Dia terjerat dalam sebatas ingatan dimana sebuah rantai membelenggunya, perlakuan manis yang perlahan menjeratnya semakin dalam dan menyiksa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nenah adja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Informasi
Valeri membaringkan dirinya dengan kesal, lalu menatap pada ponselnya. "Sampai akhir bulan. Apa cukup?" ucapnya dengan nada pelan.
Valeri menatap tanggal yang tertera sepuluh hari lagi sampai dia mencapai akhir bulan, dan dia akan bertahan sampai saat itu tiba. Entah dia bisa keluar dari rumah ini hidup atau mati, yang pasti Valeri harus pergi dari kehidupan yang memuakkan ini. Ya, meskipun Valeri berharap dia bisa selamat dan menjalani hidup bebas.
Karena untuk lolos dari Mario dia membutuhkan bantuan dari orang yang tak kalah berkuasa. Namun harapan Valeri sepertinya hanya angan-angan saat mengingat dia hanya sendiri dan tak berdaya.
Valeri bangun dari baringannya dan merogoh saku untuk mencari sesuatu di dalamnya.
Valeri tersenyum saat menemukan kartu nama Carlos disana. "Apa dia juga punya kekuasan?" Jika di lihat dari jabatan yang dimiliki Carlos pria itu pasti cukup kaya. Namun percuma kaya jika dia tidak berkuasa seperti Mario, karena Mario bisa melakukan apa saja untuk menemukannya, dan itu sama saja akan sia-sia.
Kecuali dia mati, maka masalahnya akan selesai. Ya, tentu saja karena dia juga sudah tiada.
Valeri menghela nafasnya mengumpulkan keberaniannya. Tidak apa bukan kalau mati? Tapi, terluka sedikit saja rasanya sakit.
Namun jika dia mati penderitaannya juga akan berakhir kan?
Pikiran Valeri terus berkecamuk antara hidup dan mati.
"Apa aku benar- benar putus asa? Dasar konyol." Valeri menepuk kepalanya saat pikirannya terasa berlebihan. Namun mengingat bagaimana perlakuan dan tingkah Mario, Valeri kembali menyerah.
"Terserah. Meski rasanya hatiku sakit. Terserah kau Mario. Aku membencimu." Valeri menelungkupkan wajahnya di bantal untuk meredam tangisnya, mengingat bagaimana pria itu menggandeng wanita cantik benar- benar membuatnya cemburu.
....
Keesokan harinya Mario pulang. Saat memasuki rumah pria itu langsung menghampirinya yang duduk di meja makan tengah memakan sarapannya.
Valeri mendongak saat Mario duduk di kursi yang biasa dia tempati tepat di kepala meja. Valeri menatap Mario, ingin sekali dia berlari ke arah Mario dan memeluk pria itu, namun saat mengingat Mario menggandeng wanita lain Valeri berusaha keras menahannya. 'Ingat Valeri hanya kau yang merindukannya.'
Setelah Mario duduk, para pelayan dengan sigap menyiapkan sarapan untuk pria itu. Namun Mario dengan cepat mengangkat tangannya hingga para pelayan mengurungkan niatnya dan segera pergi.
"Kau sudah pulang?" tanya Valeri. Dia melihat jam besar yang berada di sudut ruangan. Ini baru pukul 7:30 pagi dan Mario sudah tiba di rumah. Jadi pria itu menempuh perjalan di malam hari?
Mario menatap Valeri yang kembali makan seolah acuh padanya. "Sepertinya kau menikmati hari- harimu tanpa aku," ucapnya dengan melipat tangannya di dada.
Valeri meletakkan sendoknya dengan pelan, lalu menatap Mario. "Kau membutuhkan sesuatu?"
Mario menaikan alisnya. "Kamu belum sarapan kan? Mau aku siapkan?" tanyanya lagi.
"Tidak."
"Hai, Rey, mau sarapan bersama?" Valeri melihat Rey yang dengan setia berdiri di belakang Mario.
"Terimakasih, Nona." Dan itu artinya Rey menolak.
Valeri mengangguk lalu melanjutkan makannya.
Mario mengeryit menatap Valeri yang kembali acuh. Selesai makan Valeri pergi begitu saja tanpa bicara lagi dengannya. Padahal saat dia tak ada Valeri terus menerornya dengan pesan- pesan tak penting.
Ada apa dengannya? Kenapa dia tak suka dengan tingkah Valeri saat ini.
Mario bangkit dari duduknya. "Berikan laporan kalian," ucapnya pada pengawal yang mengawasi Valeri selama dia tidak ada.
"Saat di kafe, Nona bertemu dengan seorang pria." Seorang pengawal memberikan ponselnya dan menunjukkan wajah Carlos.
Mario mengeryit saat mencoba mengingat dimana dia pernah melihat pria itu. "Rumah sakit." Mario menoleh pada Rey. "Cari tahu siapa pria ini." Rey mengangguk dan mengambil ponsel di tangan Mario.
....
"Apa saja yang mereka perbincangkan?" tanya Mario pada Hilda. Wanita paruh baya itu mengikutinya menaiki tangga untuk menuju kamarnya.
"Hanya berbasa-basi biasa, Tuan. Pria itu juga memberikan kartu nama pada Nona ..." Mario menghentikan langkahnya.
"Lalu?" tanya Mario lagi.
"Dan saat di Kafe Nona melihat berita anda bersama seorang gadis. Maaf, karena saya terlambat mengalihkan perhatian Nona." ucap Hilda merasa bersalah.
"Tidak masalah, itu bukan hal penting." Mario melanjutkan langkahnya, namun dia kembali berhenti saat Hilda kembali berucap.
"Saat itu Nona terlihat sedih, Tuan." Mario melanjutkan langkahnya tak menanggapi ucapan Hilda, hingga dia tiba di kamarnya dan melihat Valeri duduk di tepi ranjang.
"Hilda bilang kau mendapatkan kartu nama pria itu." kata Mario dengan melepaskan coatnya, lalu menghampiri Valeri.
Valeri mendengus. Bagus sekali Mario memang selalu tahu karena memang Hilda yang menjadi mata- matanya. Mungkin ... terkecuali perjanjiannya dengan Hilda tentang Mario.
Valeri membuka laci nakas lalu memberikan kartu nama Carlos.
"Jangan berpikir untuk memiliki teman atau semacamnya di luar sana. Hidupmu hanya milikku," ucapnya dengan meremas kartu nama tersebut dan melemparnya ke tempat sampah.
Benar, di kurung seperti ini lebih mengerikan dibanding tersiska secara fisik. Karena dia menjadi tidak sadar posisinya yang memang hanya tawanan, jalang, dan mainan sekaligus.
Valeri tetap diam, hingga Mario mengampit dagunya untuk mendongak dan meraih bibirnya.
"Jadi, sekarang memenuhi syarat?" Mario tersenyum miring saat Valeri diam dan tak menolak. "Kamu hanya diam? Padahal saat aku tidak ada kau berisik sekali."
Valeri mencebik. Rasanya malu sekali saat dia mengirimi pesan tapi tak dibalas. Padahal pesan yang dia kirimkan sangat banyak, namun tak satupun Mario membalasnya.
"Kamu menginginkannya? Tidak ada kemarahan, bukan?" Valeri mengusap rahang Mario lalu tersenyum. "Lagi pula aku merindukanmu." Mario tak menjawab lalu kembali meraih bibir Valeri untuk dia lumat. Lumatan yang dalam itu mendapat balasan bahkan Valeri mengalungkan tangannya di leher Mario.
Mario merasa ada sesuatu yang membuncah saat mendengar jika Valeri merindukannya. Seperti perasaan bahagia yang entah sejak kapan dia tak pernah dapatkan lagi.
Lumatan bibir Mario semakin dalam, seolah sesuatu yang beberapa hari ini dia tahan dapat tersalurkan, membuat Mario begitu bersemangat.
Ciumannya kini merambat ke leher Valeri yang mendongak membiarkan Mario menjelajah dan mencumbuinya, hingga desahan kecil muncul dari bibir Valeri yang dengan cepat dia bungkam kembali.
....
Valeri menggeliatkan tubuhnya saat bangun dan menyingkirkan tangan Mario yang melingkar di pinggangnya.
Valeri menoleh dan menemukan Mario masih memejamkan matanya. Pria yang menggebu-gebu saat mereka bercinta kini nampak tenang.
Valeri mengusap rahang Mario dengan senyum sedihnya, lalu bangkit dan pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
Saat pintu kamar mandi tertutup Mario membuka matanya. Mata tajamnya menatap pada pintu kamar mandi yang tertutup.
Mario menghela nafasnya saat mendengar ponselnya berdering.
Mario mendudukan dirinya membuat tubuh telanjang yang hanya terbalut selimut di bawah pinggang itu nampak.
"Ya, Rey?" Mario menempelkan ponsel di telinganya.
"Tuan, pria bernama Carlos ini tidak di temukan data dirinya."
Mario mengerutkan keningnya lalu berjalan ke arah tempat sampah dimana dia melempar kartu nama Carlos.
Tangannya terulur dan melihat kartu nama yang sudah kusut sebab dia remas tadi. "Kau serius?"
semoga bisa bersatu kembali
cinta bilang cinta rindu bilang rindu 🤭
seperti perasaan valeri yg selalu mencintaimu meskipun kau terlalu jahat padanya
yg Mario face to face sama musuhnya.
jgn sampai tersiksa lagi 🙏🙏🙏
👍❤🌹
mario jangan sampai kau terluka karna kau harus menyembuhkan luka batinnya valeri 🥺