NovelToon NovelToon
HOT POLICE VS DOKTER MAFIA

HOT POLICE VS DOKTER MAFIA

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Enemy to Lovers
Popularitas:304k
Nilai: 5
Nama Author: zarin.violetta

Menjadi seorang dokter bedah ilegal di dalam sebuah organisasi penjualan organ milik mafia berbahaya, membuat AVALONA CARRIE menjadi incaran perburuan polisi. Dan polisi yang ditugaskan untuk menangani kasus itu adalah DEVON REVELTON. Pertemuan mereka dalam sebuah insiden penangkapan membuat hubungan mereka menjadi di luar perkiraan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zarin.violetta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pelukan Hangat

Keesokan paginya, Ava terbangun dengan lingkaran tangan Devon di tubuhnya. Ia tidak langsung membuka mata, tetapi merasakannya terlebih dahulu.

Sebuah kehangatan menenangkan yang mengelilinginya, sebuah perlindungan yang begitu nyata hingga hampir terasa seperti mimpi baginya.

Lengan Devon terulur dengan sempurna di bawah lekuk lehernya, telapak tangannya yang kasar namun lembut tertelungkup tenang di dadanya, merasakan naik-turun napasnya yang perlahan.

Lengan yang satunya lagi melingkari pinggangnya, menariknya mendekat, menyatukan mereka dalam sebuah sandaran yang intim.

Pelukan itu sangat hangat dan menenangkan bagi Ava. Sebuah sensasi yang begitu asing, begitu langka dalam hidupnya, hingga untuk beberapa saat dia hanya diam, berkonsentrasi penuh untuk menyerap kehangatan tubuh Devon yang melingkarinya.

Ia bisa mendengar detak jantung Devon yang dalam di belakang punggungnya, sebuah irama yang tenang dan teratur, sangat berbeda dengan deru jantungnya sendiri yang seringkali berdebar dipicu ketakutan.

Napas Devon yang berhembus pelan di rambutnya terasa hangat dan menenteramkan membuat Ava ingin tinggal selamanya dalam momen ini.

Baru kali itu Ava tertidur sangat nyenyak tanpa memikirkan apa pun. Biasanya, tidurnya adalah sebuah medan perang. Sebuah tempat di mana bayangan Don Vittorio berkeliaran, di mana suara-suara ancaman bergema di lorong-lorong mimpinya, di mana dia terbangun terengah-engah, tubuh berkeringat dingin.

Tapi semalam, semuanya berbeda. Mereka tertidur di sofa semalam setelah saling membuka hati. Percakapan itu tidak direncanakan. Awalnya hanya obrolan santai setelah ciuman pertama mereka.

Devon bercerita tentang pekerjaannya yang berisiko tinggi serta menceritakan sejarah di balik beberapa tato di tubuhnya.

Ava juga mulai bercerita, mulai membuka dirinya. Kata-katanya keluar pelan-pelan pada awalnya, seperti anak sungai yang mencari jalannya.

Tentang rasa takut yang menjadi teman makan sehari-hari, tentang pandangan waspada yang harus selalu dia pancarkan setiap hari, tentang perasaan terjebak dalam sangkar yang dibuat oleh Don Vittorio.

Ia bercerita tentang isolasi, tentang ancaman yang tidak pernah diucapkan tetapi selalu terasa, tentang jiwanya yang perlahan-lahan terkikis.

Devon tidak menyela. Ia hanya mendengarkan. Matanya selalu tenang dan penuh perhatian. Ia sesekali mengangguk, atau memberikan tekanan lembut pada tangan Ava yang dia genggam, sebuah isyarat bahwa dia masih di sana, bahwa dia mendengarkan, bahwa cerita Ava aman bersamanya.

Mereka berbicara hingga larut. Lampu-lampu di ruangan itu bahkan sudah dimatikan, hanya meninggalkan cahaya remang-remang dari lampu beranda yang masuk melalui jendela.

Suara mereka perlahan-lahan berubah dari bisikan serius menjadi desahan lelah, lalu menjadi keheningan yang nyaman. Tanpa terasa, kelelahan dan kelegaan yang begitu besar akhirnya menutup mata mereka.

Ava, untuk pertama kalinya, tidak merasa takut untuk tertidur di dekat seseorang. Dan Devon, dengan naluri pelindungnya, menariknya mendekat, menjadikan tubuhnya sebagai perisai bagi Ava dari dunia luar.

*

*

Sekarang, dalam cahaya pagi yang hangat, Ava akhirnya membuka matanya. Ia memutar tubuhnya perlahan, berusaha untuk tidak membangunkan Devon. Lingkaran tangan itu mengendur sedikit, membiarkannya bergerak, tetapi tidak melepaskannya.

Devon masih tertidur pulas. Ekspresinya yang biasanya terlihat waspada kini terlihat sangat damai. Rambutnya terlihat berantakan menutupi keningnya yang sedikit berkerut.

Bibirnya yang semalam mencium Ava tampak sedikit terbuka, mengeluarkan napas yang teratur. Ava memperhatikan setiap detil wajahnya, kerutan halus di sudut matanya, janggut yang mulai tumbuh di rahangnya, bulu matanya yang panjang.

Dengan sangat hati-hati, Ava mengulurkan jarinya dan menyentuh punggung tangan Devon yang masih tergeletak di dadanya.

Kulitnya hangat. Ava merasakan tekstur kulitnya, bekas luka kecil yang tidak pernah dia ceritakan asalnya, urat-urat tangan yang menonjol yang berbicara tentang kekuatan fisik. Kekuatan yang, alih-alih digunakan untuk melukainya, digunakan untuk melindunginya.

Devon kemudian bergerak dalam tidurnya, mendekatkan hidungnya ke leher Ava dan menarik napas dalam-dalam, seolah instingnya tetap tahu bahwa Ava ada di sana bahkan dalam alam bawah sadarnya.

Senyum kecil merekah di bibir Ava, namun juga ada debar kencang di dadanya. Ini terasa damai tapi juga mendebarkan. Ini adalah sebuah kemewahan baginya yang tidak pernah bisa dibayarkan dengan uang.

Perlahan, Devon mulai terbangun. Ava bisa merasakan perubahan irama napasnya, tubuhnya yang mulai meregang pelan di belakangnya.

Lengan yang melingkarinya mengencang sedikit, memberikan sebuah pelukan singkat yang membuat hati Ava berdesir.

“Morning,” suara Devon terdengar serak dan berat karena baru bangun, berbisik tepat di telinganya.

“Pagi,” balas Ava sambil mengusap telinganya dengan bahunya karena merasa sedikit geli akibat bibir Devon yang menyentuh telinganya.

Devon diam sebentar, seolah juga sedang mencerna situasi. “Kita tertidur di sofa rupanya.”

“Hmm ...,” jawab Ava sambil sedikit memutar tubuhnya lagi untuk bisa melihat wajah Devon dengan lebih jelas.

Matanya yang tajam sudah terbuka, namun masih sedikit mengantuk, tetapi pria itu memandangnya dengan kelembutan yang membuat dada Ava terasa hangat.

“Leherku sakit,” keluh Devon sambil mengerutkan kening, namun senyum kecil tetap menghias bibirnya.

Ava tidak bisa menahan tawa kecil. “Leherku juga. Tapi …”

“Tapi apa?” tanya Devon, menyibak rambut dari wajah Ava dengan lembut.

“Tapi ini menenangkan,” ucap Ava jujur. “Aku … tidak ingat kapan terakhir kali aku tidur nyenyak seperti ini.”

Devon mendekatkan keningnya ke kening Ava. “Kalau begitu, kita bisa tidur bersama setiap hari," sahutnya sambil tersenyum nakal.

Ava tertawa kecil. Namun kemudian mereka terdiam sebentar, menikmati kedekatan itu.

“Ava,” panggil Devon dengan suara yang lebih serius.

"Hmm?”

“Apa yang kaukatakan semalam …tentang merasa aman bersamaku. Itu berarti segalanya bagiku.”

Ava mengangguk pelan.

Lengan Devon menariknya lebih dekat lagi, seolah ingin menyatukan mereka menjadi satu. “Dengarkan aku,” katanya, suaranya rendah namun begitu yakin. “Jangan pernah pergi atau menghilang dariku lagi, oke?"

“Kau akan selalu bersamaku?” bisik Ava.

“Selamanya,” tambah Devon, dan kali ini, dia tidak terdengar seperti sedang membuat janji kosong. Itu terdengar seperti sebuah fakta.

"Jika kau ingin kita menikah, aku akan menikahimu," lanjut Devon yang membuat Ava terperangah lalu tertawa pelan.

"Kau sedang melamarku?" sahutnya.

"Ya, semacam itu, hanya saja aku belum membeli cincinnya."

Ava tertawa lagi dan Devon sungguh bahagia melihat Ava yang kini sering tertawa.

"Cincinnya bisa menyusul." Ava tersenyum dan menangkup wajah Devon.

Devon pun ikut tersenyum lalu menarik pinggang Ava dan kembali mencium bibirnya seperti semalam.

*

JANGAN LUPA KOMEN DAN LIKE YAAA

1
Tribudi Nuraini
up
Pandin Beatrix
Nenek Kate benar benar malaikat y dikirim Tuhan untuk Anya , tidak disangka Anya mendapatkan warisan yang sangat besar dari Kate
Pandin Beatrix
Kate dan Anya saling membutuhkan disaat yang tepat mereka bisa saling terhubung oleh masalah masing-masing yang akhirnya menemukan jalannya dgn baik
Pandin Beatrix
Anya mendapatkan pekerjaan dantempat tinggal yang nyaman dan aman
Pandin Beatrix
syukurlah Anya cepat bisa mendapatkan solusi dari masalahnya, semoga keadaan ditempat baru bisa membuat nya betah bertahan
Pandin Beatrix
betul betul keluarga ayahnya keluarga yang tidak tau diri, semoga kondisi ini tidak lama dihadapi Anya
Pandin Beatrix
pilihan yang sangat sulit sebenarnya pergi meninggalkan apartemen milik sendiri untuk ditempati orang lain yang tidak tau diri tidak tau terimakasih
Pandin Beatrix
wah ini sih sudah keterlaluan, segera usir mereka dari apartemen mu Anya
Pandin Beatrix
kasian Anya sekarang semua beban keluarga ayahnya ditaruh dipundaknya
Pandin Beatrix
pada saat masih punya harta duniawi ayahnya melupakan Anya setelah terpuruk miskin baru ingat kalau punya anak , hadeuh 🤦
HR_junior
di rasa sakitmu Karana ayah km ..km ketemu orang baik ya Anya..
Pandin Beatrix
kasian Anya begitu pergi selesai dari tugas merawat Alex langsung lagi dihadapkan dengan masalah ayahnya
Pandin Beatrix
pulang dari bulan madu sudah langsung ada hasilnya , tokcer juga AVA dan Devon
Pandin Beatrix
berdua mereka sudah saling tertarik dengan kedekatan mereka selama ini tapi mereka berdua masih ragu
Pandin Beatrix
sudah mulai timbul riak riak ketidak percayaan diri pada Alex dan Anya , ayo kalian semangat hilang rasa yang negatif itu jangan mundur lagi
Pandin Beatrix
kedekatan yang dijalani selama periode latihan fisik selama ini menimbulkan kedekatan hati yang tidak mereka berdua sadari
Pandin Beatrix
setelah rutinitas latihan yang melahirkan mulai terbukti ada kemajuan, Alex sudah mulai mandiri mandi sendiri wkwkwk 😂🤣
Pandin Beatrix
berhasil mulai dari langkah pertama menuju langkah langkah berikutnya dengan Anya yang setia dan tulus melatih Alex , bravo
Pandin Beatrix
perlahan-lahan Alex sudah mulai berubah sudah mulai menerima keberadaan Anya didekatnya
Pandin Beatrix
bagus Anya memang cocok menangani Alex , dia sangat disiplin dan pantang menyerah melayani pasiennya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!