Di malam pertama pernikahannya, Siti mendengar hal yang sangat membuatnya sangat terluka. Bagaimana tidak, jika pernikahan yang baru saja berlangsung merupakan karena taruhan suaminya dan sahabat-sahabatnya.
Hanya gara-gara hal sepele, orang satu kantor belum ada yang pernah melihat wajah Siti. Maka mereka pun mau melihat wajah sebenarnya Siti dibalik cadar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kuswara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31
Siti diam mematung di tempatnya saat pintu apartemen yang ada di depan apartemen Asih terbuka. Seorang pria yang selalu diingatnya setiap detik kini ada di hadapannya.
Asih yang tidak ingin menganggu langsung masuk ke dalam apartemen Gio dan menuju ke dapur. Memberikan kesempatan suami istri itu untuk bicara dari hati ke hati.
Ya, Asih langsung ditelepon Gio saat pria itu dalam perjalanan. Dengan senang hati Asih membantu Gio, dia juga yang mengabari Gio mengenai apartemen kosong yang ada di depan apartemennya.
Kalau pun Siti meninggalkannya setidaknya tidak jauh, mereka masih bertetangga dan bertemu setiap hari.
"Masuk, Siti!."
Siti pun melangkah masuk setelah Gio memberinya jalan. Siti menemukan Asih yang sudah makan lebih dulu. Asih pun mendapatkan tatapan tanya dari Siti.
"Gio, terima kasih sarapan enaknya." Gio mengangguk sambil tersenyum. "Aku sudah kenyang jadi aku balik ke apartemenku dan silakan kalian ngobrol."
Mata Siti melotot, seolah memarahi Asih karena mau meninggalkannya. Tapi Asih tidak peduli dan tetap melangkah keluar lalu menutup pintunya.
Siti dan Gio duduk saling berhadapan, beberapa makanan mereka sudah tersaji di meja makan. Makanan yang pernah di masak Gio dan Siti menyukai rasanya yang sangat enak.
Pagi ini dia akan merasakannya lagi.
Walau malu tapi tidak menghalangi Siti untuk segara makan makanan yang membuatnya ngiler. Baru juga Gio mempersilakan makan, Situ sudah menuang bihun kuah seafood dan langsung melahapnya.
Gio tersenyum sambil bertopang dagu, dia senang melihat Siti makan dengan sangat lahap tapi tetap menggunakan cadarnya.
"Aku tidak menandatangani surat cerai waktu itu, jadi aku masih berhak melihat wajahmu." Supaya Siti mau melepaskan cadarnya selain dia sangat rindu dengan wajah cantik sang istri.
Siti menatapnya namun tanpa menghentikan kegiatan makannya yang mau sudah selesai.
"Aku tidak mau di madu," tegas Siti.
Kemudian Gio tertawa tapi pelan.
"Aku juga tidak mau memiliki istri selain kamu."
Siti tersenyum dibalik cadarnya. Sangat tersanjung dengan kata-kata manis Gio.
"Terus pertunangan kamu dan Liani bagaimana?."
"Sudah batal, Mama dan Papa tetap aman di sana. Mereka mau ke sini kalau kamu sudah lahiran." Senyum selalu menghiasi wajah tampan Gio.
"Mereka tidak marah pertunangan kamu dan Liani batal?."
Gio menggeleng, dia menceritakan apa yang terjadi di sana. Terutama kebaikan dan pengertian orang tua Liani, mereka mendukungnya untuk kembali ke sini.
"Jadi kamu masih menjadi istriku, dulu, sekarang dan selamanya." Gio langsung melepas cadar Siti saat wanita itu selesai dengan makanannya.
Wajahnya semakin cantik, semakin cantik dan tetap segar di saat hamil besar ini.
"Aku sangat menyesal saat terakhir Teo aku tidak ada bersamanya."
"Dia selalu menyebut namamu, rasa bersalahnya sangat mengganggunya. Tapi dia sudah meminta maaf padaku."
Gio menghela napas dalam.
"Kamu mau 'kan sama-sama kita jaga Asih dan anaknya Teo?."
Siti mengangguk, karena hanya Asih yang menjadi keluarganya.
Kemudian Gio dan Siti pindah ke ruangan yang ada tv. Ada buah yang sudah dipotong Gio di atas meja.
"Kamu di sini saja, ya?."
"Aku tidak enak pada Asih, masa sekarang aku meninggalkannya sendiri." Siti masih tahu cara berterima kasih.
"Kamu bisa baca pesan yang dikirim Asih," Kemudian Gio menyerahkan ponselnya. Dalam pesannya Asih mengatakan dia ke asrama Adiknya, dia ke sana di antar sama supir kantor yang sudah disiapkan Teo untuk selalu siaga terhadap semua kebutuhan Asih dan anaknya kelak.
Karena merasa tidak enak hati, Siti pun menelepon Asih. Ternyata wanita itu sudah sampai di asrama dan nanti malam baru pulang. Jadi Siti bisa menghabiskan waktunya bersama Gio.
Ada banyak cerita yang dibagi keduanya, keterbukaan yang sempat hilang sekarang mulai terbuka lagi seiring dengan luka mereka yang mulai sembuh. Keduanya sangat berterima kasih pada Asih yang sudah menyelamatkan pernikahan mereka. Mereka juga sangat bersyukur Teo mau bertanggung jawab pada Asih dan anaknya.
Setelah sekian jam bicara ngalor ngidul, kemudian Gio memegangi tangan Siti.
"Jadi kita suami istri yang sudah baikan lagi, ya?." Tanya Gio menggoda Siti, mendekatkan wajahnya pada wajah Siti yang memerah.
Apa rasanya Siti sekarang?.
"Kenapa?," tanya Siti sambil menangkup wajah Gio lalu menjauhkannya dari wajahnya. Siti sangat malu setelah sekian lama tidak berdekatan dengan suaminya.
"Anak kita bagaimana?," tangannya langsung mengusap perut Siti. Lalu matanya tertuju pada buah dada Siti yang terlihat lebih besar dari sebelumnya.
Gio menelan salivanya kemudian menatap Siti. Bibir merah yang sudah lama tidak diciumnya. Dia menahan semua itu hanya untuk istrinya seorang.
Siti terpaku diam di tempat, membiarkan Gio menikmati apa yang menjadi haknya. Saat hijabnya di lepas dan di taruhnya di atas meja.
Wajah keduanya mendekat, semakin mendekat lalu keduanya mulai menyatukan bibir. Diam sesaat untuk menyelami rasa yang baru lagi pada tubuh keduanya.
Siti yang lebih dulu menggerakkan bibirnya, memagut lembut bibir bawah Gio yang disambut pria itu tak kalah lembut. Di sela ciuman lembut mereka, bayi yang ada di dalam perut Siti bergerak aktif. Sampai-sampai Siti menahan dada Gio untuk sedikit menjauh.
"Kenapa?," tanya Gio dengan mata berkabut.
"Anak kita bergerak-gerak," Lalu Siti membawa tangan Gio, menaruhnya di atas perutnya yang bergerak.
Gio tersenyum lebar, tangannya mengikuti gerakan bayinya yang berpindah-pindah. Kesempatan ini digunakan Gio untuk mendapatkan lebih dari istrinya.
"Aku mau melihatnya juga," Gio semakin mendekat. Keinginannya melepaskan gamis yang dipakai Siti.
"Kamu rasakan saja," Siti tersenyum menggoda. Dia sengaja mau mengerjai suaminya. Ingin menyiksanya sebentar saja.
"Mau melihatnya juga," tangan Gio sudah membuka kancing gamisnya namun tangan Siti menahannya.
"Yakin mau melihat perutku saja?, jari Siti menelusuri rahang Gio tanpa bulu. Lalu ke bibir yang semakin seksi karena gigitan-gigitan kecilnya.
Kemudian Gio menggeleng lalu duduk tegak sambil mengacak rambutnya asal. Siti tersenyum lebar, sangat puas melihat Gio tersiksa tapi dirinya pun lebih tersiksa lagi. Hormon kehamilannya kian memuncak ingin segera disentuh oleh suaminya.
"Aku mau melihatmu telan-jang, sayang," lirih Gio vulgar yang mengundang gelak tawa Siti tapi itu hanya sebentar saja. Setelahnya dia bangkit lalu melepaskan gamisnya sendiri tanpa Gio paksa.
Gio tersenyum lebar, keinginannya terpenuhi sudah walau masih ada yang menghalangi yaitu penutup kedua penyangga buah dadanya dan segitiga merah yang menjadi warna kesukaan Siti untuk underwear.
Perut Siti masih menjadi magnet Gio karena ini baru pertama kali melihat perut yang hampir meletek karena anaknya ada di dalam sana. Perut itu masih terus bergerak dan Gio pun segera menyentuhnya.
"Maaf, aku sempat meragukanmu," Gio meminta maaf pada istrinya lalu mengecup perut itu.
Siti mengusap rambut kepala Gio yang sudah acak-acakan semakin acak-acakan tak karuan tapi tetap saja terlihat sangat tampan.
Siti hamil anak Gio
saat kejadian malam kelam yg lalu,AQ yakin bahwa yg tidur dgn Teo bukanlah Siti melainkan Asih
tetap semangat berkarya kak 💪💪🙏🙏
semoga asih n teo dpt karma yg lebih kejam dari perbuatan nya pada siti