Di dunia modern, Chen Lian Hua adalah seorang medikus lapangan militer yang terkenal cepat, tegas, dan jarang sekali gagal menyelamatkan nyawa. Saat menjalankan misi kemanusiaan di daerah konflik bersenjata, ia terjebak di tengah baku tembak ketika berusaha menyelamatkan anak-anak dari reruntuhan. Meski tertembak dan kehilangan banyak darah, dia tetap melindungi pasiennya sampai detik terakhir. Saat nyawanya meredup, ia hanya berharap satu hal
"Seandainya aku punya waktu lebih banyak… aku akan menyelamatkan lebih banyak orang."
Ketika membuka mata, ia sudah berada di tubuh seorang putri bangsawan di kekaisaran kuno, seorang perempuan yang baru saja menjadi pusat skandal besar. Tunangannya berselingkuh dengan tunangan orang lain, dan demi menjaga kehormatan keluarga bangsawan serta meredam gosip yang memalukan kekaisaran, ia dipaksa menikah dengan Raja yang diasingkan, putra kaisar yang selama ini dipandang rendah oleh keluarganya sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon `AzizahNur`, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 33 : Kelebihanmu adalah kekuranganku?!
Pagi itu udara terasa segar, cahaya matahari lembut menerobos masuk melalui celah jendela istana. Lian Hua berdiri tegak di depan tirai kamar Wei Ming, kedua tangannya terlipat rapi di depan dada. Beberapa pelayan mengikutinya dari belakang, wajah mereka tegang, seolah tak tahu apa yang akan terjadi kali ini.
Wei Ming baru saja bangun setelah Xueli membantu menegakkan bantalnya. Pandangannya langsung tertuju pada Lian Hua, dan seperti biasa, tatapannya penuh ketidaksukaan. Dengan gerakan tangan yang kasar, ia mengusirnya.
“Pergi. Aku tidak ingin melihat wajahmu pagi ini.”
Alis Lian Hua terangkat, bibirnya melengkung sinis. “Sayangnya, ini bukan keinginanku. Kau sendiri yang meminta ditemani. Jadi… kalau kau merasa menyesal harus melihatku setiap pagi, salahkan dirimu sendiri.”
Wei Ming mendengus, wajahnya merengut. “Kau memang selalu punya cara membantah.”
Lian Hua melangkah mendekat tanpa gentar, lalu duduk di tepi ranjang. Dengan tenang ia meraih pergelangan tangan Wei Ming, memeriksa denyut nadinya. Rutinitas yang membuat pria itu mendengus jengkel.
“Apakah setiap kali kau datang harus selalu begini? Kau mencari alasan untuk menyentuhku, huh?” ucapnya tajam, nada suaranya penuh sindiran.
Xueli yang berdiri di samping terperangah mendengar kata-kata itu. Sementara Lian Hua hanya memutar mata, menjawab datar, “Yang Mulia, ingat umur anda.”
“K-kau!” Wei Ming menggeram, menunjuknya dengan kesal. “Aku bersumpah, saat aku sudah bisa berjalan, orang pertama yang akan kuseret ke penjara bawah tanah adalah dirimu!”
Lian Hua terkekeh pelan, matanya berkilat menantang. “Yang Mulia… kau benar-benar orang yang tidak tahu berterima kasih.”
“Dan kau,” Wei Ming membentak sambil hampir melempar bantal ke arahnya, “adalah orang paling tidak tahu sopan santun yang pernah kutemui!”
Adu mulut itu membuat pelayan-pelayan di dalam ruangan saling pandang, bingung sekaligus canggung. Karena bagi mereka, ini adalah kali pertama melihat Wei Ming—yang biasanya begitu dingin dan kasar pada siapa pun, justru memperlihatkan sikap berbeda kepada Lian Hua. Padahal, semua orang tahu, perempuan itu adalah ancaman bagi kekaisaran.
Menyadari tatapan para pelayan, Lian Hua melirik tajam, membuat mereka buru-buru menunduk. Namun sebelum suasana kembali hening, pintu besar tiba-tiba terbuka lebar.
Seekor serigala besar berlari masuk, bulunya berkilat terkena cahaya matahari. Rui An. Nafasnya memburu, langkahnya gagah dan penuh semangat. Di belakangnya, Lei Feng hampir terengah-engah berusaha mengejarnya.
“Rui An! Berhenti!” serunya putus asa.
Namun serigala itu tidak pernah berhenti. Begitu mendengar kabar bahwa kondisi Wei Ming membaik, nalurinya langsung mendorongnya masuk tanpa peduli aturan istana.
Pelayan-pelayan yang berada di dalam ruangan langsung terpaku ketika Rui An menerobos masuk. Begitu menyadari arah larinya menuju tempat tidur Wei Ming, wajah mereka pucat, sebagian bahkan spontan berlari menjauh ke sudut ruangan.
Namun sebelum serigala besar itu sempat melompat ke ranjang, suara Lian Hua terdengar tenang namun tegas, “Berhenti disana, Rui An.”
Satu kata itu saja cukup membuat Rui An menghentikan langkahnya tepat di depan Lian Hua. Nafas kuatnya mengembus, matanya kuning keemasan menatap penuh pada gadis itu.
Wei Ming yang menyaksikan pemandangan itu membelalakkan mata, tak percaya. Ia menoleh tajam pada Lian Hua. “B-bagaimana bisa…? Rui An mendengarkanmu?”
Lian Hua hanya tersenyum tipis, seolah tidak ada yang mengejutkan. Ia mengulurkan tangannya pelan. Rui An menundukkan kepala, melangkah maju, lalu merapatkan moncongnya ke telapak tangan Lian Hua dengan gerakan jinak, seakan sudah lama terbiasa.
Dengan suara lembut, Lian Hua berkata, “Kau mendengar kabar kalau Yang Mulia sudah sedikit lebih baik, ya? Kau tidak sabar ingin melihatnya?” Jemarinya mengusap lembut bulu tebal serigala itu. “Tapi ini masih pagi, Rui An. Proses pengobatan Wei Ming baru dimulai. Jadi… jangan membuat keributan.”
Seolah mengerti, Rui An mengangguk kecil lalu duduk tenang di sisi ranjang, tepat di samping kaki Lian Hua.
Wei Ming menegakkan tubuhnya, tatapannya sulit dipercaya. “Jangan bilang… dia benar-benar mengerti perkataanmu?”
Lian Hua menoleh sekilas, senyumnya samar. “Setiap manusia memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, Yang Mulia.”
Wei Ming mendengus keras, wajahnya merah oleh rasa kesal bercampur kagum yang tak ingin ia akui. “Jadi maksudmu… kekuranganku adalah kelebihanmu?”
Tawa pelan lolos dari bibir Lian Hua, matanya berkilat menantang. “Aku tidak mengatakan itu. Tapi… kau sendiri yang baru saja mengatakannya.”
semakin penasaran.....kenapa Lin Hua....
ga kebayang tuh gimana raut muka nya
orang orang istana.....
di atas kepala mereka pasti banyak tanda tanya berterbangan kesana kemari....
wkwkwkwk....😂