Sekar Ayu, gadis sederhana lulusan SMK, hidup di bawah naungan paman dan bibinya yang sukses di dunia fashion. Meski tumbuh di lingkungan materialistis, Sekar tetap menjaga kelembutan hati. Hidupnya berubah ketika bertemu Arumi, istri seorang konglomerat, yang menjodohkannya dengan Bayu Pratama, CEO muda dan pewaris perusahaan besar.
Namun, Bayu menyimpan luka mendalam akibat pengkhianatan cinta masa lalu, yang membuatnya membatasi dirinya dari kasih sayang. Pernikahan mereka berjalan tanpa cinta, namun Sekar berusaha menembus tembok hati Bayu dengan kesabaran dan cinta tulus. Seiring waktu, rahasia masa lalu Bayu terungkap, mengancam kebahagiaan mereka. Akankah Sekar mampu menyembuhkan luka Bayu, atau justru masa lalu akan menghancurkan hubungan mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dina Sen, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tiga hati
Arifal menatap Sekar lama, senyumnya samar, bukan senyum menggoda seperti biasanya, tapi senyum yang seolah mencoba menenangkan badai di dada wanita itu. Angin pantai meniup lembut rambut Sekar yang terurai, membuat beberapa helai menari di udara.
“Kalau kamu terus bilang nggak apa-apa,” ucap Arifal perlahan, suaranya nyaris kalah oleh suara debur ombak, “aku takut suatu hari kamu benar-benar nggak tahu rasanya bahagia lagi.”
Sekar terdiam. Dadanya sesak. Kata-kata itu seperti menyentuh bagian hatinya yang selama ini ia tutupi rapat. Ia menunduk, menggenggam tas kecil di tangannya lebih erat.
“Aku sudah terbiasa, Fal… Aku cuma ingin semua baik-baik saja.”
Arifal mendekat perlahan, jarak mereka kini hanya tinggal satu langkah. “Kamu nggak harus terbiasa dengan rasa sakit, Sekar. Kamu pantas dicintai, dihargai, diperhatikan… bukan dibiarkan bertahan sendirian.”
Sekar mengangkat wajahnya perlahan, matanya bergetar menatap Arifal. “Fal… jangan bicara seperti itu. Aku masih istri orang,” suaranya pelan, nyaris bergetar, “aku nggak mau terlihat seperti...”
“Seperti apa?” potong Arifal lembut, namun penuh tekanan emosional. “Seperti perempuan yang butuh kasih sayang? Sekar, itu bukan salahmu. Itu… manusiawi.”
Angin pantai berhembus kencang, membelai wajah mereka berdua. Untuk sesaat, dunia seolah berhenti.
Tatapan mereka bertaut, Sekar dengan air mata yang belum sempat jatuh, dan Arifal dengan tatapan lembut yang dipenuhi ketulusan yang tak lagi bisa ia sembunyikan.
Arifal menarik napas dalam, mencoba menahan gejolak yang ingin keluar dari dadanya. “Aku tahu batas, Sekar. Aku nggak akan menyentuhmu, aku janji. Tapi … biarkan aku jadi tempat kamu berhenti sejenak. Tempat kamu bisa bernapas tanpa harus pura-pura kuat.”
Sekar memejamkan mata sebentar, lalu tersenyum kecil di antara kesedihannya. “Fal… kamu terlalu baik. Aku takut kebiasaan sama perhatian kamu. Aku takut nanti aku lupa cara melindungi diriku sendiri.”
Arifal tersenyum tipis, melangkah sedikit lebih dekat, hanya cukup untuk membiarkan suaranya terdengar jelas di telinga Sekar.
“Kalau kamu lupa, aku janji bakal ingetin kamu, Sekar. Bukan supaya kamu jatuh padaku… tapi supaya kamu nggak jatuh lagi karena rasa sakit yang sama.”
Sekar menatapnya lama, matanya memantulkan sinar lembut matahari sore yang mulai turun ke cakrawala.
Untuk pertama kalinya, setelah sekian lama, ia merasa… dilihat. Tak sebagai istri yang harus sempurna, tapi sebagai seorang wanita yang boleh rapuh, boleh lelah, dan layak diperhatikan.
Sekar akhirnya tersenyum kecil. “Kamu tahu, Fal… mungkin kamu satu-satunya orang yang masih bisa membuatku merasa berarti.”
Arifal menatapnya dalam, lalu menjawab pelan, “Dan aku akan terus jadi orang itu, selama kamu mengizinkan aku berada di sini…”
Tangannya perlahan menepuk bahu Sekar lembut, penuh rasa hormat. “Di sisimu, tapi bukan untuk menggantikan siapa pun. Tapi kamu perlu tahu, Sekar' sejujurnya dalam hati, aku sudah memendam lama sama kamu, aku tidak masalah kalau sekarang harus menjaga tanpa memiliki kamu."
Sekar menunduk, menahan debar yang makin tak karuan. “Kamu selalu tahu cara bicara yang tepat ya, Fal. Dan aku minta maaf, selama ini aku tidak tahu' bagaimana perasaan mu.”
Arifal tertawa kecil, mengalihkan pandangan ke laut yang berkilau diterpa cahaya senja.
“Bukan karena aku pintar bicara, Sekar. Tapi karena setiap kali aku lihat kamu, aku cuma ingin kamu tahu' kamu masih punya alasan untuk tersenyum. Dan aku sudah biasakan diri, untuk tahu diri Sekar.”
Sekar menatap punggung Arifal yang berdiri beberapa langkah di depannya, membiarkan angin pantai bermain di rambut dan jas yang ia kenakan. Suara debur ombak terdengar lembut, menenangkan, tapi bagi Sekar, hatinya justru terasa semakin tak tenang.
Lalu perlahan, Arifal berbalik kembali. Tatapannya jatuh lurus pada Sekar, lembut namun dalam, seperti ingin menembus segala dinding yang Sekar pasang selama ini.
“Kamu tahu, Sekar…” ucapnya pelan, suaranya nyaris tenggelam oleh angin sore yang lembut, “aku bawa kamu ke sini sebenarnya bukan untuk survei.”
Sekar menatapnya bingung, “Maksudmu?”
Arifal tersenyum kecil, lalu melangkah mendekat, langkahnya tenang, tapi setiap gerakannya terasa mantap. “Aku bawa kamu ke sini… untuk membawamu agar lebih tenang. Aku tahu kamu butuh itu, Sekar. Aku bisa lihat dari cara kamu diam, dari cara kamu memandangi laut ... kamu bukan sekadar menikmati pemandangan, kamu sedang berusaha menenangkan hati yang sesak.”
Sekar terdiam. Matanya bergetar menatap sosok di depannya itu. “Fal…” gumamnya lirih, namun suara itu patah di udara.
Arifal tersenyum samar, lalu melangkah lagi, hingga kini jarak mereka hanya tinggal satu langkah.
“Aku nggak tahu apa yang kamu alami di rumah, Sekar,” lanjutnya, nada suaranya kini lebih dalam, “tapi aku tahu satu hal ... kamu terlalu banyak menahan, terlalu sering pura-pura kuat. Dan aku nggak mau lihat kamu terus begini.”
Sekar mengalihkan pandangan ke laut, berusaha menahan air mata yang menggenang. “Kamu nggak harus khawatir, Fal… aku baik-baik saja. Aku cuma---”
“Berhenti bilang kamu baik-baik saja,” potong Arifal lembut, tapi tegas. “Karena setiap kali kamu bilang itu, matamu justru bilang sebaliknya.”
Sekar menutup matanya sesaat. Udara sore yang lembab membawa aroma garam dan suara camar yang berputar di atas mereka. “Fal… kenapa kamu sepeduli ini sama aku? Aku takut kamu salah paham, atau… aku yang salah menafsirkan.”
Arifal menghela napas pelan, lalu menunduk sedikit, menyamakan tinggi pandangannya dengan Sekar. “Aku peduli bukan karena ingin sesuatu darimu, Sekar. Tapi karena kamu berharga. Karena aku pernah lihat kamu tertawa lepas dulu, dan sekarang aku cuma ingin lihat itu lagi. Sekali saja.”
Kata-kata itu menampar lembut hati Sekar. Senyum kecil muncul di bibirnya, tapi matanya berkaca-kaca.
“Fal, kamu itu selalu tahu cara bicara yang bisa bikin orang lain merasa hangat, padahal kamu sendiri mungkin juga punya luka.”
Arifal tersenyum tipis, lalu menatap laut di belakang Sekar. “Mungkin. Tapi luka itu rasanya nggak seberapa kalau dibanding bisa bikin orang yang aku pedulikan tersenyum lagi.”
Sekar menggeleng perlahan, senyumnya getir. “Kamu selalu seperti ini… tulus. Dan itu yang justru bikin aku takut, Fal.”
Arifal mengernyit lembut. “Takut kenapa?”
Sekar menatapnya, suaranya nyaris bergetar. “Takut… kalau aku mulai nyaman. Takut kalau aku mulai mencari kamu setiap kali aku merasa sedih. Karena itu berarti aku udah salah, Fal.”
Arifal terdiam sejenak. Angin meniup rambut Sekar yang kini berantakan lembut di wajahnya. Lalu, perlahan, ia mengulurkan tangan dan menyingkirkan helaian itu dari pipinya, gerakan kecil, sederhana, tapi penuh makna.
“Kalau itu salah, biarlah aku yang menanggung salahnya, Sekar,” ucapnya lembut. “Kamu cuma perlu satu hal ... tenang. Dan mulai hari ini, aku akan pastikan kamu punya tempat untuk itu.”
Sekar tak bisa menahan lagi. Setetes air mata jatuh di pipinya, tapi kali ini bukan karena sedih, melainkan karena lega. Ada sesuatu di hati yang perlahan luruh, kelelahan yang selama ini ia simpan sendiri, kini terasa lebih ringan.
Ia menatap Arifal lama, lalu tersenyum lirih.
“Terimakasih, Fal… mungkin kamu benar. Mungkin aku memang butuh tenang, dan hari ini, entah kenapa, aku menemukannya di sini.”
Arifal membalas senyumnya, mata mereka bertaut dalam keheningan yang hangat.
Sore itu, di bawah langit yang mulai berwarna keemasan, di antara debur ombak dan semilir angin pantai, ada dua hati yang diam-diam mulai saling mengerti, meski keduanya tahu, mereka sedang berdiri di batas yang tak boleh dilewati.
****
Sore itu, langit di luar gedung Pratama mulai memerah, menyisakan semburat jingga yang menembus tirai kaca besar di ruang kerja Bayu. Ruangan itu tampak hening, hanya terdengar dengung lembut dari pendingin ruangan dan detak jarum jam dinding yang terasa berjalan sangat lambat.
Bayu duduk di kursinya, tubuh tegapnya bersandar lelah. Satu tangan memegang pelipis, sementara yang lain memutar-mutar pena di atas meja. Pandangannya kosong menatap layar laptop yang belum juga ia sentuh sejak dua jam lalu.
Setiap detik terasa berat.
Setiap menit seperti menekan dadanya lebih dalam.
Ia ingin mengakhiri semuanya, kebohongan, ancaman, dan rasa bersalah yang terus mengekornya seperti bayangan gelap. Tapi setiap kali niat itu muncul, suara Alira kembali menggema di kepalanya… ancaman-ancaman yang membuatnya tak berdaya.
Bayu memejamkan mata, menarik napas panjang.
“Berbohong pada Sekar…” gumamnya dalam hati.
Kata itu saja sudah cukup untuk membuat dadanya nyeri. Ia tahu, istrinya bukan tipe perempuan yang banyak menuntut. Sekar selalu sabar, selalu diam bahkan ketika ia pulang larut tanpa kabar. Dan justru itu yang membuat Bayu semakin hancur, diam Sekar adalah cermin dari luka yang ia buat sendiri.
Namun di sisi lain, bayangan Alira kembali muncul di kepalanya, senyumnya yang misterius, tatapan matanya yang menusuk, dan kata-katanya yang selalu mengikat.
“Kamu nggak bisa kabur, Bayu. Aku tahu semua tentang kamu, bahkan yang kamu sembunyikan dari keluargamu.”
Bayu meremas pena di tangannya hingga nyaris patah. Napasnya terengah kecil.
“Kenapa, Alira… kenapa kamu nggak bisa berhenti?” bisiknya lirih, penuh getir.
Ia menunduk, kedua tangannya kini menutupi wajahnya yang lelah. “Aku sudah cukup menebus semua masa lalu itu. Tapi kenapa kamu terus menyeretku?”
Tatapannya lalu beralih ke ponselnya di atas meja. Layar itu gelap, tapi Bayu tahu pesan dari Alira akan segera muncul seperti biasa, tepat saat pikirannya mulai tenang sedikit.
Dan benar saja, getaran ponsel di meja kerja memecah kesunyian ruangan.
Bayu menatapnya tanpa berani menyentuh.
Nama “Alira” terpampang jelas di layar.
Ia menelan ludah, jantungnya berdegup kencang.
Perlahan ia membuka pesan itu.
Alira, “Nanti malam jam delapan. Tempat yang sama. Jangan buat aku marah, Bayu. Kamu tahu apa yang terjadi kalau aku kecewa.”
Bayu terdiam lama, ponsel itu kini terasa seperti bara api di tangannya.
Ia memejamkan mata, lalu memutar tubuhnya menatap jendela besar. Di luar sana, langit mulai gelap. Mobil-mobil berlalu-lalang dengan lampu yang mulai menyala, tapi semuanya tampak jauh… terlalu jauh dari ketenangan yang ia dambakan.
“Nanti malam?” gumamnya lirih, menatap pantulan wajahnya sendiri di kaca jendela. Wajah lelah, mata sayu, dan senyum yang sudah lama hilang.
“Itu artinya aku pulang larut malam, atau mungkin aku tidak pulang.”
Ia menunduk, meremas ponsel itu erat-erat.
“Apa maumu sebenarnya, Alira?” suaranya rendah, serak, hampir tak terdengar.
“Mengapa kamu selalu mengancamku? Selalu memaksaku untuk bersamamu, seolah aku milikmu…”
Tiba-tiba pintu ruangannya diketuk pelan.
Bayu segera menegakkan tubuhnya, mencoba mengembalikan wajah tenangnya.
“Masuk,” ucapnya datar.
Asisten pribadinya, Rani, masuk dengan wajah hati-hati. “Pak Bayu, ada beberapa dokumen yang harus Bapak tanda tangani sebelum jam kerja selesai. Dan … Pak Rama sempat mencari Bapak tadi, tapi beliau sudah pulang.”
Bayu mengangguk tanpa banyak bicara. “Taruh saja di meja. Aku akan tanda tangan setelah ini.”
“Baik, Pak.” Rani meletakkan map dokumen, lalu menatap ragu. “Pak … kalau boleh saya tahu, Bapak baik-baik saja, kan? Sejak siang tadi Bapak belum makan apa pun.”
Bayu tertegun sebentar, lalu tersenyum tipis, senyum yang dipaksakan. “Aku baik-baik saja, Rani. Terima kasih.”
Rani mengangguk pelan lalu keluar, menutup pintu kembali.
Dan begitu pintu itu tertutup, senyum Bayu pun runtuh. Ia bersandar kembali di kursinya, menatap langit yang kini benar-benar gelap.
Tangannya kembali meraih ponsel. Ia ingin menulis pesan untuk Sekar, ingin meminta maaf, ingin bilang kalau malam ini ia harus lembur dan tak bisa pulang. Tapi jari-jarinya berhenti di tengah kalimat.
“Maaf, Sekar, aku harus kerja lembur malam ini… Aku pulang agak larut.”
Ia menatap tulisan itu lama, lalu menekan tombol kirim dengan napas berat.
Satu kebohongan lagi.
Satu luka lagi untuk perempuan yang tak pernah menuntut apa-apa darinya.
Bayu menatap layar ponselnya yang kini kembali gelap, sebelum akhirnya ia berbisik pada dirinya sendiri, penuh getir, penuh rasa bersalah.
“Maafkan aku, Sekar… aku tidak tahu sampai kapan aku bisa bertahan dalam permainan ini.”
Di luar jendela, hujan mulai turun perlahan.
Dan di dalam ruangannya yang dingin, Bayu merasa seperti tenggelam dalam badai yang ia ciptakan sendiri.
dan Test DNA nya negatif 🥲🥲
kasihan Sekar jika hasilnya positif🥲🥲
itu knp Alira ketawa sendiri yaaa 🤣🤣🤣
ngomong sendiri jawab sendiri 🤣🤣🤣 Dahh stress si pelakor Alira krn Masaru kabur, krn gk bisa dapetin Bayu 🤣🤣🤣
Alira pikir Masaru akan membantu nya 😅😅
Alira di penjara bukan nya tobat tapi makin Stress 😅😅😅
penasaran dg lanjutannya...
Di tunggu updatenya Author kesayangan kuuuu tetap semangat Sayyy quuu🤗 🥰💪
mudah²an hasilnya negatif yaa, kasihan Sekar jika hasilnya positif, Sekar harus menerima nya 🥲🥲
btw itu Bayu kyak nya cemburu sama Arifal, krn Arifal blg ke Sekar, jika butuh sesuatu, Arifal selalu ada, 😁😁
Rama pun melihat isi chat Alira dg Bayu bahkan foto Masaru dengan Bayu.
Wahh ternyata Masaru pesaing bisnis Papa nya Bayu yaa
Akhirnya lokasi si Pelakor Alira di temukan kira² bener gk tuhh jgn² Alira nyamar lagi 😡😡
Alira licik banget sampai memalsukan indetitas segala biar bisa kabur 😡😡
Bener kata Arumi, kalau Alira bersembunyi, 😡😡
Sekar menunduk menatap Bayu yg lemah dong 🥲🥲
Bener tuh kata Sekar sebentar lagi akan tau kebenarannya 🥲🥲
Polisi, Rama bergerak cepat dong nyusul Alira ke Bali 😡😡
Tangkap saja Alira greget 😡😡
Rasain Alira Si Pelakor Stress di tangkap polisi 😡😡
Kira² Alira berani gk test DNA 😆😆
Alira dahh makin stress msh berani dia blg Bayi itu anak Bayu dan berani Tes DNA 😡😡
Alira dahh salah ketawa mulu dasarnya stress Pelakor stress 😡😡
Lanjutkan Sayyy penasaran...
Tetap semangat yaa Author kesayangan kuuu 🤗🥰
duhhh Alira ternyata kabur ke luar negeri pakai indetitas palsu dasar Alira pelakor Stress😡😡😡
mudah²an ponsel nya Bayu ada bukti kuat tentang Alira kasihan Bayu dan Sekar 🥲🥲
pengen jambak tuh Alira Stress 😡😡😡🤣🤣🤣
dasar Alira Stress pengen tak jambak 😡😡
Ada rekaman CCTV yg di hapus Ehmm pst org dalam pesuruh
si stress Alira yg hapus tuh 😡😡
Alhamdulillah Bayu sudah sadar 🥲🥲
Untungnya efek racunnya lambat 🥲🥲
Kasihan Bayu, meskipun Bayu sudah sadar, Kondisi Bayu msh lemah dan blm kuat buat Bicara 🥲🥲
Duhhh Alira Pelakor Stress kmn tuh.. ,😡😡
Bener banget Alira gk pergi sendiri 😠😡😡.
Duhh siapa yaa yg hps CCTV itu org dalam tuh suruhan Alira 😡😡
Penasaran dg lanjutkan nyaaa
Di tunggu updatenya yaa Author kesayangan kuuu
Tetap semangat terus ya Sayyy 🤗🥰💪
bener banget pasti ada seseorang yang bantuin Alira si Pelakor stress itu 😡😡😡
duhh Arifal ksh tau CCTV ke Rama...
ayo Rama ksh bom Alira biar meledak 🤣🤣🤣
Sekar di salahin krn Bayu masuk ICU 🥲🥲
Bayu sebut nama Sekar dong🥲🥲
alhamdulillah Bayu mulai membaik🥲🥲
entah rencana apalagi di buat Pelakor Alira dan Masaru 😡😡
greget bacanya😡😡
penasaran lanjutannya bikin emosi episode ini😡😡
di tunggu updatenya ya Author kesayangan kuuu
tetap semangat ya Sayyy 💪🥰🤗
akhirnya Rama, Sekar, Arifal tau klo Bayu di Racun dan menduga itu perbuatan Alira 🥲🥲
arifal berusaha tenangin Sekar dong... 🥲🥲
dasar Alira Pelakor Stress bisa nya dia ketawa krn Bayu sekarat di RS 😡😡😡
Masaru gk jauh beda stress nya😡😡😡
skrg Masaru dan Alira mau menghancurkan Rama pula dasar stress 😡😡
penasaran sama lanjut nya pengen Sekar palu Alira biar sadar 🤣🤣🤣
di tunggu updatenya ya Author kesayangan kuuu
tetap semangat ya Sayyy 🥰🤗💪
semoga Bayu baik² saja 🥲🥲
Batu sebenarnya tidak mengkhianati Sekar, tapi Bayu di jebak Alira 🥲🥲
bagus lah Sekar bertahan buat Bayu 🥲🥲
jangan biarkan pelakor menang Sekar, klo bisa jambak si Alira 🤣🤣🤣
penasaran dg lanjutannya...
di tunggu updatenya ya Author kesayangan kuuu....
tetap semangat Sayyy quuu 💪💪🥰🥰🤗🤗
duhhh ngapain sih si pelakor Stress Alira chat kirim pesan ke Bayu 😡😡😡
Sekar pun baca pesan ny dong 🥲🥲
akhirnya Bayu jujur tentang Alira ke Sekar dan Bayu pun minta maaf ke Sekar 🥲🥲
Sekar pun blg ke Bayu klo Alira pernah datang menemui nya🥲🥲
Bayu pun blg semua yg di blg Alira bohong kecuali nikah siri, emng si Alira pembohong 😡😡
kasihan Sekar merasa di bohongi sama Bayu 🥲🥲
Sekar mau Bayu jgn bohong lagi dan gk ada kebohongan lagi 🥲🥲
penasaran lanjut nya pengen rasanya Sekar jambak rambut Alira Stress si Pelakor 😄😄😄
di tunggu updatenya ya Author kesayangan kuuuu tetap semangat terus Sayyy quuu 🥰💪🤗
duhhh Sekar msh mengingat kata kata Alira dong🥲🥲
jgn di ingat Sekar, Bayu itu milik mu bukan milik Alira🥲🥲.
duhh Mama Arumi telpon dong nanya Sekar kapan hamil? di sentuh Bayu pun tidak gmn mau hamil? seandainya Mmah Arumi tau yg sebenarnya 🥲🥲
mmah Arumi blg Bayu bukan org jahat 🥲🥲 ya bnr Bayu gk jahat dia hanya di jebak Alira si pelakor stress 😡😡
penasaran dg lanjutannya..
di tunggu updatenya ya Author kesayangan kuuu tetap semangat terus Sayyy quuu 🤗🤗🥰🥰💪💪
untung ada pak Joni yg bantu Bayu pulang 🥲🥲
duhh ternyata Bayu dahh tau Sekar kerja di toko 🥲🥲
pak Joni yg ksh tau Sekar kerja di toko 🥲🥲
duhhh meskipun hati nya merasa sakit, Sekar msh perhatian dg Bayu 🥲🥲
dokter periksa Bayu dongggg 🥲🥲.
knp tuhh Bayu gk mau di opname 🥲🥲
meskipun Bayu lagi sakit, dia msh perhatian dong sama Sekar, sampai minta Sekar pulang lebih awal🥲🥲
waduhhh kira² Bayu bakal cerita ke Sekar gk yaa tentang Alira si Pelakor stress itu??
penasaran....
di tunggu updatenya ya Author Kesayangan quuu tetap semangat terus Sayyy 🤗🤗🥰🥰💪💪