Shapire tanpa sengaja telah menabrak calon istri Axel hingga tiada. Karena kesalahannya Saphire terpaksa menikahi seorang mafia kejam. Pria itu menghukum Saphire dengan pernikahan yang tidak pernah ia bayangkan. Pernikahan yang membuat hari-harinya seperti di neraka.
"Aku akan menghukummu dengan sebuah pernikahan. Akan kubuat hari-harimu seperti berada di dalam neraka" ucap Axel.
"Hari-hariku seperti di neraka sejak aku menikahi pria kejam itu" Shapire mencoba menahan air mata yang sejak tadi berontak ingin keluar dari tempatnya.
Akankah Saphire berhasil menaklukkan hati sang Mafia? Atau ia yang akan terjerat oleh cintanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunda FK, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33
Regan saat ini memandang ketiga pria yang sejak tadi memohon kepadanya untuk menghack CCTV rumah yang berada di dekat studio foto milik Safia. Ia sebenarnya merasa kesal dengan Felix dan Romeo yang melupakan proyek yang sedang mereka kerjakan saat ini. Mereka terlalu fokus pada kasus kematian Safia.
"Kalian melupakan proyek kita? Kita akan mengalami kerugian besar apabila melalaikan proyek ini. Tuan An akan sangat marah," protes Regan merasa kesal kepada sahabatnya yang mulai tidak profesional dalam bekerja.
"Nanti gue ganti deh," ucap Felix santai.
"Bahkan 100 onta elo enggak akan bisa membayar kerugian kita nanti. Bukan kerugian buat perusahaan gue aja, tapi perusahaan lo," ucap Regan sambil menunjuk Felix lalu berpindah ke Romeo. "Dan juga perusahaan lo."
"Baiklah Regan Salim tercinta, mari kita bahas pekerjaan saja terlebih dahulu." Romeo berusaha membujuk sahabatnya yang sedang marah.
"Najis!" balas Regan bergidik geli.
Junior pergi meninggalkan mereka bertiga setelah melihat kode yang diberikan oleh Felix. Ketika Regan seperti itu mereka tidak dapat berkutik, dan benar apa yang diucapkan oleh Regan. Ini proyek besar yang mereka kerjakan, apabila mereka gagal Tuan An tidak akan mempercayai mereka lagi.
Mereka bertiga pun kembali fokus membahas pekerjaan. Setelah selesai baru mereka akan meminta Regan mengecek cctv rumah itu.
Sinar matahari yang cerah menerangi jalan, memberikan kesan hangat dan nyaman. Bayangan pepohonan yang rindang bergoyang-goyang di tanah, sementara suara burung-burung yang riang berkicau memenuhi udara. Angin sepoi-sepoi membawa aroma bunga dan tanaman yang segar, membuat suasana semakin menyenangkan.
Sebelum bertemu dengan Ibunya Martin mampir ke toko untuk membeli buah dan bunga. Ia berharap Ibunya akan menyukai apa yang ia bawa. Tanpa sengaja ia bertemu lagi dengan Ratu yang kebetulan sedang membeli buah-buahan.
"Emang kita ini berjodoh, kemana pun kaki mu melangkah kita selalu saja bertemu," celetuk Ratu lalu tersenyum.
Martin hanya tersenyum lalu kembali memilih buah-buahan. Ratu memperhatikan, ia melihat Martin membeli banyak buah dan bunga.
"Apa kau akan bertemu seseorang?" tanya Ratu menggandeng lengan Martin.
"Ya, aku akan menemui Ibuku. Apa kau mau ikut?" tanya Martin.
"Kau serius ingin mengenalkanku kepada Ibumu?" tanya Ratu sangat antusias mendengar ajakan Martin yang terdengar serius.
Ratu kembali mengingat apabila para Alexis tidak menemukan apa-apa di studio foto Safia. Ini kesempatan yang bagus untuk mencari dairy milik Safia di rumahnya. Seperti sambil menyelam minum air, sambil bertemu calon mertua ia ikut membantu mereka.
"Tentu saja aku mau ikut!" jawab Ratu sangat bersemangat.
Ratu membantu Martin memilih apa saja yang akan mereka bawa ke rumah Martin. Ratu sangat bahagia Martin sangat cepat sekali mengajaknya bertemu dengan orang tuanya.
"Apa kau ingin mengajakku menikah?" tanya Ratu ketika mereka masuk ke dalam mobil.
"Mengenalkanmu dengan Ibu bukan berarti kita langsung menikah, kau ini ngebet sekali menikah nona Adhitama," ucap Martin sambil memasangkan seat belt pada tubuh Ratu.
Cup!
Semburat merah jambu menghiasi wajah Ratu setelah kecupan yang diberikan oleh Martin. Pria dingin ini selalu bisa membuatnya meleleh.
"Ibuku sakit, aku berharap ia akan membaik setelah bertemu denganmu. Ia sepertinya butuh teman untuk bercerita, kau tahu kan setelah Safia tiada ia hanya bersama suaminya," kata Martin.
"Kau tenang saja, aku ini serba bisa. Aku dapat merayu siapapun, Ibumu pasti akan menyukai Ratu Adhitama." Ratu tersenyum sambil menunjukkan wajah cantiknya pada Martin.
Martin menarik sedikit dagu Ratu, ia cium bibir manis yang selalu menggodanya. "Apa kau selalu seperti ini kepada pria lain, hemm?" tanya Martin.
"Tidak, hanya kepadamu saja!"
"Bagus, kau tahu jangan pernah bermain-main denganku Ratu. Sekali aku melihat kau dengan pria lain aku akan menembak pria itu." Ratu bergidik ngeri mendengarnya.
"Apa ini artinya kita berpacaran?" tanya Ratu. Ia butuh kejelasan, Martin belum pernah mengucapkan perasaannya dari awal selalu Ratu yang bertindak terlebih dahulu.
"Kau milikku, Ratu Adhitama" bisik Martin.
Pria itu melajukan kendaraannya menuju rumahnya, sementara Ratu sejak tadi hanya tersenyum bahagia karena perasaannya terbalaskan.
Di tengah kesibukan kota, ada sebuah momen tenang di mana orang-orang menikmati keindahan siang hari. Mereka berjalan-jalan di taman, menikmati makanan ringan di kafe, atau sekadar duduk di bawah naungan pohon untuk melepas lelah.
Seperti seorang wanita paruh baya yang saat ini menatap kearah luar dari jendela kamarnya. Wanita itu seolah menyimpan luka yang dalam, sendirian di dalam kamar ia meringkuk memeluk kakinya.
"Bu, ibu! Ini Martin" Terdengar suara yang familiar baginya, suara yang ia rindukan. Suara putra pertamanya Martin, dengan cepat wanita itu bangkit lalu membuka pintu kamar.
Martin terkejut ketika melihat wajah Ibunya yang pucat dengan tubuh yang semakin kurus. Matanya yang sembab menunjukkan apabila ia terlalu sering menangis. Ibu Rosa membawa putranya masuk ke dalam kamar, mereka duduk di sofa yang berada di sana.
Martin memeluk ibunya dengan erat, mencoba menenangkannya. "Bu, apa yang terjadi? Kenapa Ibu menangis?" tanya Martin lagi, suaranya lembut dan penuh perhatian. Ibu Rosa tidak bisa menjawab, ia hanya menangis terisak-isak, seolah-olah ada beban berat yang menekan hatinya.
Martin membiarkan ibunya menangis, sambil membelai rambutnya dengan lembut. Ia menunggu ibunya tenang dan bisa berbicara. Setelah beberapa saat, Ibu Rosa mengangkat wajahnya, matanya merah dan bengkak. "Martin, aku... aku takut," kata Ibu Rosa, suaranya terguncang.
Martin memandang ibunya dengan khawatir, "Apa yang Ibu takuti, Bu?" tanya Martin, siap mendengarkan apa pun yang terjadi.
"Ini bukan salahku! Ini bukan salahku!" Martin melihat apabila mental Ibunya mulai terguncang.
"Kau harus tenang, Bu!" Martin memeluk Ibunya agar sang Ibu merasa aman dan tenang.
Martin merasa ada yang mengganjal, Ibunya seperti menyembunyikan sesuatu darinya. Ia terus memeluk sang Ibu mengusap lembut punggung Ibunya.
Sementara Ratu saat ini sedang berjalan menuju kamar Safia, ia pamit ke toilet kepada Martin ketika mereka sampai tadi. Hanya ada dua kamar dalam rumah ini, satu kamar Ibu Martin satu lagi pasti kamar Safia.
Ratu menarik kenop pintu, ia merasa bersyukur kamar itu tidak dikunci. Ratu memasuki kamar Safia dengan hati-hati, matanya memindai setiap sudut ruangan. Ia melihat banyak foto Safia yang dipajang di dinding, beberapa di antaranya menunjukkan Safia yang bahagia dan tersenyum.
Ia mulai mencari-cari bukti penting yang mungkin ada di kamar Safia. Ratu membuka laci meja, memeriksa setiap dokumen dan kertas yang ada di dalamnya. Ia juga memeriksa lemari pakaian, mencari apakah ada sesuatu yang tersembunyi di dalamnya.
"Siapa kau?" tanya seseorang membuat Ratu tersentak.
Boleh lah tu mereka diungsikan ditempat Ratu disembunyikan ayahnya biar semua bisa menemani Ratu disana 🤭
Persiapannya juga harus besar2an dong ya biar bisa mengimbangi kekuatan musuh.
Ratu kok dilawan.. nggak akan bisa.. Selamat berjuang kembali Martin 🤣🤣🤣
pahamm baget kok thorr.... yg peting ke aku tetep pangil sayanggggg .. .. meski sayang mu terjatuhh di mana" dan kemana punn 🤣🤣🤣🤣