NovelToon NovelToon
MAWADDAH

MAWADDAH

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh / Cinta Terlarang / Keluarga
Popularitas:3.6k
Nilai: 5
Nama Author: Saidah_noor

Jika perselingkuhan, haruskah dibalas dengan perselingkuhan ...

Suami, adalah sandaran seorang istri. tempat makhluk tersebut pulang, berlabuh dan tempat penuh kasih nan bermanja ria juga tempat yang sangat aman.

Namun, semua itu tak Zea dapatkan.

Pernikahannya adalah karena perjodohan dan alasannya ia ingin melupakan cinta pertamanya: Elang. teman kecilnya yang berhasil meluluh lantahkan hatinya, yang ditolak karena sifat manjanya.

Namun pernikahan membuat zea berubah, dari manja menjadi mandiri, setelah suaminya berselingkuh dengan wanita yang ternyata adalah istri dari teman kecilnya.

Haruskah zea membalasnya?
Ataukah ia diam saja, seperti gadis bodoh ...

Novel ini akan membawamu pada kenyataan, dimana seorang wanita bisa berubah, bukan saja karena keadaan tapi juga karena LUKA.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Saidah_noor, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bersamanya.

Aku masih kuat untuk berdiri, walau kaki ku terasa lemas sekarang. Namun, dadaku rasanya sesak dan sulit bagiku hanya untuk bernafas. Fakta mengatakan bahwa aku sudah ditipu selama ini, aku bahkan masih berusaha menepis semua yang kulihat, semua yang kudengar rasanya bagiku hanya sebuah mimpi yang menyakitkan.

Sementara ibu mertuaku masih melayangkan kalimat yang menusuk, memfitnahku dan menganggapku hanyalah orang asing.

"Cepat berikan uang-nya, Zea. Cepat!" karena aku tak juga menyahutnya, mamah mertuaku merebut tasku.

Aku biarkan saja, toh tak ada uang disana. Tapi, bukannya mereka percaya, malah kian menuduhku yang bukan-bukan.

Mamah melempar tasku dengan kasar, ia menghadap ku masih dengan mata tajamnya. "Diman uangnya, Zea?" tanyanya.

Aku menggelengkan kepalaku, air mataku menetes begitu saja tanpa ijin. Kuremas jemariku yang gemetar, kepalaku tertunduk tak bisa melihat wajah mengerikan mas Reza yang kulihat dalam diri ibu mertuaku.

"Kamu!" geram Mamah mertuaku, ia berdecih lalu kembali duduk disofa dengan kaki bertumpu dan berpangku tangan.

"Sudah, Mah. Kita pulang saja, kita harus tanya mas Reza nanti. Lagi pula mana pernah kak Zea berbohong," ujar Raras membela ku, tidak, lebih tepatnya percuma karena aku tak akan memberikan mereka uang.

Aku hanya bisa diam, berbicara pun seakan percuma, mereka tak akan percaya padaku.

"Kamu ini, bukanya membantu mama malah membela dia. kita butuh uang buat bayar kuliah kamu, Raras!" sergah mertuaku.

Adik iparku tak menyahutnya lagi, mereka diam dan tak ada suara selama beberapa menit berlalu.

"Mah, ayo pulang! Gak enak kalau nanti ada tetangga yang lihat," ajak Raras, menarik tangan ibunya.

"Dasar menantu tak berguna!" hina Mamah yang kudengar dengan begitu jelas.

Sore itu langit semakin gelap, mereka akhirnya memutuskan pergi dari rumahku. Saat itu juga tubuhku luruh, beruntung Arsya tak ada dirumah jika ada, anakku juga akan menjadi bahan amukan ibu dari suamiku.

Masih ku ingat hinaan yang entah keberapa kali mama mertuaku keluarkan dari bibirnya, mencabik hatiku, merendahkanku seolah aku begitu buruk dimatanya.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Keesokan harinya ...

Pagi-pagi Elang sudah menungguku didepan rumah, pakaiannya yang sudah rapi mempertegas wajah tampannya yang berasal dari gen campuran. aku yang berdiri dilubang pintu pun hampir terpana olehnya lagi, namun pria brengsek itu malah tersenyum walau aku bersikap kasar padanya.

Ini diluar kantor, apa salahnya jika aku bersikap demikian. Kalaupun ia ingin memecatku aku akan terima asal diberi uang kerja beberapa hari kemarin.

"Elo gak mempersilahkan gue masuk, Ze. Gue kan tamu disini," ujar Elang dengan percaya dirinya.

Aku memutar bola mataku, makin lama aku terpesona makin muak rasanya, karena kami tak akan pernah berjodoh sampai akhirat pun.

"Gak ada, ya. Satu centi pun ruang untuk kamu disini," sahutku menolak kehadirannya.

"Ya elah, pelit amat!" Elang menabrak bahuku, memaksa masuk kedalam rumah yang sederhana ini.

Aku menganga, tak percaya sikap pria ini kian menjadi paska sudah jadi duren sawit. Aku mengekorinya, melihatnya berjalan pelan melihat-lihat rumahku. Ia menyentuh barang yang menurutnya menarik, kemudian menaruhnya kembali.

Ia masuk semakin dalam, dimana ruang keluarga yang sempit tanpa kursi sofa dengan tv yang menempel didinding. Tanpa tahu malu ia menyalakan tv-nya, menontonnya dengan duduk dilantai yang dialasi karpet.

"Buruan mandi! Gue tunggu disini, tuan rumah!" perintahnya dengan mengakuiku sebagai pemilik rumah ini, tapi ia lupa sopan santun.

"Mau kemana dulu? Aku gak mau pergi tanpa tujuan yang jelas," tanyaku memangku tangan dan mengalihkan pandangan darinya.

"Lagi pula yang cuti hari ini, itu kamu bukan aku. Asisten masih harus kerja dikantor, bukan," tambahku dengan nada dingin.

"Siapa bilang? Itu peraturan dari perusahaan mana?" tanya Elang dengan muka sok polos, ibu Asisten.

"Elang, aku gak peduli, ya. Kamu ini bos aku dikantor, tapi disini aku berhak menolak ajakan yang tidak sesuai pekerjaan," tegasku memberi jarak antara kami.

"Jadi, tuan Elang yang terhormat silahkan pergi dari rumah saya," usirku dengan halus.

Bagiku, ia tak lain adalah orang asing sekarang. Selain dikantor aku tak ingin bertemu dengannya diluaran sana, aku tak ingin ambil resiko yang menyebabkan kesalah pahaman orang lain pada kami.

Aku hendak pergi kedapur, namun ucapan pria itu mengusikku.

"Kau tak ingin melihat mereka malam ini?" tanya Elang yang begitu ambigu.

Aku menoleh padanya, pikiranku bertanya-tanya. Apa maksudnya Mas Reza dan Alana? Atau kah ...

"Mereka akan hadir malam ini, gua hanya memberi elo kesempatan kali ini. Jika elo gak mau, ya terserah." Elang beranjak dari tempat duduknya, ia melangkah pergi menuju ke pintu luar.

Awalnya aku pikir tak perlu, tapi ucapan Raras kemarin sore membuatku penasaran. Haruskah aku hadir? Padahal semalam niatnya aku urungkan, karena pasti memalukan orang sepertiku hadir dan juga rumor akan semakin aneh saja.

Elang sudah membuka kunci mobilnya dengan otomatis, ia melangkah untuk masuk kedalam mobil BMW-nya.

"Tunggu! Aku mau ikut," ucap ku akhirnya.

Kulihat Ia tersenyum samar, lalu menyandarkan punggungnya pada mobil hitam itu dengan tangan bersidekap.

"Baiklah, aku tunggu 15 menit saja," jawab lelaki itu.

....

Brengsek dia hanya memberiku waktu lima belas menit, bergegas aku mandi tanpa keramas. Selanjutnya memakai pakaian casual dan sepatu, tak lupa aku membawa slingbag yang isinya masih tetap seperti kemarin.

Tanpa memakai make up aku pun pergi menemui Elang yang masih dalam posisinya. Nafasku terengah-engah sehabis olah raga cepat, cepat selesai dan menemui sang Elang yang perkasa.

"Masuklah," titahnya, membukakan pintu mobil untukku tepat samping kemudi.

Aku manut saja, yang penting nanti malam aku hadir disana. Tapi, kemana kami pergi sekarang? Bukankah pestanya malam hari. Kenapa aku baru sadar?

Ini masih jam 7 pagi, seharusnya aku kekantor bukannya ikut bersamanya. Tapi, aku tak salah dia yang datang padaku dan mengajakku pergi.

Aku memejamkan mata sembari menggigit bibirku, betapa bodohnya aku serasa sudah masuk kedalam jebakan Elang.

"Kita ke butik, elo harus cantik malam ini," ucap Elang memberitahukan, seolah tahu saja isi pikiranku.

Aku menoleh padanya, "Maksudnya?" tanyaku.

"Entar lo juga tahu," jawabnya dingin.

...

Ditoko desainer yang selalu dikunjungi para orang kaya ini, deretan baju pesta dengan berbagai model dan hiasannya membuat mataku melebar. Apalagi melihat harganya yang mencapai dua digit, itu paling murah.

Mana sanggup aku membelinya, sedangkan Elang sudah memilih setelan jas putih berdasi kupu-kupu yang sudah diberikan langsung pada pegawai tokonya. Sedangkan aku hanya diam, menghela nafas berat.

Kulihat ditengah deretan gaun dihadapanku, ada gaun yang berwarna putih, simple dan tak ramai dengan hiasan mutiara atau pun payet. Ingin aku memakainya, aku berjalan melihat-lihat gaun tersebut.

Lagi-lagi, mataku membulat. Harga gaun sesimple ini pun harganya sampai puluhan juta. Aku usap-usap bekas sentuhanku dan menaruhnya ke tempat asalnya.

Aku duduk kembali kekursi tunggu pelanggan, diam sambil menunggu pak bos selesai.

"Elo gak beli gaun?" tanya Elang yang datang menjinjing paperbag.

Aku menggelengkan kepalaku, "Gak Usah, aku masih punya gaun," jawabku bohong.

Gaun, dari mana aku punya gaun. Mungkin bekas SMA dulu, Gaun yang ibuku buat untukku dengan harga murah meriah tanpa embel-embel barang berkualitas.

"Ok, kita pergi!" ajak Elang memberikan paperbag miliknya.

"Apa ini?" tanyaku tak mengerti.

"Elo kan, Asisten gue," ujar Elang memiringkan kepalanya sedikit dengan senyuman manis yang mampu mematikan kaum hawa.

Aku baru sadar, bahwa aku diajak untuk menemaninya pergi belanja dan selanjutnya aku tak tahu.

"Dasar Elang!" batinku.

1
vj'z tri
semangat sayang tunjukan pesona istri sah jangan kalah sama ani ani 🎉🎉🎉🎉🎉🎉
vj'z tri
🥳🥳🥳🥳🤩🤩🤩🤩
Arga Putri Kediri
keren elang
vj'z tri
🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣 puassssss
vj'z tri
langsung promosi cuy 🤣🤣🤣🤣
vj'z tri
aduhhhh senyum nya itu loh yang bikin anak orang tambah deg deg ser 🫣🫣🫣🤣🤣
vj'z tri
tak kenal maka tak sayang 🤭🤭🤭
vj'z tri
segini mah kurang kenyang aku Thor tambah lah 🤭🤭🤭🤭
vj'z tri
pembukaan kok langsung bikin emosi meluap 😤😤😤😤
vj'z tri
jangan bosan bertemu akoh lagi 🤭🤭🤭🤭
🌀 SãñõõR 💞: pengen ketemu kamu lagi loh 😅
total 1 replies
vj'z tri
aku mundur Alon Alon Mergo sadar aku sopooo🥺🥺🥺
⍣⃝𝖕𝖎ᵖᵘIncha ᴳᴿ🐅❤️⃟Wᵃf
lagi donk
vj'z tri
aku disini hadir kembaliiiii 🤗🤗🤗🤗🤗
mamah fitri
pengen tak tonjok laki modelan gitu.. udah ngasi duit 1jt doang tiap bulan dan istri tidak bekerja padahal suami mampu.. uang receh juga ditanyain mana?

kenapa harus pelit sih ma istri..
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!