NovelToon NovelToon
Obsesi Cinta King Mafia

Obsesi Cinta King Mafia

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Diam-Diam Cinta / Cinta pada Pandangan Pertama
Popularitas:3.8k
Nilai: 5
Nama Author: dina Auliya

Karena menyelamatkan pria yang terluka, kehidupan Aruna berubah, dan terjebak dunia mafia

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dina Auliya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Suara Dari Masa Lalu

Dunia seakan berhenti. Suara itu—tidak asing. Terlalu familiar. Terlalu dekat dengan masa lalunya.

Aruna membeku. Seluruh tubuhnya gemetar. Darahnya seakan berhenti mengalir. Matanya membesar, menatap sosok itu dengan ngeri sekaligus tidak percaya.

“Itu… tidak mungkin…” bisiknya, hampir tak terdengar.

Leonardo menoleh tajam, menatap reaksi Aruna yang begitu terpukul. Kecurigaan membuncah dalam dirinya. “Aruna, siapa dia?” Leonardo berusaha bangkit, walaupun luka di lengan dan bahunya cukup serius. Dia tetap melindungi Aruna.

Aruna tidak menjawab. Bibirnya bergerak, tapi tidak ada suara yang keluar. Air matanya tiba-tiba jatuh, menandakan luka lama yang selama ini ia sembunyikan.

Sosok misterius itu akhirnya maju selangkah, wajahnya perlahan terekspos cahaya redup. Senyum dingin terukir di bibirnya. Garis wajahnya tajam, tatapannya menusuk, ada luka samar di pelipisnya yang tampak sudah lama.

“Kau bahkan tidak mengenaliku lagi, Aruna? Aku kecewa.” Suara itu tegas dan penuh kekecewaan.

Aruna terisak pelan, suaranya pecah.

“Tidak… kau… kau seharusnya sudah mati.”

Leonardo menegang. Kata-kata Aruna menusuk telinganya. Sudah mati? Jadi siapa pria ini sebenarnya?

Sosok itu tertawa lirih, pahit, namun sarat kesombongan.

“Orang-orang memang mengira aku sudah mati. Bahkan kau, Aruna, dengan mudahnya percaya aku lenyap begitu saja. Tapi lihatlah aku sekarang. Aku kembali.”

Aruna menutup mulutnya dengan tangan, menahan isak. Tubuhnya benar-benar lemas, hingga ia nyaris jatuh kalau saja Leonardo tidak menopangnya.

Leonardo mempererat pelukannya pada Aruna, matanya menyipit penuh ancaman pada pria itu. “Siapa kau sebenarnya?”

Pria itu mengangkat wajahnya, menatap lurus ke arah Leonardo. “Namaku… Revan.”

Nama itu mengguncang Aruna. Air matanya jatuh semakin deras, suaranya lirih namun jelas.

“Re…van…”

Leonardo menelan ludah. Nama itu asing baginya, tapi reaksi Aruna sudah cukup menjadi bukti—Revan bukan orang biasa dalam hidup wanita ini.

Revan melangkah maju dengan tenang, tangannya menyusuri dinding seolah sedang menelusuri kenangan lama.

“Kau ingat, Aruna? Malam terakhir sebelum semuanya berubah? Malam ketika kau meninggalkanku?”

Aruna menggeleng keras, wajahnya pucat pasi.

“Aku tidak meninggalkanmu! Aku dipaksa—aku—” suaranya tercekat. Kenangan lama berkelebat di kepalanya: malam penuh darah, teriakan, dan kabar kematian yang menghancurkan dirinya.

Leonardo mendengar itu semua dengan rahang mengeras. Ada sesuatu yang besar tersembunyi di balik hubungan mereka.

Revan tersenyum miring, tatapannya menusuk ke arah Aruna.

“Kau hidup bahagia, bukan? Sementara aku… terjebak di neraka, sendirian, dikhianati, dilupakan. Apa kau tahu bagaimana rasanya mati tapi tetap hidup?”

Aruna menutup telinganya dengan kedua tangan, tubuhnya bergetar hebat. “Berhenti… berhenti, Revan…!”

Leonardo merengkuh Aruna lebih erat, lalu berdiri menghadang. “Cukup. Kau boleh main-main dengan siapa saja, tapi bukan dengan wanitaku.”

Mata Revan menyipit. Tatapannya kini tertuju penuh pada Leonardo. Senyum tipisnya melebar, dingin.

“Wanitamu? Kau pikir kau bisa memilikinya semudah itu? Kau tidak tahu siapa dia, siapa aku, dan apa yang sudah terjadi di antara kami.”

Suasana ruangan mendadak semakin mencekam.

---

Aruna berusaha bicara, tapi air matanya tak berhenti mengalir. Kenangan lama menghantam: saat ia berusia 18 tahun, ketika Revan adalah satu-satunya pelindungnya. Mereka tumbuh bersama, melewati masa sulit. Revan adalah segalanya—sahabat, pelindung, cinta pertamanya. Hingga malam itu, ketika rumah keluarganya diserang, Revan berlumuran darah, dan Aruna dipaksa kabur.

Kabar yang sampai padanya: Revan tewas terbakar bersama rumah itu.

Aruna menangis tanpa suara. “Aku… aku mengubur mu di hatiku. Aku menangis setiap malam… aku pikir kau benar-benar hilang…”

Revan menatapnya dingin, seolah setiap air mata Aruna tak berarti apa-apa.

“Kalau begitu… kenapa kau bisa jatuh ke pelukan pria lain?”

Tatapan Aruna kosong. Tubuhnya lunglai. “Aku tidak memilih… aku hanya…”

Leonardo menatap Aruna dengan rahang mengeras, lalu menoleh pada Revan. “Dia tidak punya pilihan. Kalau kau benar-benar mencintainya, kau akan paham itu.”

Revan tertawa lirih, getir. “Cinta? Kata itu sudah mati bersamaku malam itu. Yang tersisa hanyalah… obsesi.”

Ucapan itu menampar udara. Aruna membeku, Leonardo merasakan ancaman besar.

Revan maju lagi, kali ini mengeluarkan pistol dari balik mantelnya. Suara gesekan logam membuat Aruna menjerit pelan.

“Tidak!” Aruna meraih lengan Revan dengan gemetar. “Jangan lakukan ini! Jangan hancurkan dirimu lebih jauh…”

Revan menatap tangannya yang gemetar, lalu mata Aruna. Ada sepersekian detik tatapan itu melembut—namun lenyap begitu saja. Ia menepis tangan Aruna kasar.

“Aku sudah hancur sejak lama, Aruna.”

---

Leonardo melangkah maju, berdiri di depan Aruna. “Kalau kau ingin seseorang untuk kau salahkan, tembak aku. Tapi jangan pernah sentuh dia.”

Revan menyipitkan mata, pistolnya kini diarahkan tepat ke dada Leonardo. Senyum tipis terukir di bibirnya.

“Kau berani. Tapi berani hanya karena kau tidak tahu kebenaran.”

Aruna terisak, mencoba berdiri di antara keduanya. “Berhenti! Jangan ada yang mati lagi malam ini! Aku tidak sanggup…”

Revan menghela napas panjang, menundukkan pistolnya perlahan. Namun kata-katanya justru lebih menusuk daripada peluru.

“Aruna… dia tidak pernah tahu, bukan? Tentang rahasiamu. Tentang siapa kau sebenarnya, dan kenapa aku tidak pernah bisa melupakanmu.”

Leonardo menoleh cepat, menatap Aruna dengan wajah penuh pertanyaan. “Apa maksudnya?”

Aruna membeku. Bibirnya terbuka, tapi ia tidak bisa mengucapkan apa pun. Wajahnya pucat, tangisnya pecah.

Revan tersenyum miring, tatapannya penuh kemenangan.

“Kalau begitu biar aku yang memberitahunya… bahwa kau, Aruna, bukan wanita biasa yang dia pikirkan. Kau adalah—”

BRAK!

Tiba-tiba pintu kembali terbuka dengan keras. Suara langkah-langkah kaki cepat bergema. Puluhan anak buah bersenjata masuk, membuat suasana semakin kacau.

Aruna terpekik, Leonardo bersiaga, sementara Revan hanya tersenyum puas.

1
🇬‌🇦‌🇩‌🇮‌🇸‌🇰‌
n
🇬‌🇦‌🇩‌🇮‌🇸‌🇰‌
Yang udah diringkas nya naskah nya ini?
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!