FB Tupar Nasir, ikuti FB nya ya.
Diam-diam mencintai kakak angkat. Namun, cintanya tidak berbalas. Davira, nekad melakukan hal yang membuat seluruh keluarga angkatnya murka.
Letnan Satu Arkaffa Belanegara, kecewa dengan kekasihnya yang masih sesama anggota. Sertu Marini belum siap menikah, karena lebih memilih jenjang karir yang lebih tinggi.
Di tengah penolakan sang kekasih, Letnan Arkaffa justru mendapat sebuah insiden yang memaksa dia harus menikahi adik angkatnya. Apa yang terjadi?
Yuk kepoin.
Semoga banyak yang suka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasna_Ramarta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33 Menemui Arda
Notif pesan di ponsel Davira berbunyi, dia segera meraih ponsel itu dari dalam tas sampirnya. Sejenak Davira terkejut, sebab yang mengirimkan pesan adalah Arda.
Dua hari Davira tidak mengaktifkan ponselnya, sekali diaktifkan pesan WA dan panggilan tak terjawab dari Arda datang beruntun.
Hati kecilnya merasa bersalah. Bagaimanapun, Arda merupakan laki-laki yang baik. Dia sudah membantunya selama dia kesulitan. Arda juga sangat perhatian.
Namun, perhatian Arda yang berlebih ketika dia mengungkapkan perasaannya terhadapnya, hanya mampu diterima Davira sebagai perhatian biasa, tidak lebih.
Sebenarnya ada hal yang mengganjal hatinya, yaitu kepergiannya karena dipaksa Kaffa, sudah barang tentu mengudang rasa heran dan khawatir Arda. Terlebih setelah tiga hari berlalu, Davira belum menghubungi Arda untuk sekedar menyampaikan kalimat basa-basi kenapa dia belum kembali.
"Pesan dari Mas Arda. Mas Arda pasti khawatir dan penasaran ke mana aku pergi. Ya Allah, aku harus bagaimana? Aku harus menemui Mas Arda untuk membicarakan hal ini. Lagipula aku belum berpamitan padanya," gumamnya gundah.
Davira mulai membaca pesan pertama dari Arda.
"Vira, alhamdulillah akhirnya ponsel kamu aktif. Kamu baik-baik saja, kan? Apakah benar laki-laki yang membawamu itu adalah suami kamu? Maksud aku, pengakuan dia bahwa kamu istrinya apakah benar?"
"Vira, kalau dipikir-pikir laki-laki itu seperti pernah beberapa kali aku lihat. Dulu saat kamu masih kerja di toko buku Pak Herman, dan aku sering ke sana, aku sempat melihatnya dua kali. Jangan-jangan benar pria itu memang sedang mencari kamu. Soalnya aku seperti familiar dengan wajahnya."
"Vira, kalau kamu memang benar sudah menikah, setidaknya kamu harus pergi dengan baik-baik dari perusahaan ini. Untuk sementara aku bilang ke pihak HRD kalau kamu sedang pulang kampung menengok orang tua kamu."
"Oh ya, Vira. Sesungguhnya aku sama sekali tidak percaya kalau kamu sudah menikah. Untuk itu, jika kamu masih punya rasa tanggung jawab pada perusahaan ini, tolong datang untuk bicara baik-baik. Aku harap kamu baik-baik saja. Aku tunggu, ya."
Pesan-pesan itu dikirimkan Arda secara beruntun. Dada Davira seakan sesak seketika. Arda ternyata berulang kali menghubunginya. Pesan-pesan Arda begitu menyentuh hatinya.
Perhatian sekaligus kekecewaan Arda ketika dia mendengar pengakuan Kaffa kalau dirinya sudah menjadi istri orang, tersirat jelas dalam pesan-pesan itu. Davira merasa serba salah dan bingung apa yang harus dia lakukan?
"Mas Arda, dia juga bela-belain berbohong kalau aku sedang pulang kampung menengok orang tua. Ya Allah, aku harus bagaimana? Apa aku diam-diam temui dia tanpa sepengetahuan Kak Kaffa?" renungnya memikirkan langkah yang harus dia ambil.
"Atau aku hubungi dulu Kak Kaffa, dan bilang kalau aku mau mendatangi PT. Graha Sejahtera Sentosa?"
Davira masih bingung dan menimbang-nimbang bagaimana baiknya langkah yang dia ambil. Langkah yang terbaik memang menemui Arda dan PT.Graha untuk berpamitan dan pergi. Lalu apabila memilih pilihan yang kedua, yaitu pergi tanpa kata, justru dirinya akan dianggap orang yang tidak tahu terimakasih.
"Ya Allah, apa yang harus aku lakukan terlebih dahulu? Jika memberitahukan Kak Kaffa, dia pasti tidak akan memberi izinnya. Kemarin saja dia tidak suka melihat aku bersama Mas Arda."
Beberapa saat Davira termenung dan bingung di ruang tamu. Dia merasa kepikiran dengan Arda yang tentunya masih mengharapkan kehadiran dan itikad baiknya.
"Baiklah, baik buruknya aku tetap harus datang ke PT. Graha Sentosa untuk mengundurkan diri. Dan aku juga harus izin dari Kak Kaffa. Tapi, resikonya dia tidak akan mengizinkan."
Perang batin tengah melanda Davira, dia belum bisa memutuskan apa yang akan dia ambil?"
Davira mencari nomer kontak Kaffa yang tersimpan di kartu memori Hp. Setelah ketemu, jemarinya segera menekan tombol panggil.
Tangan Davira mendadak bergetar, ada rasa takut menyelimuti hatinya ketika nada sambung telpon itu tersambung.
"Tut tut tut."
Nada sambung masih terdengar, dan status di layar WA terlihat 'berdering', itu tandanya Hp Kaffa sedang aktif. Namun hampir kurang lebih satu menit, panggilan itu tidak diangkat Kaffa.
"Tidak diangkat."
Davira merasa kecewa, dia menatap layar ponsel dengan berbagai kecamuk rasa.
"Atau aku kirimkan pesan WA saja pada Kak Kaffa?" gumamnya masih berpikir mana yang terbaik.
Merasa sudah mendapatkan langkah yang terbaik menurutnya. Davira segera memainkan jemarinya, kemudian mengetik sesuatu, lalu dikirimkan pada Kaffa.
***
Sementara itu, Kaffa yang saat ini sedang berada di kesatuannya Rindam xxx, sedikit merasa terganggu dengan suara dering Hp nya. Deringnya seakan tidak sabar untuk segera diangkat.
Namun, karena ini jam sibuk, Kaffa tidak langsung menggubris panggilan tersebut. Akan tetapi, dering panggilan itu justru masih terdengar, hal ini membuat Kaffa khawatir jika dering ponselnya terdengar rekan satu ruangannya.
Kaffa merogoh ponselnya, dengan maksud mencari tahu siapa yang sedang menghubunginya.
"Nomer baru? Pasti orang iseng. Dasar kurang kerjaan, ganggu orang disaat jam sibuk. Pengganggu," omelnya.
Jemarinya dengan cepat bermaksud menekan tombol reject, akan tetapi dering panggilan itu keburu mati. Kaffa lega, tanpa jemarinya me-reject, dering panggilan yang menurutnya dari orang iseng itu keburu mati. Kaffa kembali meletakkan ponsel itu di dalam laci mejanya.
Kaffa kembali melanjutkan pekerjaannya. Di atas mejanya ada beberapa surat dari divisi lain yang harus segera ia selesaikan. Sementara telpon dari nomer asing tadi, sudah ia lupakan karena kesibukannya.
***
Di tempat berbeda, meskipun dengan hati yang tidak enak, Davira terpaksa melangkahkan kaki meninggalkan kediaman Kaffa yang baru satu malam dia tempati.
Karena merasa sudah meminta izin dan memberi tahu Kaffa akan kepergiannya, Davira akhirnya memberanikan diri pergi menemui PT Graha Sejahtera sekaligus Arda, dengan tujuan menyampaikan pengunduran dirinya dari perusahaan.
Pintu rumah sudah dikunci, lalu kuncinya ia sembunyikan di tempat yang tersembunyi. Setelah itu, ia segera bergegas meninggalkan rumah Kaffa untuk beberapa saat.
Singkat cerita, Davira baru saja menuruni angkot. Dia sudah tiba di depan PT. Graha Sejahteras Sentosa. Sebuah perusahaan yang sudah kurang lebih dua tahun memberinya kesempatan berkarya.
Tapi, kedatangannya kini bukan untuk bekerja melainkan untuk mengundurkan diri. Karena percuma dilanjutkan, Davira sudah memprediksi, jika dia melanjutkan bekerja, maka hubungannya dengan Kaffa akan semakin menegang. Terlebih Kaffa sampai saat ini belum mempercayainya kalau dirinya masih terjaga kehormatannya.
Davira memasuki PT, lewat pintu samping. Dia akan menghubungi Arda lebih dulu sebelum ia memasuki perusahaan.
"Davira."
Suara Arda menggema, terdengar jelas rasa bahagia dalam getarannya. Davira menoleh, dengan gerakan yang begitu cepat, Arda memeluk Davira dengan raut bahagia.
"Davira, akhirnya kamu kembali," ucapnya menyimpan harapan besar. Davira buru-buru melepaskan pelukan Arda.
Davira tersenyum, dia menatap Arda sekilas. Davira merasa berat jika harus mengatakan perpisahan pada orang yang sudah berjasa membawanya bangkit dari kesulitan.
Namun, ketika ingin mengatakan semuanya, mendadak lidah Davira kelu.
NB: Mohon maaf, jika Author up nya hanya satu bab. Jujur, di bab 30 ke atas, Author sedang mengalami writer blok, atau idenya sedang hilang entah ke mana. Sabar ya, dan doakan Author.
semangat 💪💪💪 lanjut up thor
gedek bayikk
buat Vira pergi lagi ...biar nyaho kak