NovelToon NovelToon
Asmaraloka Gita Mandala

Asmaraloka Gita Mandala

Status: tamat
Genre:Romansa / Dark Romance / Tamat
Popularitas:9.3k
Nilai: 5
Nama Author: Komalasari

Mandala Buana seperti berada di dunia baru, setelah kehidupan lamanya dikubur dalam-dalam. Dia dipertemukan dengan gadis cantik bernama Gita, yang berusia jauh lebih muda dan terlihat sangat lugu.

Seiring berjalannya waktu, Mandala dan Gita akhirnya mengetahui kisah kelam masa lalu masing-masing.

Apakah itu akan berpengaruh pada kedekatan mereka? Terlebih karena Gita dihadapkan pada pilihan lain, yaitu pria tampan dan mapan bernama Wira Zaki Ismawan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Komalasari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

TIGA PULUH DUA : PENUH KEJUTAN

Gita menatap pria yang baru bergabung di meja makan, kemudian beralih kepada Mandala. Pertanyaannya terjawab sudah. Kedua pria itu memang lebih dari saling mengenal.

Sebisa mungkin, Gita tetap berusaha menguasai diri dengan memperlihatkan sikap tenang. Namun, ada satu hal yang membuatnya tak kuasa mempertahankan sikap tenang tadi.

“Bagaimana pekerjaanmu, Sayang?” tanya Arum lembut, kepada pria yang tak lain adalah Wira.

“Seperti biasa,” jawab Wira, dengan gaya serta nada bicaranya yang tenang. Sekilas, ekor mata pria itu mengarah kepada Gita.

“Dalam beberapa malam terakhir, Mas Wira selalu pulang terlambat bahkan pernah tidak pulang sama sekali. Dia sangat sibuk dengan pekerjaannya,” ucap Arum, yang membuat Gita tiba-tiba tersedak.

“Minumlah dulu,” bisik Mandala. Dia paham betul kenapa Gita seperti itu.

“Wira mendedikasikan diri dalam pilihannya,” ujar Subagyo menanggapi.

“Sudah seharusnya seperti itu, kan?” Wira tersenyum kalem kepada Subagyo.

“Ya. Tentu saja. Bapak menghargai semua keputusanmu,” balas Subagyo penuh wibawa. “Kamu belum menyapa Mandala dan Gita.”

Wira mengalihkan perhatian kepada Mandala dan Gita. Ditatapnya mereka beberapa saat, lalu tersenyum simpul. “Apa kabar, Man? Apakah ini calon istrimu?” tanya Wira basa-basi.

Mandala tidak segera menjawab. Dia menatap Wira dengan sorot tak dapat diartikan, setelah itu beralih pada makanan di piring, lalu menyantapnya dengan tenang.

“Kabarku sangat baik,” jawab Mandala, setelah menelan makanan. Butuh waktu beberapa saat baginya, hanya untuk mengatakan itu.

“Tut! Ambilkan piring untuk Wira,” suruh Subagyo tidak terlalu nyaring, berhubung jarak antara ruang makan dengan dapur sangat dekat.

Tanpa harus diperintah dua kali, Tuti datang sambil membawa piring, lalu meletakkannya di hadapan Wira. “Silakan, Mas,” ucap wanita itu sopan.

“Terima kasih, Bi,” balas Wira.

“Biar kuambilkan.” Arum berusaha mengambil nasi. Namun, melakukan itu jadi sangat sulit bagi seseorang dengan keterbatasan seperti dirinya.

“Terima kasih, Sayang. Biar kuambil sendiri.” Wira tersenyum lembut, lalu mengambil nasi.

“Maafkan aku,” sesal Arum pelan.

Wira menggeleng, sebagai isyarat agar Arum tidak merasa bersalah.

Sungguh merupakan adegan yang teramat menyakitkan bagi Gita. Bukan karena tersulut api cemburu, tetapi rasa berdosalah yang membuat dadanya terasa panas.

“Aku ingin ke kamar kecil,” ucap Gita pelan.

“Biar kuantar.” Mandala langsung berdiri.

“Panggil saja Tuti,” cegah Subagyo.

“Tenang saja, Pak. Aku belum lupa dengan seluk-beluk rumah ini.” Mandala tersenyum kecil, sebelum berlalu bersama Gita.

“Silakan. Kamar mandi di dekat tangga. Pintu warna putih,” ucap Mandala cukup datar.

Namun, Gita tidak segera masuk. Dia justru menatap Mandala dengan mata berkaca-kaca.

“Kenapa menangis?” tanya Mandala datar.

“Apakah Mbak Arum adalah istri Mas Wira?” tanya Gita lirih.

“Setahuku begitu,” jawab Mandala singkat.

“Apa maksudnya dengan ‘setahuku begitu’?” tanya Gita tak mengerti.

“Mereka menikah saat aku tidak tinggal lagi di rumah ini,” jelas Mandala.

Gita terdiam, tak tahu harus berkata apa.

“Ada lagi yang ingin kamu tanyakan? Kita harus kembali ke meja makan.”

“Apakah Mas Maman dan Mas Wira adalah kakak-beradik?”

Mandala menggeleng. “Bukan,” jawabnya.

“Aku tidak mengerti.”

“Akan kujelaskan. Tapi, tidak di sini."

Gita mengembuskan napas pelan, lalu bersandar pada dinding. “Ya, Tuhan. Aku tidak tahu ____”

“Pernahkah kamu bertanya kepada setiap pria yang memakai jasamu, apakah mereka sudah menikah atau belum?”

Gita tidak menjawab. Dia hanya menatap nanar pria di hadapannya.

“Kamu pasti tidak peduli. Mereka datang, menidurimu, membayar, lalu pergi. Seperti itukan?”

Lagi-lagi, Gita tidak menanggapi ucapan Mandala.

“Mungkin kamu menikmati pekerjaan itu. Bermodalkan paras cantik dan tubuh indah, uang bisa didapat dengan mudah. Uang yang seharusnya dinikmati oleh istri dan anak dari pria-pria hidung belang tak tahu diri.”

Gita terisak pelan.

“Hentikan, Gita. Ini bukan tempat yang tepat untuk meratap dan menyesal. Basuh wajahmu.”

Gita tidak mengatakan apa pun. Dia langsung masuk ke kamar mandi dan menutup rapat pintu, membiarkan Mandala menunggu di luar.

“Aku akan kembali ke meja makan,” ucap Mandala cukup nyaring. Tanpa menunggu jawaban dari Gita, dia langsung berlalu dari sana.

Suasana di meja makan terasa begitu canggung dan kaku, ketika Mandala kembali ke sana. Tak ada perbincangan hangat, apalagi canda khas keluarga harmonis. Semua larut dalam pikiran masing-masing.

Begitu juga ketika Gita kembali bergabung. Suasana hening masih belum berubah, hingga acara santap siang berakhir.

“Bisakah menemaniku hari ini?” tanya Arum, ketika mereka berkumpul di ruang keluarga.

“Tentu,” jawab Wira. “Saya tidak akan ke mana-mana lagi.”

“Bagaimana dengan pekerjaanmu, Sayang?” tanya Arum lagi.

“Jangan pikirkan itu. Tidak enak membahas masalah pekerjaan dalam suasana seperti ini.” Wira tersenyum, seraya menyentuh punggung tangan Arum.

“Tapi, tidak ada salahnya sedikit memamerkan prestasimu, Wir,” ujar Subagyo, selalu dengan gaya bicaranya yang penuh wibawa.

Wira tersenyum simpul. “Kenapa Bapak tidak meminta Mandala yang bercerita? Dia sudah lama menghilang dan baru muncul sekarang. Pasti banyak sekali pengalaman hidup yang didapatnya.”

“Tidak ada. Aku menghilang bukan untuk mencari pengalaman hidup. Kita semua tahu itu,” sahut Mandala agak dingin.

“Gita pasti ingin tahu.”

“Itu urusanku dengan Gita,” balas Mandala.

“Mungkin lain kali,” ujar Gita menanggapi.

“Apakah Mandala memberitahumu akan mengajak kemari?” tanya Arum lembut.

Gita menggeleng, diiringi senyum yang agak dipaksakan.

“Kita bernasib sama rupanya,” ujar Arum, disertai tawa pelan.

“Begitukah?”

Arum mengangguk. “Mas Wira juga begitu, ketika pertama kali mengajakku kemari. Aku sangat terkejut dan tentu saja gugup. Dalam pikiranku hanya ada satu. Semoga tidak salah kostum.”

“Bapak pasti langsung terkesan pada Mbak Arum,” ucap Gita, seraya menoleh sekilas kepada Subagyo.

“Ya. Arum meninggalkan kesan baik dan tak terlupakan. Itu yang membuat Bapak tidak berpikir panjang untuk segera menikahkannya dengan Wira.”

Gita tersenyum menanggapi ucapan Subagyo. Sekilas, tatapannya mengarah kepada Wira, yang ternyata tengah memandang dengan sorot penuh arti. Gita langsung mengalihkan perhatian darinya.

“Jadi, di mana kamu tinggal sekarang, Nak?” tanya Subagyo kepada Mandala.

“Sekitar 30 menit dari sini,” jawab Mandala asal.

“Ke arah mana?” tanya Subagyo lagi.

“Tidak akan kuberitahu. Aku takut Bapak tiba-tiba mengunjungiku ke sana.”

Bukannya marah, Subagyo justru tertawa renyah. “Kamu selalu bisa menghibur Bapak,” ujarnya.

Ucapan biasa, yang nyatanya berhasil membuat Wira jadi tak nyaman.

“Teman-temanmu di kesatuan terkadang datang kemari. Mereka menanyakan di mana Mandala saat ini.”

“Aku sudah menutup semua yang berkaitan dengan masa lalu,” ujar Mandala.

“Itu terlalu konyol,” gumam Wira sedikit mencibir.

“Tutup mulutmu, Brengsek!” sergah Mandala. Membuat semua yang ada di ruangan itu terkejut bukan main.

1
Yuyun Yuningsih Yuni
pokonya okeeee
ƙꪮꪑꪖꪶꪖకꪖꪹỉ: Lanjut atuh kanu baru
total 1 replies
Najwa Aini
mm..kisah sedrhana tentang kehidupan yang bisa dialami oleh siapa saja. Tapi kisah sederhana ini disajikan dengan sangat epik, dikemas dengan sangat menarik, dgn gaya tulisan yang indah, rapi, bertutur. jadilah kisah ini begitu asik untuk dibaca, dinikmati. Dan yang luar biasa lagi, banyak hikmah dan pelajaran yg bisa diambil di dalamnya..
selamat ya buat kakak autor...😍😍
ƙꪮꪑꪖꪶꪖకꪖꪹỉ: Makasih, Kak🥰🥰🥰. Sukses selalu, yaa😍
total 1 replies
Najwa Aini
udah ada karya baru..rajin amat Kak Nela.
wajib ditiru ini
ƙꪮꪑꪖꪶꪖకꪖꪹỉ: Ayo, mampi, Kak. Dijamin pusiang bacanya 😄
total 1 replies
Najwa Aini
Luar biasa kak.
selamat ya..
dan terima kasih udah menyajikan kisah yang cukup menginspirasi😍😍
ƙꪮꪑꪖꪶꪖకꪖꪹỉ: Terima kasih, Kak. Sehat selalu, yaa
total 1 replies
Najwa Aini
selamat ya Gita..😍😍
Najwa Aini
Aihh kata²mu Mas mamann
Najwa Aini
lohh udah epilog aja
Najwa Aini
Waahhh..meledak.
kalimat ini loh...yg aku tunggu, Mandala
Najwa Aini
senang banget aku. kayak lagi liat kalian pas di depan mataku
Najwa Aini
satu sama kalian
Najwa Aini
segera putar balik, Wira. temukan jalan kembali
Titik pujiningdyah
cuma gini doang thor? kebangetan andaaaaaa
ƙꪮꪑꪖꪶꪖకꪖꪹỉ: Udeh ah. Kalau dipanjangin nanti kesambet
total 1 replies
Titik pujiningdyah
yaelah man🤣
Titik pujiningdyah
nanggung amat bu
Titik pujiningdyah
telat wir telat
Titik pujiningdyah
ini kek momen lebaran, saling memaafkan 😄
Titik pujiningdyah
udah neng Arum gk usah tahu terlalu banyak dah. sakit ati loh
Rahmawati
akhirnya mandala dan Gita hidup bersama dan bahagia🥰
Rahmawati
akhirnya mas mandala mengakui kl dia cinta sm gita🥰
Dwisya Aurizra
beneran tamat ini teh? sayang banget padahal suka sama ceritanya, lanjut laahh
Dwisya Aurizra: tergantung 😅😅
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!