NovelToon NovelToon
Kakak Ipar Menjadi Pelipur Lara

Kakak Ipar Menjadi Pelipur Lara

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh / Duda
Popularitas:6.8k
Nilai: 5
Nama Author: Las Manalu Rumaijuk Lily

Gita sangat menyayangkan sifat suaminya yang tidak peduli padanya.
kakak iparnya justru yang lebih perduli padanya.
bagaimana Gita menanggapinya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Las Manalu Rumaijuk Lily, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

melihat dengan mata kepala...

​Gita segera membantu Derby berpakaian, gerakannya cekatan dan penuh perhatian. Ia mengambilkan kaus polo berwarna gelap dan celana training yang longgar agar mudah dilepas saat terapi nanti.

Setiap sentuhan Gita, meski kini bertujuan praktis, tetap membawa sisa-sisa keintiman mereka di kamar mandi tadi. Derby mengawasinya dengan pandangan yang tak pernah lepas.

​"Kakak tunggu sebentar ya, aku akan ambil kunci mobil dan menyiapkan kebutuhan kakak," ujar Gita, memberikan senyum kecil yang terlihat sedikit lelah namun bahagia.

​"Tidak usah terburu-buru, Gita. Aku bisa menunggu," jawab Derby lembut.

​Saat Gita keluar dari kamar, ekspresi Derby langsung berubah. Ia memejamkan mata, membiarkan nyeri di kakinya menjalar. Ia tahu ia telah memaksa batasnya, tetapi itu sepadan. Dia mendesis pelan, lalu mengambil ponselnya yang tergeletak di nakas.

​Ia mengirim pesan singkat: 'Batalkan janji pertemuanku dengan Tuan Alex. Aku harus ke rumah sakit sekarang.'

​Derby tidak bisa membiarkan Gita pergi. Bukan hanya karena ia membutuhkannya untuk merawat fisiknya, tetapi karena ia terlanjur menginginkan wanita itu sepenuhnya.

Kehadiran Darren yang seolah memberi izin tak langsung tadi malam, justru memicu niat Derby untuk mengklaim Gita, terlepas dari status mereka.

​Gita kembali ke kamar lalu mengambil pakaian untuknya, sesekali melirik ke arah Derby yang tampak menahan sakit.

Gita memakai pakaiannya di hadapan kakak iparnya,tanpa rasa malu barang sedikitpun.

​"Kak, sudah siap? Aku sudah booking jadwal terapi dan konsultasi check-up dengan dokter Malik," kata Gita.

​Derby mengangguk. "Ya, ayo kita berangkat."

​Gita mendorong kursi roda Derby keluar kamar. Saat melewati ruang tamu, pandangannya tak sengaja bertemu dengan sebuah bingkai foto besar yang terpajang. Foto pernikahan Gita dan Darren.

Gita melihat wajahnya sendiri yang tersenyum bahagia, dan wajah Darren yang terlihat bangga. Senyum itu kini terasa pahit, seolah mengejek semua yang baru saja terjadi.

​Aku adalah istrinya Darren. Kalimat itu kembali terngiang, namun kini terasa jauh dan samar.

​Gita segera mengusir pikiran itu. Ia harus fokus pada Derby.

​Di garasi, Gita memindahkan Derby ke jok depan mobil dengan hati-hati. Proses itu selalu membutuhkan kekuatan fisik dan kehati-hatian ekstra.

Dada Gita kembali bersentuhan dengan tubuh Derby, tetapi kali ini, mereka berdua mengabaikannya. Fokus mereka adalah keselamatan Derby. Setelah Derby duduk nyaman, Gita melipat kursi roda dan memasukkannya ke bagasi.

​Sepanjang perjalanan ke rumah sakit, keheningan menyelimuti mereka. Bukan keheningan yang canggung, melainkan keheningan yang dipenuhi pemahaman, seolah ada rahasia yang mengikat mereka semakin erat.

​Sesampainya di Rumah Sakit Internasional, Derby langsung dibawa ke ruang terapi fisik.

 Terapis yang ramah menyambut mereka. Gita menemani Derby, memastikan setiap instruksi dipatuhi dan setiap gerakan dilakukan dengan benar.

​Selama terapi, kaki Derby terasa kaku dan nyeri, terutama karena ia memaksakannya tadi pagi.

Namun, Derby mengatupkan gigi, tidak mengeluarkan erangan sedikit pun. Ia ingin Gita melihatnya kuat, termotivasi untuk sembuh.

​"Kemajuan yang bagus, Tuan Derby. Anda sudah bisa menopang beban lebih lama di kaki kiri," puji terapis itu. "Tapi saya sarankan Anda tidak memaksakan diri di luar sesi terapi."

​Derby melirik Gita, lalu tersenyum pada terapis. "Tentu, saya akan berhati-hati. Saya punya perawat yang sangat ketat," katanya, membuat Gita tersipu.

​Setelah terapi, Derby dan Gita melanjutkan ke ruangan Dokter Malik, dokter yang menangani kasus cedera kaki Derby.

​Dokter Malik memeriksa kondisi Derby dengan teliti.

​"Secara fisik, kondisinya jauh lebih baik, Tuan Derby. Otot-ototnya menunjukkan respons yang bagus. Ini semua berkat perawatan intensif di rumah," kata Dokter Malik sambil melirik Gita.

"Nyonya Gita, Anda melakukan pekerjaan yang luar biasa. Motivasi dan dukungan emosional sangat penting dalam pemulihan ini."

​Gita hanya mengangguk, merasakan pipinya memanas lagi, menyadari betapa ironisnya kata 'dukungan emosional' itu.

​"Lalu, bagaimana dengan perkembangan jalannya, Dokter?" tanya Derby.

​"Dalam tiga sampai empat minggu ke depan, jika terapi intensif ini dilanjutkan, dan Anda disiplin, Anda sudah bisa menggunakan tongkat untuk berjalan jarak pendek. Setelah itu, perlahan-lahan kursi roda akan kita tinggalkan," jelas Dokter Malik.

​Berita itu seharusnya membuat Gita senang. Jika Derby sembuh, ia bebas. Ia bisa memulai gugatan cerainya tanpa beban merawat kakak iparnya. Namun, entah kenapa, rasa senang itu bercampur dengan rasa berat yang aneh.

​"Bagaimana dengan terapi pendampingan, Dokter? Adakah yang bisa saya lakukan untuk mempercepat proses di rumah?" tanya Gita.

​Dokter Malik tersenyum. "Terapi pendampingan di rumah adalah kuncinya, Nyonya. Lanjutkan memijat dan membantu stimulasi otot. Dan yang paling penting, pertahankan ikatan emosional yang kuat itu, itu adalah obat terbaik."

​Gita dan Derby hanya bertukar pandang sekilas. Ikatan emosional? Itu sudah jauh melampaui ikatan.

"Dan satu lagi," dokter itu tertawa sejenak,"andai tuan Derby sudah punya istri,Untuk melatih otot otot supaya semakin kuat dan terbiasa adalah,,dengan cara penyatuan,,"dokter itu tertawa lebar.

Seketika wajah Gita memerah,seperti udang rebus.

"benarkah? kalau begitu aku akan sering sering melakukannya," tanggap Derby setengah bercanda.

Mungkin bagi dokter itu ucapan Derby adalah candaan,namun baginya ucapannya adalah keseriusan.

​Setelah selesai konsultasi, Gita mendorong kursi roda Derby menuju mobil. Saat mereka berada di area parkir yang sepi, Derby meraih tangan Gita, menghentikan dorongannya.

​"Gita," panggil Derby. "Kenapa kamu diam saja setelah mendengar aku akan segera sembuh?"

​Gita menatapnya. Ada keraguan, rasa takut, dan sedikit penyesalan yang terlihat jelas di matanya.

​"Aku... aku senang, Kak. Tapi, aku akan menggugat Darren setelah kakak sembuh total," ujar Gita, menegaskan keputusannya.

​Derby memegang tangan Gita lebih erat. Wajahnya menggelap, tatapannya tajam.

​"Aku tahu. Tapi aku sudah bilang, kamu tidak akan kemana-mana. Aku sudah memutuskan, aku tidak akan membiarkanmu pergi, bahkan jika aku harus melawan Darren atau seluruh dunia untuk memilikimu seutuhnya."

​Derby melepaskan tangan Gita. Senyum tipis, namun penuh tekad, terukir di wajahnya. Dia tahu bahwa ancaman perceraian Gita adalah satu-satunya hal yang bisa menjauhkannya darinya.

 Untuk menghapus keraguan itu dan memastikan Gita sepenuhnya berada di sisinya, dia harus menunjukkan bahwa Darren tidak layak sama sekali.

​"Kita tidak akan langsung pulang, Gita," ujar Derby, suaranya tenang.

​Gita mengerutkan kening. "Lalu kita mau ke mana, Kak? Kakimu harus istirahat."

​"Kita akan melakukan kunjungan tak terduga. Ini adalah terapi kejutan untukmu," jawab Derby misterius.

Dia mendorong kursi rodanya ke belakang mobil, memberi isyarat agar Gita segera masuk ke kursi pengemudi.

​Sepanjang jalan, Derby memberikan petunjuk arah yang membawa mereka semakin jauh dari pusat kota dan masuk ke area perumahan kelas menengah yang lebih tenang. Perasaan Gita semakin tidak enak.

​"Kak, kita mau ke mana? Ini bukan jalan pulang," tanya Gita cemas.

​Derby hanya tersenyum samar. "Sebentar lagi kau akan tahu, Sayang."

​Setelah membelok di tikungan terakhir, Derby menyuruh Gita menghentikan mobil di kejauhan, sekitar seratus meter dari sebuah rumah minimalis yang asri.

​"Tunggu di sini. Jangan nyalakan mesin. Lihat baik-baik ke arah rumah itu," perintah Derby.

​Gita yang bingung menuruti. Ia menatap ke arah rumah yang ditunjuk Derby. Rumah itu terlihat biasa saja, tidak mencolok.

​Beberapa saat dalam keheningan yang menyesakkan, pintu rumah itu terbuka.

​Jantung Gita langsung jatuh ke dasar perutnya. Pria yang keluar dari sana adalah Darren.

​Darren tampak santai, mengenakan kaus dan celana jins, penampilan yang sangat berbeda dengan pakaian kantornya.

Di belakangnya, berdiri seorang wanita muda. Wanita itu bukan wanita yang pernah Darren kenalkan, tetapi sosok yang sangat asing bagi Gita.

​Wanita itu tersenyum manis, membetulkan kerah kaus Darren dengan gerakan akrab. Lalu, dengan gerakan yang sudah terbiasa, Darren menunduk, mencium kening wanita itu dengan lembut dan penuh kasih sayang.

Setelahnya, dia membelai pipi wanita itu seolah mengucapkan perpisahan yang singkat.

​Pemandangan itu menghantam Gita seperti palu godam. Itu adalah ciuman perpisahan yang intim, ciuman yang menunjukkan kepemilikan. Ciuman yang tidak pernah Darren berikan pada Gita dalam waktu yang sangat lama.

​Dunia Gita seolah runtuh. Bukan hanya pengkhianatan yang ia duga, tetapi pengkhianatan yang tersaji jelas di depan matanya, lengkap dengan bukti nyata, di sebuah rumah yang mungkin telah menjadi tempat rahasia suaminya selama berbulan-bulan.

​"Tidaaak!"

​Teriakan histeris keluar dari tenggorokan Gita. Ia mencengkeram kemudi mobil, air mata langsung membanjiri wajahnya dengan deras. Tangannya gemetar hebat, isakan yang tertahan berubah menjadi ratapan keras.

​"Gita, tenang," Derby mencoba menenangkan, tetapi suaranya tak terdengar oleh Gita.

​"Pembohong! Bajingan! Dia bilang sudah putus! Dia bilang sudah selesai!" Gita berteriak, memukul setir berulang kali. "Siapa wanita itu, Kak?! Siapa dia?!"

​Derby meraih tangan Gita, mencoba menghentikannya. "Dia... dia adalah istri sirinya, Gita. Itu sebabnya dia sangat santai melihatmu dekat denganku. Dia ingin kamu sibuk di sini, agar dia bebas di sana."

​Pengakuan Derby itu justru membuat Gita semakin histeris. Ia menangis tanpa suara, hanya isakan yang merobek dada. Tubuhnya bergetar tak terkendali.

​"Aku... Aku ingin keluar! Aku akan menghancurkan mereka!" raung Gita, mencoba membuka pintu mobil.

​Derby menggunakan seluruh kekuatannya untuk menahan Gita. "Jangan! Jangan sekarang, Gita! Darren sedang bersama wanita itu! Kau akan kehilangan kendali!"

​Gita akhirnya merosot ke kursi, menenggelamkan wajahnya di lututnya. Ia menangis terisak-isak, mengeluarkan semua rasa sakit dan pengkhianatan yang selama ini ia tanggung. Isakannya begitu menyakitkan, membuat Derby ikut merasakan kepedihan itu.

​Derby memeluk kepala Gita, menariknya ke dadanya. Ia membiarkan Gita membasahi kausnya dengan air mata, sambil mengelus rambutnya dengan lembut.

​"Menangislah, Sayang. Keluarkan semua. Tapi ingat, jangan pernah kembali ke pria itu," bisik Derby.

​Derby melihat spion. Darren sudah masuk ke mobilnya dan melaju pergi, berlawanan arah dari tempat mereka berada.

​Setelah beberapa saat, isakan Gita mulai mereda, menyisakan napas yang tersengal.

​"Aku... aku akan menceraikannya. Sekarang juga," ucap Gita parau, suaranya dipenuhi kebencian.

​Derby tersenyum, inilah yang ia inginkan. Ia memegang dagu Gita, mengangkat wajahnya agar mata mereka bertemu.

​"Bagus. Sekarang kamu tahu dia tidak layak untukmu. Dia sudah membuang berlian demi sampah. Sekarang, mari kita urus perceraianmu. Setelah itu, kamu tidak akan pergi ke mana-mana. Kamu akan menjadi milikku seutuhnya, Gita."

​Bersambung...

1
Reni Anjarwani
lanjut thor
Bianca Garcia Torres
Aku beneran suka dengan karakter tokoh dalam cerita ini, thor!
Las Manalu Rumaijuk Lily: terimakasih kk
total 1 replies
Myōjin Yahiko
Dijamin ngakak mulu!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!