Malam itu menjadi malam terburuk bagi Ranum. Sang kekasih tiba-tiba saja secara sepihak memutus jalinan asmara di saat ia tengah mengandung benih cintanya, diusir oleh sang ayah karena menanggung sebuah aib keluarga, dan juga diberhentikan dari tempatnya bekerja.
Ranum memilih untuk pergi dari kota kelahirannya. Ia bertemu dengan salah seorang pemilik warung remang-remang yang mana menjadi awal ia membenamkan diri masuk ke dalam kubangan nista dengan menjadi seorang pramuria. Sampai pada suatu masa, Ranum berjumpa dengan lelaki sholeh yang siapa sangka lelaki itu jatuh hati kepadanya.
Pantaskah seorang pramuria mendapatkan cinta suci dari seorang lelaki sholeh yang begitu sempurna? Lantas, apakah Ranum akan menerima lelaki sholeh itu di saat ia menyadari bahwa dirinya menyimpan jejak dosa dan nista? Dan bagaimana jadinya jika lelaki di masa lalu Ranum tiba-tiba hadir kembali untuk memperbaiki kesalahan yang pernah ia lakukan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon El Jasmin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32. Di Sela Batu Kali
"Jadi, sudah berapa lama kamu berselingkuh dengan Ranum, Pa? Mama benar-benar heran, apa yang membuatmu sampai tergoda dengan wanita jalang itu. Apa kurangnya aku, Pa?!!!"
Hawa panas menyelimuti atmosfer ruangan ini. Meski pendingin ruangan sudah diatur dalam posisi paling rendah namun tetap saja hanya hawa panas yang terasa. Panas akibat api amarah dan kecewa yang membakar jiwa Helena.
Tidak hanya sang mama, Varen pun juga tak luput dari amarahnya kepada sang papa. Lelaki yang selama ini menjadi panutannya justru berselingkuh dengan mantan kekasihnya.
"Lagipula kenapa harus Ranum Pa? Dia itu mantan kekasihku. Bisa-bisanya Papa berselingkuh dengannya."
Jonas terhenyak mendengar segala tuduhan yang sama sekali tak masuk ke dalam logikanya. Dia memang berselingkuh, tetapi kenapa bisa Ranum yang mereka tuduhkan menjadi selingkuhannya.
"Apa-apaan kalian ini? Siapa yang berselingkuh dengan Ranum, hah? Aku sama sekali tidak berselingkuh dengannya!"
Kedua bola mata Helena terbelalak sempurna. Bisa-bisanya sang suami masih mengelak padahal sudah jelas-jelas ia tertangkap basah berduaan dengan Ranum.
"Papa masih mengelak? Sudah jelas-jelas Papa berduaan dengan wanita jalang itu. Papa tetap tidak mau mengakui?"
"Apa yang harus aku akui Ma? Aku memang tidak berselingkuh dengan Ranum. Karena bukan Ranum yang menjadi selingkuhanku!"
"Hah, bukan Ranum?" tanya Helena dengan sinis. "Lelucon macam apa lagi itu Pa? Kamu berdua-duaan dengan Ranum tapi kamu mengatakan bukan Ranum yang menjadi selingkuhanmu?"
Jonas menggaruk kepalanya frustrasi. Ocehan Helena sungguh membuatnya pusing setengah mati. Belum lagi ia memikirkan perkara kehamilan Ranum yang ia yakini itu adalah cucunya.
"Aku sedang menanyakan keadaan Ranum!"
"Keadaan apa? Dan kenapa kamu sepeduli itu dengan Ranum? Padahal beberapa bulan yang lalu kamu mengusirnya dari pabrik tanpa belas kasih!" teriak Helena yang merasa sikap Jonas semakin aneh.
"Ranum hamil. Aku tanya yang dikandung itu anak Varen atau bukan!"
Duaaaarrr....
Bak disambar petir, Varen begitu terkejut mendengar ucapan sang papa. Kedua bola matanya terbelalak sempurna dengan jantung yang berdegup kencang.
"R... Ranum hamil??" lirih Varen.
***
Angin berhembus kencang membelai dedaunan. Membuat mereka menari-nari seiring dengan hembusannya. Ada yang tetap memeluk erat sang dahan dan ada pula yang memilih untuk melepaskan pelukannya. Memilih untuk jatuh ke bumi ataupun terbang tertiup angin.
"Wah, Pak Dokter mau ke mana? Kok jalan-jalan di tengah hutan seperti ini?"
Seorang lelaki paruh baya dengan pakaian yang sedikit lusuh menyapa seorang yang ia panggil dengan sebutan dokter. Lelaki bergelar dokter itu hanya menyunggingkan senyum tipis di bibirnya.
"Saya ingin ke sungai yang ada di balik hutan ini Pak. Kebetulan lusa saya harus kembali ke kota untuk mengambil obat selama beberapa hari, jadi saya sempatkan untuk jalan-jalan sebentar, menikmati suasana yang ada di sini."
"Wah, itu salah satu keputusan yang bagus Pak. Sungai di balik hutan ini memang terkenal indah. Airnya begitu jernih sampai-sampai kita bisa bercermin. Kalau begitu silakan dilanjutkan Pak. Saya permisi!" ucap lelaki paruh baya itu berpamitan.
"Silakan Pak. Hati-hati di jalan!"
Dialah Yusuf. Lelaki berusia tiga puluh tahun yang berprofesi sebagai seorang dokter umum. Sudah lima bulan lebih ia bertugas di tempat terpencil ini dan lusa, ia akan kembali ke kota beberapa hari untuk mengambil stok obat.
Senyum mengembang membingkai bibir Yusuf kala netranya memandang segala pesona yang tersaji. Aliran air yang begitu jernih yang dihiasi oleh batu-batu kali dan tak jauh dari tempatnya berdiri ada sebuah curug kecil yang berasal dari sebuah tebing yang cukup tinggi. Lelaki itu memilih untuk duduk di sebuah batu besar yang ada di tempat ini.
Sembari menikmati segala pesona yang tersaji, Yusuf hanyut dalam pikirannya sendiri. Meresapi segala karunia yang telah diberikan oleh Allah, hingga ia bisa sampai berada di titik seperti ini. Menjadi seorang dokter yang mana menjadi cita-citanya sejak kecil.
"Apa yang aku raih saat ini tidak lepas dari bantuan pak Erlangga dan bu Ratri. Jika saat itu aku tidak dipungut oleh beliau sebelum akhirnya aku diangkat anak oleh papa dan mama, tentunya aku tidak mungkin menjadi seperti sekarang."
Yusuf mengingat masa-masa yang telah lalu, di mana ada sosok Erlangga dan Ratri yang begitu berjasa dalam hidupnya. Dia yang dibuang oleh orang tua kandungnya di kala hujan deras, kemudian diselamatkan oleh Erlangga. Hingga sampai satu masa, ia diangkat anak oleh Hermawan yang merupakan pemilik PT. Rajawali Perkasa. Sebuah perusahaan besar yang bergerak di bidang textile.
"Dari pak Erlangga pula lah aku juga memiliki pondasi agama yang kokoh. Bagaimana tidak kokoh, beliau adalah salah satu pemuka agama jadi bisa dipastikan jika segala tingkah lakuku harus sesuai dengan ajaran-ajaran agama."
Yusuf kembali mengenang masa-masa kecilnya. Di mana setelah sholat maghrib ia harus mengaji di surau. Tidak hanya perihal baca tulis Al-Quran yang ia pelajari, namun juga ilmu fiqih, tarikh, dan lain sebagainya.
"Kira-kira bagaimana kabar pak Erlangga dan bu Ratri sekarang? Apa mereka masih tinggal di sana? Jika ada waktu yang sedikit longgar, aku akan mengunjungi mereka."
Yusuf kian larut dalam pikirannya sendiri. Mengingat masa kecilnya yang siapa sangka akan mengantarkannya sampai di titik saat ini. Sebuah perjalanan hidup yang mungkin penuh dengan penderitaan karena di buang oleh ibu kandungnya namun pada akhirnya ia menjadi sosok lelaki yang berhasil.
Hingga pada akhirnya memory yang melanglang buana itu terhenti ketika netranya menangkap sesuatu yang tersangkut di sela-sela batu kali. Sesuatu yang begitu mencurigakan dan mengusik penglihatannya.
"Apa itu? Mengapa seperti ada rambut seseorang yang tersangkut di sela-sela batu kali itu?"
Yusuf bangkit dari posisi duduknya. Ia ayunkan tungkai kakinya untuk mendekat ke arah sesuatu yang ia rasa merupakan rambut yang tersangkut. Hingga tubuhnya terperanjat setengah mati kala melihat dengan mata kepalanya sendiri ada sosok manusia tersangkut di sela-sela batu kali.
"Astagfirullah, orang ini masih hidup atau sudah meninggal?" pekik Yusuf dengan ekspresi terkejut setengah mati.
Jemari tangan Yusuf memegang bagian urat leher wanita ini. Mencoba memastikan nadi wanita ini masih berdenyut.
"Alhamdulillah, dia masih hidup."
Kepala Yusuf melongok ke sekeliling, mencoba mencari bantuan kepada penduduk kampung yang mungkin saja melintas di tempat ini. Hingga senyum mengembang di bibirnya kala melihat beberapa kawanan bapak-bapak yang sedang dalam perjalanan pulang dari mencari kayu bakar.
"Pak... Bapak...!" teriak Yusuf memanggil empat orang bapak-bapak itu sembari melambaikan tangannya.
Mereka pun menoleh ke arah sumber suara dan berjalan mendekat ke arah Yusuf.
"Loh pak Dokter, ini siapa? Mengapa ada mayat wanita di sini?" tanya salah seorang bapak-bapak yang begitu terkejut ada sosok mayat seorang wanita.
"Pak, wanita ini masih hidup. Saya minta tolong untuk membawa wanita ini ya."
"Caranya bagaimana pak Dokter?"
"Bisa Pak.. Tapi saya pinjam tali tambang yang ada di karung Bapak itu ya," pinta Yusuf sembari menunjuk ke arah tali tambang yang ada di karung salah satu bapak itu.
Sedangkan bapak itu hanya mengangguk dan menyerahkan tali tambang miliknya kepada Yusuf.
Yusuf mengambil posisi jongkok. Lelaki itu mengambil dua batang kayu kemudian membuat simpul-simpul untuk bisa menjadi tandu. Tak selang lama, tandu darurat itupun jadi dan siap untuk mengangkut tubuh wanita yang entah siapa namanya ini.