NovelToon NovelToon
Istri Yang Disia Siakan

Istri Yang Disia Siakan

Status: tamat
Genre:Nikahmuda / Ibu Mertua Kejam / Tamat
Popularitas:507.4k
Nilai: 4.9
Nama Author: SOPYAN KAMALGrab

"mas belikan hp buat amira mas dia butuh mas buat belajar" pinta Anita yang ntah sudah berapa kali dia meminta
"tidak ada Nita, udah pake hp kamu aja sih" jawab Arman sambil membuka sepatunya
"hp ku kamarenya rusak, jadi dia ga bisa ikut zoom meating mas" sanggah Nita kesal sekali dia
"udah ah mas capek, baru pulang kerja udah di sodorin banyak permintaan" jawab Arman sambil melangkahkan kaki ke dalam rumah
"om Arman makasih ya hp nya bagus" ucap Salma keponakan Arman
hati Anita tersa tersayat sayat sembilu bagaimana mungkin Arman bisa membelikan Salma hp anak yang usia baru 10 tahun dan kedudukannya adalah keponakan dia, sedangkan Amira anaknya sendiri tidak ia belikan
"mas!!!" pekik Anita meminta penjelasan

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SOPYAN KAMALGrab, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

wanita yang memastikan semua lancar

Hay ges jangan lupa like dan coment

...

...

Laksmi duduk di tepi ranjang, tubuhnya gemetar. Anak bungsunya—yang selama ini ia bangga-banggakan—melakukan sesuatu yang tak pernah ia bayangkan.

“Apakah ini azab karena aku mengusir Anita?” gumamnya lirih.

Tidak. Tidak mungkin. Ia orang baik. Mana mungkin ia mendapat azab?

“Ini pasti ujian. Ya, ujian. Setelah ini, aku pasti mendapat rahmat,” bisiknya, meyakinkan diri sendiri.

Tangannya yang sudah berkeriput meraba-raba ponsel di atas meja. Ia mencari nomor Lestari—putrinya. Tapi tidak ada.

Dadanya sesak. Bagaimana mungkin ia tidak memiliki nomor anaknya sendiri?

Ia buru-buru mencari nomor lain. Arman. Ya, hanya Arman yang nomornya ia simpan. Ia bahkan tidak punya nomor Dewi. Untuk apa? Dua anak perempuannya hanya membawa masalah dan beban. Tidak seperti Arman. Arman adalah andalannya.

Dengan tangan gemetar, ia menekan tombol panggil. Sekali. Dua kali. Sepuluh kali. Puluhan kali. Tapi tak ada jawaban.

“Arman… Kenapa kau tidak angkat teleponku?” suaranya nyaris tak terdengar.

..

Arman menatap layar ponselnya yang terus bergetar. Panggilan dari ibunya. Lagi. Berkali-kali. Tapi tangannya tak juga bergerak untuk menjawab.

Di hadapannya, Bianka bersedekap, matanya nyalang, menatapnya tanpa sedikit pun keraguan.

“Kapan kamu akan menikahi aku?” suaranya tegas, tanpa ruang untuk negosiasi.

Arman menghela napas, merasa semakin terjepit. “Aku juga ingin secepatnya, Bianka. Tapi… bisa tidak kamu tinggal denganku? Ibu tidak mungkin mengizinkan aku tinggal di rumahmu.”

Bianka mendengus. “Arman, kamu bukan anak kecil lagi. Umurmu hampir empat puluh. Sampai kapan semua keputusanmu harus mengikuti ibumu?”

Arman menunduk, jemarinya menggenggam ujung meja. “Aku harus menghormati ibu, Bianka. Aku takut dosa.”

Bianka terkekeh sinis. “Dosa? Kamu pikir yang kita lakukan di kamar hotel itu bukan dosa?” Matanya menyipit, penuh ejekan. “Sudahlah, Arman. Jangan bicara dosa denganku.”

Suasana tiba-tiba terasa begitu berat. Arman terdiam.

Bianka mendekat, bersandar di meja dengan tatapan tajam. “Aku beri waktu tiga hari. Kalau kamu tidak menikahi aku, aku akan laporkan ini ke atasan kita.”

Arman merasakan jantungnya mencelos. “Tiga hari?” suaranya hampir bergetar.

“Tiga hari,” ulang Bianka dengan nada menekan. “Jangan sampai meleset, Arman. Atau kau tahu akibatnya.”

Lalu ia berbalik, meninggalkan Arman yang kini terduduk lemas, menatap layar ponselnya yang masih bergetar—panggilan dari ibunya.

"Halo, Bu. Ada apa?” suara Arman terdengar frustrasi.

“Man, cepat pulang,” suara Laksmi di seberang telepon terdengar mendesak.

“Bu, Arman ada meeting.”

“Tinggalkan dulu. Ini lebih penting.”

Arman menghela napas panjang. Ada nada cemas dalam suara ibunya. “Ya sudah, Bu. Aku segera pulang.”

Ia menutup telepon dengan perasaan kalut. Masalah demi masalah terus datang menghampirinya.

Sementara itu, di tempat lain, Raka termenung, pikirannya penuh dengan kegelisahan yang tak bisa ia enyahkan. Ia menatap ke sekeliling—rumah yang dulu terasa hangat, kini seperti berantakan. Hatinya terasa kosong.

“Kenapa sejak Anita pergi, hidupku jadi berantakan?” gumamnya.

Ia menekan pelipisnya, mencoba menenangkan diri. Tidak. Tidak mungkin ini azab.

“Aku ini anak yang berbakti pada orang tua,” bisiknya. “Ini pasti ujian. Ya, ujian.”

Ia mencoba meyakinkan dirinya sendiri. Sudah banyak kebaikan yang ia lakukan. Tidak mungkin Tuhan menghukumnya seperti ini.

Jika memang ini azab, ia akan protes pada Tuhan.

Arman tiba di rumah dengan wajah tegang. Ia baru saja menghindari satu masalah, kini dihadapkan pada masalah lain.

“Ada apa, Bu?” suaranya lelah, frustrasi.

Laksmi terisak. “Lestari, Man… Lestari…”

Jantung Arman berdegup kencang. Kemarin Dewi yang nekat ingin bunuh diri, sekarang Lestari?

“Kenapa dengan Lestari, Bu?” tanyanya cemas.

Dengan suara bergetar, Laksmi berusaha menjelaskan. Tangannya yang keriput menggenggam erat ponsel, menunjukkan sesuatu pada Arman.

Saat matanya menangkap layar, tubuh Arman langsung membeku.

Sebuah foto. Lestari—adiknya—terbaring di ranjang bersama seorang pria. Seorang pria yang lebih pantas menjadi ayahnya daripada pasangannya.

Tangan Arman gemetar. “Tidak mungkin… Tidak mungkin, Bu…” suaranya parau, nyaris tak terdengar.

“Cari Lestari, Man,” suara Laksmi bergetar penuh ketakutan. “Kalau tidak, video itu akan menyebar ke mana-mana… Ibu malu kalau foto Lestari sampai tersebar di media sosial…”

..

Arman mengendarai sepeda motornya dengan perasaan yang berat. Angin sore menerpa wajahnya, namun tidak sedikit pun mampu menenangkan pikirannya. Ia merasa masalah datang bertubi-tubi, seolah semesta tengah mengujinya tanpa ampun. Dan semua itu terjadi setelah Anita pergi.

Ia menarik napas panjang ketika sampai di kampus Lestari. Harusnya Lestari ada di sini, pikirnya. Ini masih jam kuliah. Ia memarkir motor dan segera menuju gedung utama. Beberapa mahasiswa berlalu-lalang dengan buku di tangan, beberapa asyik berbincang. Namun, tak ada sosok Lestari di antaranya.

Arman menghampiri beberapa teman Lestari, bertanya apakah mereka melihatnya. Jawaban mereka seragam—Lestari sudah lama tidak masuk kuliah. Hatinya semakin gelisah. Tanpa membuang waktu, ia melangkah cepat menuju bagian administrasi.

"Permisi, Bu. Saya ingin menanyakan jadwal kuliah mahasiswa atas nama Lestari," ujarnya dengan suara tegas, meski hatinya berdebar.

Petugas administrasi, seorang wanita paruh baya dengan kacamata di ujung hidungnya, mengangguk dan mulai memeriksa data di komputernya. Tak butuh waktu lama sebelum ia menatap Arman dengan ekspresi ragu.

"Lestari sudah tidak masuk kuliah selama empat bulan, Pak," kata wanita itu pelan. "Selain itu, dia juga menunggak satu semester dan belum membayar uang UTS."

Arman mengernyit. "Tidak mungkin, Bu. Saya sudah memberikan uangnya ke Lestari untuk membayar biaya kuliah."

Petugas administrasi menghela napas. "Saya mengerti, Pak. Tapi berdasarkan data kami, belum ada pembayaran. Kalau Bapak memberikan uangnya, sebaiknya selalu meminta bukti tanda terima pembayaran. Biasanya, Bu Anita yang memastikan hal seperti ini. Dia tidak akan pulang sebelum mendapatkan tanda terima pembayaran."

Deg.

Hati Arman mencelos. Nama itu kembali disebut, menyelinap ke dalam pikirannya seperti angin yang menusuk tulang. Anita. Seberapa besar perhatian perempuan itu selama ini? Seberapa besar tanggung jawab yang ia pikul tanpa keluhan? Selama ini, Arman hanya berpikir bahwa semua berjalan lancar. Ia tidak pernah benar-benar peduli siapa yang memastikan uang kuliah Lestari terbayar. Dan sekarang, setelah Anita pergi, semuanya berantakan.

"Jadi, kejadian ini pernah terjadi sebelumnya?" suara Arman terdengar lebih lemah dari yang ia harapkan.

Petugas administrasi mengangguk. "Pernah, Pak. Dulu, Lestari juga belum membayar uang kuliah, lalu Bu Anita yang turun tangan dan membayarkannya. Apa Bapak juga ingin melunasi tagihan kali ini?"

Arman menggeleng pelan. "Nanti saya urus, Bu. Sekarang saya hanya ingin tahu di mana Lestari."

Wanita itu kembali menatap layar komputernya. "Jadwalnya memang ada hari ini, Pak, tapi menurut absensi, dia tidak pernah hadir selama beberapa bulan terakhir."

Arman mengangguk lemah. "Baik, terima kasih, Bu."

Ia keluar dari ruangan itu dengan langkah gontai. Langit mulai meredup, menyisakan semburat jingga yang menggores cakrawala. Namun, keindahan senja itu tak mampu mengusir rasa gundah yang menguasai hatinya.

Lestari menghilang.

Dan selama ini, Anita-lah yang memastikan semua berjalan dengan baik.

Angin berhembus lebih dingin. Arman menatap kosong ke depan, menyadari sesuatu yang terlambat ia pahami. Bahwa kepergian seseorang tidak hanya meninggalkan kekosongan, tetapi juga menghadirkan kenyataan pahit yang selama ini luput dari perhatian.

..

Anita berjalan dilorong koridor rumah sakit dan tiba-tiba saja dia menabrak seseorang

"firman" gumam Anita

"Anita" gumam firman

Dan hati Anita langsung bernyanyi "bergetar hatiku .saat ku bertemu dengannya"

Bersambung

1
Akbar Razaq
kenapa mereka bisa bertemu bukannya arman dan.istri barunya sdh mengundurkan diri.ya
Akbar Razaq
amira gadis kecil perasaan amira usia 15 dan salma yg 5 tahun.
Akbar Razaq
Jangan sampe.lepas dr mulut buaya jatuh k mulut harimau 🤣🤣🤣.
Aku yakin klo keluarga abah umik hampir sama bahkan mungkin lebih parah dr keluarga arman
Akbar Razaq
syukur deh klo anita waras coba mau di.pologami aku kutuk kau hehehe
Akbar Razaq
oalah anita anita.Emang ya wanita klo udah bucin jd bodoh.
Akbar Razaq
ngeluhnya kayaknya uda kadaluarwa deh .16 tahun di babukan d rumah suami dan anak di perlakukan buruk.Baru ngerasanya sekarang.
Azalea New
luar biasa ceritanya, /Angry/
Yanti yulianti
sumpah... cerita nya bagus
Dewi Yanti
inget anita jagan pilih yg sdh beristri walaupun mereka keluarga yg mengerti agama tp ttp mereka jg manusia, jagan sampe menderita lg dlm pernikahan
Puspitahati
keren thor
antha mom
makasih thor 👍
antha mom
Amira Amira teruss jadi penolong disaat ada orang kecelakaan 😄
antha mom
semua yang terjadi ke keluarga mu tetap Anita yang di salah kan, manusia apa keluarga mu ini Arman,apa kau lupa Arman tengah malam kamu mengucapkan kata cerai ke istri, tanpa ada rasa khawatir mu,, kemana nanti dia pergi , tentang keselamatan nya di jalan sementara udah malam 😡😡😡
antha mom
jelas lah dunia mu runtuh, rejeki yang kau dapat selama ini,itu juga berkat doa tulus istri mu yang selalu ikhlas dalam doa sujud nya ke Tuhan,karma sudah datang silih berganti maka nikmatilah karma mu itu hadapi dengan gentleman
antha mom
banyak salah mu Arman, sangat banyak salah mu terutama ke Anita , istri mu minta uang jawab mu tdk ada uang sementara baju gamis Bianca kamu belikan HP Salma juga kamu beli nah sementara istri mu di rumah ibu mu tidak lebih dari babu gratisan paham kau Arman jangan tanya lagi apa salah mu ke Tuhan
antha mom
saat istri mu ada Kamu tak pernah mengganggap ada dengan gampang kamu selingkuh dengan Bianca dan menuruti semua kemauan ibu mu, dengan gampang nya kamu menceraikan istri mu tanpa kamu pikirkan anak mu, nikmatilah karma mu yang sebentar lagi datang bertubi-tubi
antha mom
Arman beda istri beda rejekinya, sampai disini kamu paham kan Arman, boleh sayang ke orang tua, boleh sayang ke adik adik mu tapi jangan lupa hak dan kewajiban mu ke anak istri mu
nia kurniawati
luar biasa
nia kurniawati
beuuuuh.. lega banget Anita🤣🤣🤣
Dewi Erna
Luar biasa
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!