegelisahan di matanya. “Kau memang keras kepala,” katanya pelan, lalu meneguk sisa minumannya. Ia menatap gelas wine di tangannya sejenak, seolah mencari keberanian di dasar cairan merah itu. “Masalahnya adalah…” ucapnya, suaranya menggantung di udara. Lalu ia menarik napas, menatap Ha Young dengan sorot mata yang tak bisa dibaca. “Aku sedang menyukai seseorang.”

Ha Young terdiam, jantungnya berdetak lebih cepat. “Benarkah?” tanyanya, berusaha terdengar santai. “Apa aku boleh tahu siapa gadis yang Eoppa sukai?” Ia mencoba tersenyum, tapi kegugupan mulai menyusup ke dalam suaranya. Harapan tumbuh diam-diam di hatinya. Mungkinkah ini tentang dirinya? Mungkinkah pelukan tadi bukan sekadar pelarian, tapi pengakuan? Ia menahan napas, menunggu jawaban yang bisa mengubah segalanya.

“Gadis yang kusukai adalah… Lee Ji Soo,” jawab Hee Jae akhirnya.

Seperti angin dingin yang menerpa di tengah musim semi, kata-kata itu menghantam Ha Young tanpa ampun. Harapannya runtuh seketika, seperti kaca yang pecah tanpa suara. Ia menatap Hee Jae yang masih tersenyum, senyum yang kini terasa jauh dan tak terjangkau. Hatinya seperti diiris sembilu, pelan namun menyakitkan. Ia tak pernah menyangka bahwa perasaan yang ia simpan dengan hati-hati akan berakhir sebagai cinta yang tak berbalas.

Di dalam dirinya, impian tentang Hee Jae mulai memudar. Ia pernah membayangkan berjalan di sampingnya, menjadi tempat pulang, menjadi seseorang yang dipilih. Tapi malam itu, kenyataan berkata lain. Ia hanya bisa menatap pria itu dengan mata yang tak lagi bersinar, menyadari bahwa kisah yang ia harapkan... harus berakhir di sini.

Hee Jae menundukkan kepalanya ke atas meja, tubuhnya terasa berat, pikirannya kabur oleh alkohol yang sudah terlalu banyak ia minum. Matanya terpejam, berpura-pura tidur, seolah ingin menghindari kenyataan yang baru saja ia ungkapkan. Di hadapannya, Ha Young masih duduk diam, memandangi pria yang selama ini ia simpan dalam hatinya.

Namun luka itu terlalu dalam. Harapan yang sempat tumbuh kini telah layu, dan senyum yang tadi sempat muncul telah lenyap tanpa jejak. Ha Young berdiri perlahan, menatap Hee Jae untuk terakhir kalinya. Wajah itu, yang dulu membuatnya berdebar, kini hanya menyisakan rasa perih yang tak tertahankan.

Ia melangkah pergi tanpa suara, membiarkan langkahnya menjauh dari bar dan dari mimpi yang tak pernah menjadi nyata. Ia tak sanggup lagi duduk di sana, menatap punggung seseorang yang hatinya telah memilih orang lain. Malam itu, Ha Young belajar bahwa cinta tak selalu datang dengan jawaban yang diharapkan dan kadang, yang tersisa hanyalah keberanian untuk pergi.

Di sisi lain kota, Ji Soo berjalan dengan langkah pelan, seolah setiap tapaknya menanggung beban yang tak terlihat. Hatinya dipenuhi kesedihan yang tak terdefinisi, sejak kebenaran itu terungkap bahwa ibu tiri yang selama ini ia benci ternyata adalah ibu kandungnya. Tes DNA ulang yang ia lakukan membenarkan segalanya, persis seperti yang dikatakan Shin Hae Sung. Tapi kenapa kebenaran itu terasa begitu menyakitkan? Bagaimana bisa wanita yang selama ini ia tolak adalah darah dagingnya sendiri? Kepalanya terasa nyeri, dadanya sesak, dan napasnya tercekat oleh pertanyaan yang tak kunjung menemukan jawaban.

Ia berhenti di tepi pagar pembatas antara jalan dan taman, membungkuk sambil memegangi dadanya yang terasa seperti diremas dari dalam. Air matanya jatuh tanpa suara. “Kenapa? Kenapa aku begini? Bagaimana bisa ini terjadi padaku?” bisiknya lirih, mencoba memahami kenyataan yang terlalu pahit untuk diterima. Apakah ayahnya tahu? Lalu siapa sebenarnya ayah kandungnya pria yang membesarkannya dengan kasih sayang, atau CEO Jung yang selama ini hanya menjadi bayangan kelam dalam hidupnya? Pertanyaan itu menggema di kepalanya, membuat langkahnya terasa semakin berat.

Tanpa sadar, langkahnya membawanya ke depan kantor polisi Seoul. Ia berdiri di sana, bingung, hingga matanya menangkap sosok yang familiar Han Jae Wan baru saja turun dari mobil bersama Min Seok. Ji Soo mencoba memanggilnya pelan, “Jae Wan-ah…” tapi suaranya terlalu lemah untuk menjangkau pria itu. Ia mencoba lagi, kali ini lebih lantang, “Han Jae Wan!” Suara itu membuat Jae Wan menoleh, begitu pula Min Seok. Menyadari siapa yang memanggil, Min Seok berkata, “Aku masuk duluan ya,” lalu pergi menjauh, memberi ruang bagi Ji Soo dan Jae Wan.

Jae Wan menghampiri Ji Soo yang berdiri diam, matanya masih basah. “Ji Soo-ya, apa yang kamu lakukan di sini?” tanyanya lembut. Ji Soo tak menjawab, hanya melangkah maju dan memeluknya erat. Jae Wan tertegun, merasakan ada yang tak beres dari sikap gadis itu. Ia melepaskan pelukan itu perlahan, menoleh ke sekeliling. “Ji Soo-ya, ini kantor polisi. Tidak enak dilihat orang banyak,” ujarnya pelan. Tapi saat ia melihat air mata Ji Soo yang kembali menetes, kekhawatiran pun tumbuh. “Kamu kenapa? Kenapa kamu menangis?”

Ji Soo tetap diam, tak mengucapkan sepatah kata pun. Namun air matanya mengalir deras, membungkam segala kemungkinan untuk berpura-pura kuat. Melihat itu, Jae Wan semakin khawatir. Ia menatap wajah Ji Soo yang penuh luka, lalu berkata pelan, “Baiklah, mari kita bicara di luar.” Ia mengajak Ji Soo menuju sebuah kafe kecil tak jauh dari kantor polisi, berharap suasana yang lebih tenang bisa membuka ruang bagi kejujuran.

Namun saat Jae Wan melangkah keluar dari gerbang kantor, pandangannya tertumbuk pada sosok wanita yang berdiri diam di depan gerbang. Tatapannya tajam, seolah menembus lapisan pikirannya. Semakin dekat, Jae Wan mulai mengenali wajah itu. Ia menoleh pada Ji Soo sebentar. “Sebentar, Ji Soo-ya,” ucapnya, lalu melangkah mendekati wanita itu.

“Bukankah kau wanita peramal di pasar malam itu?” tanya Jae Wan, suaranya datar namun penuh rasa ingin tahu.

Wanita itu mengangguk pelan. “Percaya atau tidak, aku datang kemari untuk mengingatkanmu. Jika kau ingin wanita itu selamat, pastikan ia tidak keluar malam ini.”

Jae Wan menghela napas, tak bisa menyembunyikan ketidaksenangannya. “Aku tidak percaya ramalan seperti itu,” ujarnya sambil berbalik, hendak kembali ke Ji Soo.

Namun suara cenayang itu kembali memanggil, kali ini lebih tajam. “Kau mungkin akan menyesal jika tak mendengar perkataanku. Aku sudah memperingatkanmu!” serunya. Lalu, dengan nada yang lebih dalam, ia menambahkan, “Aku juga melihatmu menangisinya... sama seperti saat kau menangis di pemakaman ibumu.”

Langkah Jae Wan terhenti. Kata-kata itu menembus pertahanannya. Ia menoleh perlahan, matanya mulai dipenuhi keraguan. “Apa maksudmu?” tanyanya, suaranya nyaris berbisik.

“Aku tak bisa memastikan,” jawab cenayang. “Itu bukan kehendakku. Tapi jika kau ingin mencegahnya, kau masih punya waktu.”

Jae Wan berdiri terpaku, pikirannya berkecamuk. Ia tak tahu apakah harus percaya, tapi bayangan tentang kehilangan tentang Ha Young, tentang ibunya membuat dadanya terasa sesak. Malam itu, ramalan yang tak diinginkan mulai mengusik langkahnya, dan pilihan yang harus ia ambil... tak lagi sesederhana sebelumnya.

Di sebuah kafe kecil tak jauh dari kantor polisi, Jae Wan dan Ji Soo duduk berhadapan. Suasana di antara mereka terasa sunyi, meski suara musik pelan mengalun dari sudut ruangan. Ji Soo masih diam, matanya menatap kosong ke arah cangkir di depannya. Jae Wan menunggu dengan sabar, sorot matanya penuh kekhawatiran. Ia tahu ada sesuatu yang ingin Ji Soo katakan, sesuatu yang berat.

“Aku tahu ini agak keterlaluan... padahal kita sudah putus,” ujar Ji Soo akhirnya, suaranya pelan namun jelas.

“Ji Soo-ya, kamu tidak perlu cemas. Katakan saja apa yang membuatmu seperti ini,” balas Jae Wan lembut.

Namun sebelum Ji Soo sempat melanjutkan, perasaan tak nyaman mulai menjalar dalam diri Jae Wan. Kata-kata cenayang di depan kantor polisi tadi kembali terngiang. Bayangan tawa Ha Young malam itu muncul begitu saja, dan rasa cemas mulai menguasai pikirannya. Ji Soo yang duduk di hadapannya seolah menghilang dari fokusnya. Yang tersisa hanyalah satu pertanyaan yang bergema di benaknya: Apakah Ha Young baik-baik saja saat ini?

Tak tahan dengan kegelisahan yang semakin menyesakkan, Jae Wan tiba-tiba berdiri. Ji Soo terkejut, menatapnya dengan bingung.

“Mianhae, Ji Soo-ya... aku harus pergi. Ada hal yang harus aku pastikan,” ucap Jae Wan, lalu berbalik meninggalkan kafe.

Ji Soo segera menyusul, menarik lengan Jae Wan dengan emosi yang mulai meledak. “Apa urusan lain lebih penting daripada aku?” tanyanya, suaranya bergetar.

“Ini sangat penting. Aku sudah berjanji padanya untuk melindunginya,” jawab Jae Wan, singkat namun tegas.

“Kamu kenapa? Kamu berjanji pada siapa? Ingin melindungi siapa?” Ji Soo menatapnya dengan wajah bingung dan cemas.

Jae Wan tak menjawab. Ia hanya menatap Ji Soo sejenak, lalu kembali melangkah pergi. Tapi pikiran Ji Soo mulai bergerak cepat. Ia teringat beberapa momen kebersamaan Jae Wan dengan Ha Young meski ia yakin Ha Young menyukai Hee Jae, ia lupa bahwa hati Jae Wan adalah ruang yang tak pernah ia miliki sepenuhnya.

Ji Soo kembali mengejar, dan saat mereka tiba di persimpangan jalan, ia bertanya dengan suara yang nyaris pecah, “Kamu tidak mungkin berjanji akan melindungi... Jung Ha Young, kan?”

Jae Wan menoleh sesaat, matanya tak memberi jawaban, lalu kembali berjalan menuju kantornya.

Ji Soo berdiri terpaku. Diamnya Jae Wan adalah jawaban yang paling menyakitkan. Ia tak menyangka bahwa perasaan Jae Wan bisa berubah secepat itu. Pria yang dulu menjadi pusat hidupnya kini berjalan menjauh, membawa harapan yang baru bukan untuknya. Dan Ji Soo tahu, malam itu, sesuatu dalam dirinya telah runtuh.

1
knovitriana
update Thor, saling support
Xia Lily3056
Gemesin banget si tokoh utamanya.
Muhammad Fatih
Membuat terkesan
🥔Potato of evil✨
Aku bisa merasakan perasaan tokoh utama, sangat hidup dan berkesan sekali!👏
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!