"Sedang Apa Kalian?"
"Wah! Mereka Mesum!"
"Sudah jangan banyak bacot! Kawinin Pak saja! Kalo gak mau Arak Keliling Kampung!"
"Apa?!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tiara Pradana Putri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25
"Saya Terima, Nikah dan Kawinnya, Kartika Sari Devi Binti Bapak Kartono dengan Emas Kawin Seperangkat Perhiasan seberat 100 Gram dibayar Tunai."
Kalimat sakral yang kembali Kartika dengar dari lisan Karim Surya Darma, yang kini resmi secara Agama dan Negara menjadi Suami dari Kartika Sari Devi yang tidak lain dan tak bukan adalah dirinya sendiri yang kini sudah SAH menjadi Istri dari Karim, Si Tetangga Depan Rumah, Mantan Duda Karatan.
"Bengong aja! Ayo senyum Sayang, Itu ada tamu mau salaman." Bisik Karim, tang sejak tadi sering sekali melihat Kartika melamun.
Jujur Karim Akui. Saat melihat Kartika memasuki Masjid tempat Mereka mengucap kembali akad nikah, hati Karim dibuat dag dig dug ser luar biasa.
Dalam balutan kebaya putih dengan riasan lengkap khas pengantin jawa, menambah pesona seorang Kartika, gadis didepan rumahnya yang kini SAH, dari segala arah, negara dan agama, menjadi seorang Istri dari Mantan Duda seperti dirinya.
Pesona kecantikan Kartika membius pandangan mata Karim. Meski Karim tahu belum ada cinta untuknya dari Kartika, namun Karim yakin suatu saat hal itu akan terjadi pada Mereka berdua.
Kartika terperanjat, meski masih bisa menahan rasa terkejutnya, segera memasang senyum bahagia saat para tamu undangan bergantian memberikan ucapan selamat dan berfoto bersama pengantin.
"Tika, Mas Karim, selamat yo, Bude doakan semoga samawa cepet dapat momongan. Udah pantes." Bude Sum, tak putus memberikan doa, sebagai tetangga keduanya turut hadir di resepsi Kartika dan Karim.
"Makasi doanya Bude. Aamiin. Semoga lansung dicatat malaikat Bude." Karim menjawab karena melihat Kartika hanya tersenyum saja.
"Walah! Mas Karim ini semangat bener! Bude paham. Tapi ojo kesusu yo, maklum Tika masih Ting-Ting, Ojo grasah grusuh, alon-alon asal kelakon saja Mas," Bude Sum dengan senyum menggoda Kartika dan Karim.
"Siap Bude!" Kembali Karim yang menjawab, sementara Kartika justru tak antusias, apalagi Kartika sudah ada kesepakatan dengan Karim soal hal itu.
"Tika," Saat bisa sedikit bernafas karena Tamu belum ada lagi yang naik keatas pelaminan, Bu Kartini mendapati Tika, Putrinya terlihat memainkan ponsel saja.
Kartika melihat kode pelototan Ibunya, sudah paham, segera menyimpan kembali ponselnya disela kursi pelaminan yang Ia tempat dan memilih menatap kedepan, memperhatikan para undangan yang sedang menikmati santapan yang disediakan.
"Kamu mau minum? Atau mau makan?" Melihat Kartika memandang lekat pada undangan yang hiruk pikuk antri sana sini di prasmanan dan gubukan, membuat Karim menebak Istrinya lapar dan haus.
"Nanti aja. Tuh, ada lagi yang naik." Kartika dan Karim kembali berdiri, tamu undangan yang naik akan memberi ucapan kembali ramai dan tentu saja Kartika sudah diberi kode oleh Kanjeng Mami agar memasang senyum.
"Ibu kalo lagi melotot, serem juga ya." Karim berbisik. Mendapati Ibu Mertuanya mengkode pada Kartika, Karim sedikit terkejut meski Ia senang, Kartika tampaknya menurut dengan Ibu Kita Kartini, Ibu Mertuanya Karim sekarang.
"Baru tahu? Siap-siap aja, kalo jadi Mantu Durhakim bakal kena lemparan panci dan lainnya sama Ibu!"
"Ow! Serem juga ya? Bapak pernah kena ga?"
"Bapak mana pernah! Selain Ibu itu Istri Sholeha, Bapak selaku tahu bagaimana cara menyenangkan hati Ibu."
"Kalo gitu, Saya harus banyak belajar sama Bapak, biar bisa selalu, menyenangkan Istri Saya ini yang suka ngomel sama cemberut."
Karim masih ingat betul, bagaimana Kartika protes soal Mas kawin.
Disaat perempuan lain minta Mas Kawin yang mewah, Kartika justru marah Karim memberika Mas Kawin dengan nominal berat Emas yang menurut Kartika itu terlaku berlebihan.
Karim gemas sekali untung saja Karim masih bisa menahan diri. Kalo menuruti nafsu, rasanya ingin dikokop saja Kartika.
"Kenapa ngeliatinnya begitu banget?" Kartika risih. Sejak tadi, Karim memandangnya dalam sekali. Mana gak lepas-lepas gandengan tangan.
"Ini juga, mesti banget ya gandengan terus? Kayak mau nyebrang tahu gak?"
"Sudah. Gapapa. Lagi banyak orang. Mereka bakal jeran kalau Kita cuek-cuek aja Sayang."
"Bisa gak pake Sayang gak manggilnya? Lebay!"
"Enggak. Sudah kebiasaan. Seneng juga!"
Kartika memutar bola matanya malas. Meladeni Karim, yang ada kepalanya semakin cenut-cenut.
Hiasan kepala dan Make Up yang dikenakan serta fam lupa busana pengantin yang melekat ditubuh Kartika, membuat Kartika tak nyaman, rasanya pengen segera salin drngan kaos oblong celana flare dan sendal teplek.
Acara demi acara berlangsung dengan lancar. Semua puas dan tamu undangan juga terlihat happy menghadiri pesta keduanya.
"Rim, ini beneran. Bapak sama Ibu nginap dihotel juga?"
"Wah! Tahu gitu Tama ngajak temen! Biar gak sendirian tidur di hotel!"
Kartika diam saja. Ia juga baru tahu, kalau Karim sudah membooking 3 kamar hotel.
Bapak dan Ibu, Tama sendiri dan tentunya Kartika dan Karim malam ini dan seterusnya jika sedang ada Bapak dan Ibu harus satu sekamar.
"Gapapa Bu, lagian Ibu, Bapak sama Tama pasti capek. Jadi biar istirahat dulu disini. Gapapa ya?"
"Malah seneng Mas! Makasi loh! Wah! Aku beruntung. Apalagi Mbak Tika yang jadi Istrinya Mas Karim! Amalan apa Mbak, Kamu bisa dapet Suami Spek begini!"
Asem! Dasar Adek penjilat! Makin mekar aja deh ruh hidung Si Mantan Duda Karatan!
"Kamu bisa aja Tam! Justru Mas yang beruntung, dapat Mbakmu. Mas ini Duda, tapi bisa dapat Anak Gadisnya Pak RT loh!"
"Bisa aja Mas ini! Tapi Mas gak beruntung dapat Ibu Mertua kayak Ibu! Ibu itu Mas, Aww! Sakit Bu!" Tama yang sudah berusaha memelankan suaranya agar tak terdengar Bu Kartini, tetap belum paham, bahwa telinga seorang Ibu lebih tajam dsri apapun.
"Makanya! Kalo punya mulut jangan sembarangan!" Jeweran Bu Kartini pada Tama sambil mengomel.
"Sudah, ini ribut aja. Dah, Karim, Tika, Kalian masuk kamar sana. Bapak sama Ibu juga mau istirahat. Makasi ya Rim, Kamu perhatian sekali sama Bapak dan Ibu."
"Jangan sungkan Pak, sekarang sudah tugas Karim juga menjaga Bapak sama Ibu, kan Bapak sama Ibu orang tua Karim juga.
"Kamu mau kemana?" Bu Kartini menahan kerah baju Tama, Si Tama memang gak boleh orang lengah sedikit sudah ada saja pergerakannya.
"Ya Ibu! Tama kepo! Mau lihat kamar penganten Mas Karim sama Mbak Tika."
"Gak ada! Kamu masih kecil! Udah Ikut Ibu!"
"Nasib jomblo begini amat!"
"Masih kecil! Pipis aja masih belum lurus!"
"Wah! Ibu sih asal banget kalo ngomong!"
"Ya emang! Dah, Tika, Karim Kalian gak usah dengerin anak tuyul satu ini, biar Bapak sama Ibu yang urus!"
"Ibu, kalo Tama Tuyul, berarti Ibu tang pesugihan!"
"Astaga! Pak! Anakmu!"
"Anak Kita Bu,"
"Emoh!"
"Astaga! Tama bagai anak tak dianggap!"
"Drama Tam!"
"Lebay!"