NovelToon NovelToon
Bukan Sekedar Takdir

Bukan Sekedar Takdir

Status: sedang berlangsung
Genre:Diam-Diam Cinta / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Mengubah Takdir / Kehidupan di Sekolah/Kampus
Popularitas:3.2k
Nilai: 5
Nama Author: xzava

Aku tak pernah percaya pada cinta pandangan pertama, apalagi dari arah yang tidak kusadari.
Tapi ketika seseorang berjuang mendekatiku dengan cara yang tidak biasa, dunia mulai berubah.
Tatapan yang dulu tak kuingat, kini hadir dalam bentuk perjuangan yang nyaris mustahil untuk diabaikan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon xzava, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 32

Pagi itu, alarm dari berbagai ponsel berbunyi nyaring bersahut-sahutan.

Beep! Beep! Beep!

Tiiit! Tiiit!

Dering dering dering!

Namun, tak satu pun dari mereka yang langsung bangun.

Di kamar Yura, dia hanya menggerakkan tangan mencari-cari HP sambil mata masih tertutup rapat. Begitu ketemu, alarm dimatikan, dan... dia balik tidur.

Di kamar sebelah, Febi dan Hana tidur dengan posisi silang di kasur, seperti habis perang. Febi menggigiti sisa biskuit dalam tidurnya. Hana malah tidur sambil memeluk catatan materi.

Sementara itu, di kamar cowok, Aldin tidur tengkurap di atas kasur, dan Rizki terlelap dengan mulut terbuka, headphone masih menempel di kepala.

Jam menunjukkan pukul 06.35, barulah Yura bangun karena suara alarm yang terus menganggu tidurnya. Dia menatap jam dengan mata setengah terbuka, lalu... panik.

"WOY! UDAH JAM TUJUH KURANG!!!" teriak Yura membangunkan seluruh rumah.

BRAK!

Febi jatuh dari tempat tidur.

“Astaga! Gue mimpi dikejar suster gunting terus dibangunin gini!”

Hana langsung lompat duduk, rambut masih acak-acakan. “Ini gak lucu. Kita harus di sekolah sebelum jam 8!”

Aldin dan Rizki keluar kamar dengan wajah bantal parah. “Gue belum mandi, belum setrika baju, belum mikir mau ngajar apa,” kata Rizki sambil menguap.

“Gue bahkan gak tau ini dunia nyata atau masih mimpi,” tambah Aldin.

"Baju sama materi lo udah siap, tinggal mandi baru siap-siap," ucap Yura berusaha menyadarkan Rizki. "Aldin!" teriak Yura.

"Ini dunia nyata!" celetuk Aldin setelah sadar.

Pagi itu suasana rumah seperti pasar pagi yang mendadak jadi festival lari. Semua sibuk dengan kehebohan masing-masing.

Yura mengenakan baju sambil sikat gigi. Hana sudah berdiri di depan pintu kamar mandi, mengetuk-ngetuk sambil bawa handuk kayak mau demo.

“Cepetan, Yura! gue juga mau mandi! sikat gigi di luar aja lah!”

“Iya-iya!” sahut Yura, mulutnya penuh busa pasta gigi.

Febi yang sudah rapi, duduk di depan kaca. Dandan sambil komat-kamit hafalin materi. Multitasking level dewa.

Sementara itu di dapur, Aldin yang niat mau bikin teh malah tidak fokus dan masukin garam ke dalam teko. Rasanya? Teh rasa laut.

“Gye nyicip dikit ya? Teh apa nih?” tanya Rizki sambil ngicip, lalu langsung pasang ekspresi trauma.

“Teh... neraka,” jawab Aldin polos.

"Mantap!" ucap Rizki langsung pergi, dan kembali nyari kaus kaki yang entah kenapa tinggal sebelah. “Sumpah ini kaus kaki gue bisa main petak umpet.”

Meski pagi mereka seperti film komedi, akhirnya semua berhasil siap. Saat mau keluar rumah, mereka saling pandang dan tertawa terbahak-bahak.

“Tadi malam kita kayak gak punya tanggung jawab ya,” celetuk Yura sambil nyengir.

“Tadi malam kita emang gak punya,” timpal Febi sambil cengengesan.

“Eh tapi sumpah, nonton horor rame-rame tuh healing!” kata Hana semangat.

“Bener sih. Gue aja sampai lupa punya kewajiban,” tambah Febi.

“Gue, Yura, sama Febi langsung ke sekolah ya. Hana sama Rizki ambil konsumsi. Kalo bareng-bareng bisa jadi drama Korea 20 episode,” kata Aldin.

“Deal,” sahut Rizki pendek, ia masih sibuk ngancing kemejanya

Mereka langsung mereka meluncur. Untung rumah Yura deket sekolah. Tapi baru nyampe gerbang, semua mendadak freeze.

“ASTAGA... UPACARA!” teriak Febi panik.

“Ya ampun... bisa-bisanya gue lupa!” Yura memegang kepala kayak sinetron.

Setelah parkir, Aldin, Febi, dan Yura buru-buru lari kecil ke barisan guru. Nafas ngos-ngosan, gaya tetep sok tenang.

Beberapa guru nengok sebentar, mungkin mikir, “Nah ini nih pasukan ketinggalan kereta.”

Febi sudah hampir nyeletuk ke Yura, tapi Aldin dengan sigap menyikutnya dan kasih kode, “Nih acara khusyuk, diam!”

Begitu upacara selesai, beberapa guru nyamperin sambil senyum-senyum.

“Kenapa telat?” tanya salah satu ibu guru.

“Maaf, Bu. Kami tadi ngurus konsumsi,” jawab Yura penuh kebohongan, padahal telat bangun karena nonton suster gunting.

“Oh iya, hari ini kalian penilaian, ya?”

“Iya, Bu.”

“Semangat ya! Sukses penilaiannya.”

Mereka bertiga cuma angguk-angguk, senyum tapi dalam hati deg-degan.

Setelahnya mereka masuk ke ruangan, langsung deh ngebut siap-siap. “Eh, gue ke kelas dulu ya,” kata Yura dan langsung ngilang kayak ninja.

Masih ada waktu 12 menitan sebelum bel. Siswa juga udah santai karena hari itu gak ada pelajaran lagi. Besok mereka udah UAS.

Yura masuk kelas, mengondisikan anak-anak, ngomong dengan wajah serius, agar mereka semua bekerjasama nantinya.

Setelah itu Yura balik ke ruangan. Kotak kue udah diberesin Aldin dan Febi, tinggal dirinya yang belum siap.

“Yura, fokus ke materi aja. Sisanya kami yang urus,” kata Febi sambil membereskan kotak kue

Yura mengangguk dengan wajah pasrah. “Oke… semoga gue gak ngeblank.”

Tak lama setelah Yura, Aldin, dan Febi masuk ke ruangan, suara pintu dibuka terdengar. Hana dan Rizki datang, tampil kece dan membawa kresek besar berisi konsumsi, sambil senyum-senyum penuh pencitraan.

Tapi yang bikin mereka langsung berdiri tegap adalah dosen pendamping lapangan mereka ikut masuk di belakang.

“Selamat pagi,” sapa sang dosen dengan senyum ramah, tapi auranya tetap bikin jantung deg-degan.

“Pa—pagi pak,” jawab mereka kompak, seperti anak kelas 1 SD.

Hana sempat melirik Rizki dan berbisik, “Tadi masih bisa bercanda, sekarang kayak diinterogasi KPK.”

Aldin dan Febi mengajak dosen-nya mengobrol, Rizki dan Hana membantu Yura menyiapkan kelas.

Jam menunjukkan pukul 08.00. Dosen dan Guru mata pelajaran datang sambil mengobrol.

Yura memulai kelasnya setelah dosen dan guru yang masuk sudah siap. Ia memperkenalkan diri dengan suara sedikit gemetar tapi senyum tetap dijaga.

“Selamat pagi, anak-anak,” katanya pada siswa yang duduk rapi.

“Pagi, Bu!” jawab anak-anak kompak.

Seketika Yura tersenyum lega, semangatnya kembali seperti sinyal Wi-Fi yang tadinya lemot.

Dengan semangat, Yura memulai kelasnya dengan materi seni lukis modern. Ia memperlihatkan beberapa lukisan yang sudah ia siapkan sebelumnya. Anak-anak terlihat antusias, apalagi saat Yura menjelaskan dengan gaya seperti kurator pameran seni keliling dunia.

Setelah Yura selesai, dosen bergeser ke kelas Aldin. Hari itu Aldin mengajar materi renang. Meskipun tanpa kolam renang, Aldin berhasil membuat anak-anak semangat saat ia menjelaskan teknik renang lewat simulasi lucu di dalam kelas, bahkan ada yang berguling-guling di lantai karena terlalu semangat. Dosen hanya tertawa sambil mencatat.

Berikutnya giliran Febi. Ia mengajar Matematika, dan tak disangka kelasnya berjalan lancar dan hidup. Bahkan seorang siswa nyeletuk,

“Bu Febi ngajarnya asik, gak kayak matematika biasanya.”

Febi langsung nyengir, “Berarti Bu Guru berhasil nyihir kalian!”

Tawa pun pecah sekelas. Dosen mengangguk puas, sambil menahan senyum.

Sementara itu, di kelas Hana, ia tampil gaya dengan mengajar Bahasa Inggris ala guru bule. Dengan logat yang dibuat-buat dan game interaktif, kelasnya jadi ramai tapi tetap fokus. Anak-anak semangat menjawab, apalagi saat Hana kasih reward permen bagi yang bisa menjawab benar.

Di kelas terakhir, Rizki tampil santai membawakan materi Ekonomi. Ia menjelaskan tentang inflasi dengan analogi yang sangat dekat dengan murid-murid,

“Bayangkan, harga gorengan naik dari seribu ke dua ribu. Itu baru namanya inflasi.”

Anak-anak langsung bersorak kompak “Ooooooh!”

Dosen hanya mengangguk-angguk sambil tersenyum.

Setelah semua kelas selesai, mereka kembali ke ruangan. Wajah-wajah mereka tampak lelah tapi puas. Dosen mereka menyambut dengan senyum kecil namun tulus.

“Kerja bagus semuanya,” ucapnya singkat, tapi cukup untuk membuat lima mahasiswa itu saling pandang dan nyengir lega.

Tanpa aba-aba, mereka langsung tepuk tangan untuk diri mereka sendiri.

Setelah mengobrol sebentar, sang dosen segera pamit pergi, karena masih ada agenda lain. Tak lupa sang dosen pamit dan berterima kasih kepada semua guru yang sudah membatu mahasiswanya.

Mereka berlima pun mengantarkan ke mobil, dan tak lupa meletakkan konsumsi di dalam mobil sang dosen.

Selesai mengantar dosen, kelima sahabat itu langsung membagikan konsumsi ke ruang guru. Mereka juga berterima kasih ke guru-guru karena sudah banyak membantu mereka berlima.

1
Blue Zia
ceritanya seru dan ringan. cocok untuk ngilangin lelah
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!