NovelToon NovelToon
RAHASIA MASA LALU SUAMI DAN SANG IPAR

RAHASIA MASA LALU SUAMI DAN SANG IPAR

Status: sedang berlangsung
Genre:Ibu Mertua Kejam / Selingkuh / Cintapertama
Popularitas:4.7k
Nilai: 5
Nama Author: Barra Ayazzio

Bagaimana rasanya menjadi istri yang selalu kalah oleh masa lalu suami sendiri?
Raisha tak pernah menyangka, perempuan yang dulu diceritakan Rezky sebagai "teman lama”itu ternyata cinta pertamanya.

Awalnya, ia mencoba percaya. Tapi rasa percaya itu mulai rapuh saat Rezky mulai sering diam setiap kali nama Nadia disebut.
Lalu tatapan itu—hangat tapi salah arah—muncul lagi di antara mereka. Parahnya, ibu mertua malah mendukung.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Barra Ayazzio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

32. Ketegasan Rezky

Lampu-lampu neon klub yang mulai redup menjelang dini hari memantulkan cahaya kusam di wajah Roy. Dia duduk terkulai di sofa VIP yang sudah setengah kosong, botol minuman berserakan di meja. Matanya merah, napasnya berbau alkohol, dan tangannya bergetar ketika ia kembali menuang cairan itu ke gelas—entah gelas keberapa.

"Bro, lu udah cukup.”

Suara Haikal temannya muncul dari sisi kanan, tegas tapi tetap bernada khawatir.

Roy melirik samar, senyumnya miring, pahit. "Kal, gue masih sadar kok. Sadar banget malah. Sadar kalau hidup gue… hancur.”

Haikal duduk di sampingnya. Dia sudah mendengar kabar dari seseorang bahwa Roy mabuk parah sejak tahu soal pernikahan Nadia. Yang dia lihat malam itu bahkan lebih buruk dari yang dia bayangkan.

"Nadia merit sama Rizal, laki-laki yang bahkan tidak dia cintai” Roy tertawa pendek—tawa yang terdengar lebih seperti isak. “Lu tau nggak? Gue tadinya mau ke Jakarta, gue mau nyusul dia. Mau minta dia jangan pergi. Eh, dia malah udah merit. Resmi. Sah.” Dia menunduk, menutup wajahnya dengan kedua tangan. “Gue kalah sebelum sempat berjuang.”

Haikal menghela napas panjang. “Roy, dengerin gue ya. Ada banyak hal yang lu nggak tau.”

Roy mengangkat kepalanya, mata merah itu menatap Haikal dengan frustasi. "Kayak apa? Apa lagi yang bisa lebih buruk dari ini?”

Haikal menelan ludah. Ini rahasia yang seharusnya tidak dia buka, tapi melihat keadaan Roy—hancur, tersesat, tak tahu apa-apa—dia tidak tega.

"Sepertinya Nadia merit sama Rizal bukan karena dia tiba-tiba cinta.”

Roy mengerutkan kening.

"Dia merit buat nyelamatin muka keluarganya,” lanjut Haikal pelan. "Setahu gue, Nadia hamil, Roy. Gue sempat mendengar di tempat ini, Nadia curhat sama Allysa, kalau dia sudah telat. Dia hamil, Roy."

Haikal terdiam sejenak, lalu menatap Roy lurus-lurus. "Nadia… hamil.”

Roy membeku. Tubuhnya yang limbung seakan dipaku ke sofa.

Haikal melanjutkan dengan suara hampir berbisik, "Dan anak itu kemungkinan anak lu, Roy.”

Roy terbelalak. Gelas yang ia pegang jatuh, pecahannya berserakan di lantai. Napasnya tercekat, seperti baru dipukul kenyataan yang terlalu besar untuk diterima.

"Jangan bercanda, Kal, bercanda lu jangan keterlaluan kayak gini.” Suaranya pecah.

"Gue nggak bercanda.” Haikal menahan bahu Roy agar pria itu tetap duduk. “Nadia nggak pernah bilang sama lu karena dia takut. Takut lu gak diterima keluarganya . Secara keluarganya kan darah biru, sementara lu hanya remahan reginang."

Roy menatap kosong, seakan seluruh dunia runtuh sekaligus menamparnya.

"Kenapa dia nggak bilang?” suaranya nyaris tidak terdengar.

"Karena dia sayang sama lu,” jawab Haikal jujur. "Dan dia nggak mau lu dihina keluarganya."

Roy memukul dadanya sendiri, seolah mencoba menarik napas yang tak bisa terhirup. “Tuhan, gue ayahnya, gue ayahnya tapi dia menikah sama orang lain.”

"Makanya lu harus sadar dulu, Bro. Kalau mau perjuangin dia atau anak lu, lu harus waras. Bukan kayak gini. Haikal menepuk bahunya.”

Air mata Roy akhirnya jatuh—tanpa perlawanan, tanpa malu. Cinta, penyesalan, dan kehilangan bercampur menjadi satu.

Roy hanya menatap kosong ke depan, sementara kata-kata Haikal terus menggema di kepalanya:

"Anak itu, kemungkinan anak lu, Roy.”

"Gue akan berubah, gue harus bisa merebut Nadia dari Rizal, karena Nadia mengandung anakku, darah dagingku." Untuk pertama kalinya malam itu, Roy tidak lagi minum.

***

Sore itu, langit mulai berwarna jingga ketika Raisha pulang bersama Rezky. Permintaan mama papanya untuk menginap di Kopo ditolaknya secara halus.

"Biarkan Icha menyelesaikan semua prahara ini, Ma. Nanti kalau semuanya sudah normal, Icha pasti nginap."

"Ya sudah kalau itu demi kebaikanmu." Bu Ratna tidak bisa memaksa putrinya.

"Tolong, sampaikan salam untuk Rico dan Resty. Ada oleh-oleh yang sudah Icha simpan di kamarnya masing-masing.

"Iya nanti mama bilang sama mereka." Raisha pamit, mencium pipi mama papanya.

Menjelang Isa Raisha tiba di rumah besar milik mertuanya, Bu Aina. Udara terasa berat, bukan karena cuaca, tapi karena ingat ultimatum tentang kehamilan, dan tatapan tajam Bu Aina beberapa waktu lalu yang membuat dadanya sesak.

Raisha merapikan kerudungnya, menarik napas panjang, lalu masuk bersama Rezky yang berjalan setengah langkah di depannya. Tangan Rezky tak pernah lepas dari menggenggam tangan Raisha—erat, seolah ingin mengatakan bahwa kali ini dia tak akan membiarkan istrinya menghadapi apa pun sendirian.

Begitu pintu dibuka, Bu Aina muncul dari ruang tamu. Wajahnya kaku, dagunya terangkat sedikit, seperti biasa ketika dia ingin menunjukkan wibawa.

"Kalian.” ujarnya datar.

"Assalamualaikum, Bu,” Raisha mencoba tersenyum meski pipinya terasa tegang.

Rezky menjawab lebih mantap, "Waalaikumussalam."

Tanpa basa-basi, Bu Aina memandang Raisha dari ujung rambut hingga ujung kaki, seolah mencari kekurangan yang bisa dipermasalahkan. Raisha menunduk refleks. Dada Rezky menghangat—bukan oleh kebaikan—tapi oleh marah yang sudah lama dia tahan.

"Cha,” Bu Aina memulai dengan nada yang terlalu manis untuk maksud yang tajam, "ibu harap kamu ingat pembicaraan kita. Kamu itu—”

"Cukup, Bu.”

Suara Rezky memotong, tegas, rendah, dan membuat Bu Aina tersentak.

Ruangan itu seketika hening.

Raisha membeku, tak berani menatap siapa pun. Bu Aina memicingkan mata, tidak menyangka putranya akan menentang—apalagi di depannya.

"Apa maksud kamu, Ky?” suara Bu Aina meninggi sedikit.

Rezky menarik Raisha mendekat ke sisinya. "Maksud saya, mulai sekarang ibu tidak boleh lagi menekan Icha tentang hal apa pun. Termasuk soal kehamilan.”

Wajah Bu Aina berubah, antara terkejut dan tersinggung. "Ibu hanya ingin yang terbaik. Kamu itu anak laki-laki pertama keluarga ini. Masa—”

"Yang terbaik buat saya adalah istri saya bahagia. Bukan ketakutan, bukan stres karena tuntutan Ibu." Rezky menatap ibunya tanpa gentar,

Raisha merasakan tangannya diremas lembut, seolah Rezky menyalurkan keberanian padanya.

Bu Aina berkacak pinggang. “Tapi keluarga besar—”

"Keluarga besar nggak akan ikut campur kalau saya yang bicara.” Rezky meninggikan suaranya sedikit, tapi tetap sopan. “Bu, saya sayang sama Ibu. Tapi saya juga sayang sama Icha yang sudah Ibu tekan terus-menerus sampai dia takut, dan pulang sendiri ke rumah orang tuanya.”

Pandangan Bu Aina beralih sekejap ke Raisha, yang buru-buru menunduk lagi. Namun kali ini Rezky melangkah setengah maju dan berdiri sedikit di depan istrinya, melindungi dengan tubuhnya sendiri.

"Saya suaminya, Bu,” kata Rezky pelan tapi mantap. “Dan tugas saya itu memperjuangkannya. Menjaga dia. Bukan membiarkan dia disakiti—bahkan oleh keluarga saya sendiri.”

Raisha terisak kecil, tersentuh sekaligus lega. Ini adalah kata-kata yang sudah lama ia butuhkan, kalimat yang selama ini hanya ia dengar di dalam doanya sendiri.

Bu Aina terdiam. Ada kemarahan, ada gengsi, tapi juga ada sedikit goyah di matanya—karena putranya tidak pernah setegas ini sebelumnya.

Raisha akhirnya mengangkat wajah, memberanikan diri berkata pelan, “Maaf kalau selama ini Icha kurang… tapi Icha benar-benar berusaha. Icha cuma ingin diterima.”

Rezky menatap istrinya lembut, lalu kembali ke ibunya. “Jadi mulai sekarang, tolong ibu hargai Icha seperti ibu ingin dihargai.”

Beberapa detik yang panjang berlalu sebelum Bu Aina menjawab, suaranya lebih lirih meski masih kaku. "Ibu akan coba."

Rezky tersenyum tipis, mengangguk. “Terima kasih, Bu.”

Dan untuk pertama kalinya sejak berbulan-bulan, Icha merasa dadanya tidak lagi sesak ketika berada di rumah itu, karena hari ini, Rezky berdiri di depan semua ketakutannya dan berkata, Dia adalah istriku. Dan aku akan memperjuangkannya.

1
Candela Antunez
Nggak sia-sia baca ini. 💪
Barra Ayazzio: Terimakasih, lanjut baca ya Kak. 🥰
total 1 replies
Classroom Of The Elite
Sangat kreatif
Barra Ayazzio: Terimakasih 🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!