 
                            Keputusan gegabah membuat Sekar harus menderita, suami yang ia terima pinangannya 5 tahun lalu ternyata tak membawanya ke dalam kebahagiaan. Sekar harus hidup bersama ibu mertua dan kedua iparnya yang hanya menganggapnya sebagai pembantu.
Sekar yang merasa terabaikan akhirnya memilih kabur dan menggugat suaminya. Bagaimana kisah selanjutnya?
Ikuti ceritanya setiap episode. Aku mohon jangan di lompat. Terima kasih 🙏🏼
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mami Al, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagian Keenam
Lastri dan anak-anaknya pulang setelah jam 7 malam. Mereka tampak kelelahan tetapi senyuman tetap terpancar. Apalagi Ayu mentraktir makan malam di restoran saat dipertengahan jalan menuju rumah.
"Sekar, pijat kaki, Ibu!" perintah Lastri. Ia duduk di karpet dengan kaki selonjoran.
Sekar dengan patuh duduk dan memulai memijat kaki mertuanya.
"Aku mau mandi, nanti buatkan teh hangat!" Reno juga memberikan peringatan.
"Iya, Mas!" kata Sekar dengan pelan.
"Buatkan untuk kami juga, Kak!" sahut Lala.
Sekar mengangguk mengiyakan.
"Bu, apa pantainya sangat bagus?" tanya Sekar yang ingin mengetahuinya.
"Semua pantai sangat indah," jawab Lastri.
"Lain kali ajak aku dan Arya, ya, Bu?" pinta Sekar.
"Ya, lain kali kami akan ajak. Itupun, kalau ada yang mau mengajak kita ke pantai lagi!" kata Lastri.
"Memangnya pantainya jauh?" tanya Sekar penasaran.
"Dekat, cuma setengah jam gitu perjalanannya," jawab Lastri lagi.
"Padahal kalau aku dan Mas Reno naik motor juga bisa," celetuk Sekar menyinggung.
"Tapi, Kak Ayu enggak mau ajak Kak Sekar!" sahut Lulu.
"Kami dibayarin makan siang dan malam, Kak. Kalau Kak Sekar ikut, Kak Ayu enggak mau mentraktir kami!" kata Lala menimpali.
"Kenapa?" tanya Sekar dengan polos.
"Sudahlah, Sekar. Jangan banyak bertanya!" sergah Lastri.
Sekar pun terdiam.
"Kamu itu tak pantas ikut kami jalan-jalan!" kata Lastri kesal karena menantunya terus bertanya.
Dikamar tidur, Sekar merebahkan tubuhnya di samping suaminya. Ia melihat pria itu belum memejamkan matanya.
"Mas, bagaimana tadi di pantai? Seru?" tanya Sekar.
"Ya, begitulah," jawab Reno.
"Apa Mas Reno main air di pantai?" tanya Sekar lagi.
"Namanya pantai, aku juga main air," jawab Reno.
"Apa Mas Reno senang?" Sekar kembali bertanya.
"Tidak juga. Tak ada teman-temanku," jawab Reno lagi.
"Mas Reno enggak mau ajak aku dan Arya ke pantai?" pancing Sekar. Ia ingin mengetahui suaminya memiliki niat membahagiakan dirinya dan anaknya atau tidak.
"Aku enggak punya uang. Jalan-jalan ke pantai butuh duit, bukan hanya bawa badan saja!" kata Reno beralasan.
"Seandainya Mas Reno punya uang, apa enggak kepingin ajak kami?" tanya Sekar yang berharap diajak jalan-jalan oleh suaminya.
"Aku tuh kepingin beli hape seperti orang-orang, menelepon bisa lihat wajahnya. Dan aku lihat Ayu sudah punya," jawab Reno yang membayangkan memakai ponsel terbaru.
Sekar pun terdiam. Ia berharap suaminya mengeluarkan kata-kata yang menyejukkan hatinya bukan keinginan mewah.
****
Cucian pakaian Sekar pagi ini sangat banyak karena keluarga suaminya kemarin melakukan liburannya di pantai. Alhasil, Sekar lebih lama menghabiskan waktu di kamar mandi.
"Sekar, mana sarapan buat Reno?" teriak Lastri memanggil.
Sekar yang mendengar lantas bangkit dari tempat duduknya dan bergegas menghampiri ibu mertuanya.
"Kamu tidak masak sarapan hari ini?" tanya Lastri dengan nada sedikit emosi.
"Enggak, Bu. Berasnya habis," jawab Sekar.
"Kenapa tidak kamu beli?" Lastri sangat marah mendengar jawaban menantunya.
"Uangnya tidak ada, Bu. Aku sudah minta Mas Reno, katanya uangnya tinggal sedikit. Belum gajian," ucap Sekar menjelaskan. Sebelum suaminya naik ke ranjang, Sekar telah menanyakan uang belanja buat esok hari. Tetapi, jawaban Reno tunggu gajian. Sekar disuruh mencari pinjaman.
"Kenapa kamu tidak minta uang pada Ibu?" tanya Lastri yang kesal menantunya bukan berusaha bagaimana caranya agar dapat membuat sarapan.
"Memangnya Ibu kasih kalau aku minta?" tanya Sekar memastikan.
"Kamu tetap menggantinya kalau Reno gajian," jawab Lastri.
"Kalau itu sama saja bohong!" Sekar membatin.
Lastri masuk ke kamarnya, beberapa detik kemudian ia balik menghampiri Sekar dan menyodorkan uang 20 ribu.
"Banyak sekali, Bu!" kata Sekar.
"Besok Reno sudah gajian, beli beras sekilo saja. Lalu kamu belikan ayam setengah kilo, Lala mau makan ayam goreng!" ucap Lastri.
"Berarti nanti aku hanya mengganti uang berasnya saja, ya, Bu?" tanya Sekar.
"Enak saja. Kamu harus mengganti dua puluh ribu juga," jawab Lastri.
"Yang makan ayam goreng 'kan cuma Lala saja," kata Sekar.
"Iya, tapi Lala itu tanggung jawab Reno karena dia adalah anak tertua di rumah ini!" ucap Lastri menyindir Sekar agar tak banyak menuntut.
"Kalau begitu Arya boleh juga, ya, Bu. Dia 'kan anaknya Mas Reno," singgung Sekar.
"Enggak. Arya itu tanggung jawab kamu, kalau mau kasih makan anakmu yang enak makanya kamu kerja!" sindir Lastri lagi.
Tak mau memperpanjang perdebatan, Sekar kemudian pamit ke warung. Namun, langkahnya terhenti ketika berpapasan dengan suaminya.
"Sekar, mau ke mana?" tanya Reno yang baru selesai mandi.
"Aku mau ke warung, Mas. Beras kita habis, jadi aku mau masak," jawab Sekar.
"Kelamaan kalau mau masak lagi keburu terlambat kerja," kata Reno.
"Terus kamu enggak sarapan?" tanya Lastri.
"Belikan sarapan aku di tempat Pak Karman," jawab Reno.
"Mas 'kan enggak punya uang," kata Sekar.
"Aku masih punya uang, kok!" ucap Reno.
"Bukankah Mas Reno bilang enggak punya uang untuk beli beras?" Sekar mengingatkan ucapan suaminya tadi malam.
"Kalau buat makan kita memang enggak ada lagi. Tapi, 'kan aku butuh uang pegangan. Jika aku kepingin sesuatu tak perlu merepotkan kalian!" kata Reno beralasan. Padahal, ia enggan menyerahkan semua uangnya kepada istrinya.
"Ya sudah, mana uangnya?" Sekar sepertinya pasrah dengan nasibnya. Ia tak mau banyak bertanya mengenai uang suaminya lari kemana saja. Apalagi, mertua dan iparnya yang menganggap ia dan putranya adalah orang lain.
Reno merogoh kantong celananya mengeluarkan uang 5 ribu. "Pakai ikan goreng aja!"
"Iya." Sekar kemudian berlalu.
Tujuan pertamanya adalah warung nasi Pak Karman. Di sana, ia harus mengantri karena ramainya pembeli. Maklum, hari biasa banyak pekerja dan anak sekolah yang sarapannya lebih awal.
"Kak Sekar, lama sekali?" Lulu datang marah-marah karena sudah 10 menit Sekar keluar rumah dan Reno mau buru-buru berangkat kerja. Makanya, ia disuruh Lastri menyusul kakak iparnya.
Semua mata tertuju kepada gadis itu.
"Masih ngantri, Lu." Sekar memberikan alasan.
"Kak Sekar 'kan bisa minta cepat!" kata Lulu.
"Enggak bisa gitu, Lu. Kita harus antri!" jelas Sekar lagi.
"Halah, alasan saja. Biar Kak Sekar bisa berlama-lama menggosip!" tuding Lulu.
"Eh, Lulu. Yang beli di warung ini bukan Sekar saja, jadi harus sabar antri!" Bu Lilis juga mau membeli sarapan jadi kesal dengan sikap Lulu memarahi Sekar.
Lulu yang ditegur tetangganya lantas berlalu dengan wajah cemberut.
"Huuu......!!! beberapa pembeli menyoraki Lulu yang bersikap tak sopan dengan kakak iparnya.
"Sekar, adik iparmu itu lama-lama kurang ajar juga!" kata Bu Lilis.
Sekar tak menanggapi perkataan Bu Lilis, ia takut jika salah bicara ibu mertuanya akan memarahinya.
"Kamu kalau cari perempuan, jangan seperti adik iparnya Sekar. Memang cantik, tapi pemalas dan angkuh!" kata Bu Karman kepada Ryan dengan suara pelan. Keduanya menyaksikan Sekar diperlakukan tak baik oleh Lulu.
"Ya, Bi. Aku akan hati-hati memilih cari calon istri!" ucap Ryan.