NovelToon NovelToon
First Love

First Love

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Keluarga
Popularitas:10.3k
Nilai: 5
Nama Author: Bulbin

Beberapa orang terkesan kejam, hanya karena tak sesuai dengan apa yang diharapkan.
Kata-kata mengalir begitu saja tanpa mengenal perasaan, entah akan menjadi melati yang mewangi atau belati yang membuat luka abadi.

Akibat dari lidah yang tak bertulang itulah, kehidupan seorang gadis berubah. Setidaknya hanya di sekolah, di luar rumah, karena di hatinya, dia masih memiliki sosok untuk 'pulang' dan berkeluh kesah.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bulbin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 31. Drama pagi hari

Hari masih pagi, jalanan juga belum terlalu ramai oleh deru kendaraan dan para pejalan kaki. Suasana masih sedikit tenang, termasuk di lingkungan tempat tinggal keluarga Rahmat.

Laki-laki itu baru saja pulang dari masjid, berjalan santai sambil menikmati segarnya udara yang perlahan, bercampur dengan aroma gorengan dari beberapa gerobak yang ada di tepi jalan. Rahmat terus melangkah, sesekali menggerakkan kedua lengan dan menyapa para tetangga.

Kakinya memasuki halaman dan terkejut saat sebuah mobil sudah terparkir di sana. Tanpa melihat lebih jauh, Rahmat paham betul siapa pemiliknya.

Di beranda, sudah ada sepasang suami istri dengan wajah menunduk. Pintu masih tertutup, entah apa mungkin Siti belum tahu jika ada tamu?

"Mas baru pulang?" sapa si wanita yang cepat berdiri saat melihat kedatangan kakaknya.

"Mau apa kalian? Tumben subuh-subuh udah sampai sini." Rahmat menarik kursi plastik dan berhadapan dengan kedua tamunya.

Mereka adalah Fitri dan Sigit. Datang dengan sebuah berita dan air mata dari si wanita. Dia meminta bantuan kakaknya untuk datang menemui pak Bramantyo atau orang tua Sigit.

"Tolong, Mas. Papa marah besar waktu tahu kalau Dio bukan cucu aslinya. Aku mohon Mas Rahmat datang menemui Papa, jelaskan semuanya."

"Iya, Mas. Kami sampai nggak berani pulang. Semua fasilitas dibekukan sementara, sampai Papa tahu siapa cucu kandungnya."

Suami istri itu terlihat ketakutan. Mata cekung dengan tubuh lesu, menjelaskan jika keduanya benar-benar banyak pikiran dan kurang tidur. Fitri bersimpuh di hadapan Rahmat sembari terus mengulang kalimat permintaannya dan menangis.

Rahmat menyentuh kedua bahu adiknya, meminta wanita itu berdiri dan kembali duduk.

"Ayo kita masuk. Kita bicarakan di dalam."

Namun, saat Rahmat membuka pintu, dia terkejut melihat Siti berdiri dengan wajah garang dan berkacak pinggang.

"Mau apa, Mas? Suruh masuk? Bikinin minum? Nggak sudi! Kamu nggak inget, Mas? Gimana Nayna ditelantarkan mereka? Kamu lupa? Biar itu urusan mereka, bukan kita! Salah siapa nggak jujur dari awal. Emang mata duitan mah susah, demi warisan sampai hati nyingkirin anak sendiri."

Suara Siti terdengar oleh Nayna yang baru saja selesai shalat. Dengan mengendap-endap, dia membuka pintu dan melihat ayah dan ibu tengah bersitegang di ruang tamu.

Fitri dan Sigit yang berniat masuk, seketika mematung mendengar ucapan kakak iparnya. Mereka saling pandang tanpa ada yang berani membuka suara.

Sementara Rahmat berbisik, merayu istrinya agar sedikit memberi kesempatan untuk kedua adiknya.

Bukannya menjawab, Siti justru membuka lebar pintu depan dan menatap langsung kedua wajah tamunya.

"Pergi kalian! Jangan pernah injak rumah ini lagi. Kami nggak ada hubungan apa pun dengan masalah kalian. Urus sendiri! Toh kalian yang memulai semuanya, bukan kami!"

Fitri maju, bersimpuh dengan kedua tangan berusaha meraih tangan kakak iparnya. Dengan air mata mengalir deras, dia terus memohon.

"Tolong, Mbak. Kami mohon, biarkan Mas Rahmat menemui Papa ... "

Belum selesai kalimat itu, Siti dengan cepat menimpali dengan kedua lengan terlipat di dada.

"Oh, kalian takut nggak dapet warisan? Takut jadi gembel seperti kami ini? Haha ... BODO AMAT! PERGI!"

Siti mendorong tubuh Fitri tanpa rasa kasihan sedikit pun. Dia juga memukul Sigit yang berusaha membantu istrinya bangkit. Mereka kocar kacir menuju mobil di halaman, namun tak dapat dibuka.

Siti tertawa bagai orang kesurupan. Satu tangannya terangkat dengan kunci mobil menggantung di sana.

"Kalian cari ini? Haha, tuh ambil!"

Semua mata menatap benda yang melayang dan jatuh di bak sampah. Rahmat hanya diam, Nayna menggeleng di balik tirai melihat drama pagi hari di rumahnya.

Dengan cepat, Sigit dan Fitri berlari ke arah di mana kuncinya terjatuh. Mereka mulai mengais sampah dengan wajah menahan mual.

"Wah, momen indah nih!" seru Siti yang mengarahkan kamera dengan senyum merekah. Rahmat berusaha merebut ponsel di tangan sang istri, namun Siti lebih gesit dan kini semakin mendekat ke arah Fitri dan suaminya.

"Hadap sini dong, biar kelihatan muka-muka sombong kalian. Biar Pak tua tahu, anak sama mantunya bergelut dengan SAMPAH!"

Siti melempar sendal ke kaca mobil yang mulai menyala, tentu dengan rentetan kalimat mutiara yang membuat Rahmat menghela napas kesal, namun diikuti senyum kecil terlukis samar di sudut bibirnya.

Nayna bergegas masuk kamar, dia tertawa mengingat perlakuan ibunya terhadap dua tamu tadi.

Tapi mereka orang tua kandungmu, Nay. Kenapa kamu justru senang melihat mereka direndahkan seperti itu?

Orang tua mana yang tega membuang anak sendiri dan dituker bayi lain, hanya demi warisan?

Gadis itu memukul kepala, berharap perdebatan itu hilang dari benaknya.

*

Di sekolah, Nayna masih mengingat kejadian pagi tadi. Bingkisan di meja sama sekali tak disentuh.

"Nay, ini buat kamu lho. Dari Aksara. Dia bela-belain berangkat pagi buat ini. Aku lihat sendiri tadi, kamu nggak mau buka sekarang?"

Tania mengamati kotak biru dengan pita berwarna pink. Tak ada nama pengirim, hanya secarik kertas dengan satu kalimat sederhana, namun tidak untuk Nayna.

Ini kan kata-kata yang selalu dia ucapin ke Padma? Apa dia udah tahu kalau Padma itu aku?

Dengan cepat, Nayna memasukkan benda itu ke dalam ransel lalu membuka ponsel, melihat akun Padma yang beberapa hari tak dibuka.

Di sana masih sama, tak ada pesan masuk juga notifikasi lain. Nayna mengunjungi beranda Langitbiru. Postingan terakhir, masih tentang perpisahan dengan Padma, tanpa ada yang lain. Tangannya beralih ke akun utama dan 'mengintip' postingan Aksara.

Lho, ini kan?

Nayna memperhatikan foto yang tertutup sticker di layar. Meski tak terlihat wajahnya, Nayna tahu itu gambar dia saat mereka bertemu di taman tempo hari. Di bawahnya, kolom komentar penuh dengan berbagai pertanyaan bahkan ucapan selamat.

Jarinya menggulir layar, melihat postingan lain dan terhenti di akun Sandy. Dia juga mengunggah gambar mereka saat berada di angkringan, tentu sebelum orang ketiga datang. Kolom komentar juga penuh dengan hal yang sama seperti milik Aksara. Yang membuatnya berbeda adalah foto di instagram Sandy tak memakai sticker dan dengan jelas memperlihatkan wajahnya dari samping.

"Nay, kamu jadian sama Sandy?"

Tania menatap temannya dengan ekspresi yang sulit ditebak. Sementara dari luar ruang kelas, terdengar ribut-ribut dan muncullah Melda di ambang pintu. Dengan sorot tajam, dia melangkah masuk, mendekati meja Nayna.

Tanpa diduga, gadis itu mengulurkan tangan sembari mengulum senyum. Sorot matanya kini beralih tak lagi tajam, namun ada rasa bahagia dan puas di sana.

"Selamat. Akhirnya lo ketemu pawang yang tepat. Mulai sekarang, lo jangan deket-deket lagi sama PACAR GUE!" Melda menekankan dua kata terakhir. Bahkan suaranya hampir berteriak, membuat seisi kelas melirik dengan jengkel ke arahnya.

Bertepatan dengan itu, seseorang menarik kembali kaki kanannya dari ambang pintu, saat dia melihat keributan di dalam. Namun naas, sebuah suara melengking dan memuakkan, membuat banyak mata menatap sinis lalu menahan tawa.

"Sayaaaang, kamu baru dateng?"

Kini, Melda sudah bergelayut manja di lengan Aksara. Sementara pemuda itu berusaha keras untuk lepas dari jeratan gadis di sampingnya.

"Hei, hei, kalian serasi sekali. Oh ya, katanya orang tua udah setuju ya, duh selamat Pak Ondel, Bu Ondel. Selamat menempuh tekanan hidup. Jangan lupa traktirannya ya."

Sandy menepuk pundak Aksara lalu melenggang masuk dengan tawa, membuat Aksara melempar botol air di tangan ke arah Sandy.

"Eits, nggak kena, nggak kena."

Sandy menjulurkan lidahnya sambil berlari menghindar.

Seisi kelas tertawa melihat mereka, namun tidak dengan sepasang mata yang meredup dan mengalihkan pandangan.

Ya, kalian memang serasi.

***

1
Septi Utami
pengumuman kepada pak Rahmat : keperluan wanita itu banyak, salah satunya berfoto di setiap titik yang dikira bagus dalam satu tempat, jadi pakaian banyak bisa buat ganti pas ngambil beberapa foto🤣
Bulanbintang: Potosyut berkedok liburan🤣
total 1 replies
TokoFebri
Nayna sampe bicaraa gitu berarti saking astaghfirullah nya tuh orang.
Adifa
padma nama Kesayangan 🤩
Adifa
bukan Sahroni 😂
Iqueena
Etssss, ada tiga nihh🤣
Iqueena
Lah si Vita pengincar om2 ternyata
Iqueena
hahah, sabar dulu toh bu🤣
Iqueena
Oh ternyata memang temenan si om Rahmat ini sama bapaknya Aksara
CumaHalu
rasanya pengen ngejitak pala nih orang, enteng bener kalo ngomong.
Septi Utami
maksudnya menganggap seperti buah hati sendiri? jadi Nayna bukan anak kandung pak Rahmat dan bu Siti?
TokoFebri
loss Bu Siti..
TokoFebri
aku faham denganmu Bu Siti.. hihihi
TokoFebri
anjer.. velakor kecil..
Iqueena
Hahaha, aku suka Sandy yg begini, jangan sok cool ya Sandy wkk. 🥰
Bulanbintang: Aneh ya? 🤣
total 1 replies
Iqueena
Lah? urusan lu. Jangan mau om, udah kelewatan ni orang dua
CumaHalu
ambil sendiri dong pak😬
CumaHalu
ditanya baik-baik itu jawabnya baik dong, malah nyolot/Smug/
CumaHalu
Aku timnya Mercon, yang dingin keterlaluan dinginnya😄
CumaHalu
bisa AE ngelesnya San san🤣
CumaHalu
sudah kuduga pasti Sandy😍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!