NovelToon NovelToon
Keluarga Langit

Keluarga Langit

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Sci-Fi / Cinta setelah menikah / Keluarga
Popularitas:668
Nilai: 5
Nama Author: Saepudin Nurahim

Di tahun 2032, keluarga Wiratama mengikuti program wisata luar angkasa perdana ke Mars—simbol harapan manusia akan masa depan antarplanet. Namun harapan itu berubah menjadi mimpi buruk, ketika sebuah entitas kosmik raksasa bernama Galactara menabrak jalur pesawat mereka.

Semua penumpang tewas.
Semua… kecuali mereka berempat.

Dikubur dalam reruntuhan logam di orbit Mars, keluarga ini tersentuh oleh sisa kekuatan bintang purba yang ditinggalkan Galactara—pecahan cahaya dari era pertama semesta. Saat kembali ke Bumi, mereka tak lagi sama.

Rohim, sang Suami, mampu mengendalikan cahaya dan panas matahari—melindungi dengan tangan api.

Fitriani, sang Istri, membentuk ilusi bulan dan mengendalikan emosi jiwa.

Shalih anak pertama, bocah penuh rasa ingin tahu, bisa melontarkan energi bintang dan menciptakan gravitasi mikro.

Humairah anak kedua, si kecil yang lembut, menyimpan kekuatan galaksi dalam tubuh mungilnya.

Bagaimana kisah sebuah keluarga ini ?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Saepudin Nurahim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Idealisme Yang Salah

Pulau itu, sebuah karang kecil tak bernama di Samudra Hindia, terasa seperti penjara yang disinari matahari. Langit biru di atasnya terlihat palsu, digantikan oleh bayangan hitam kapal perang tanpa bendera yang berbaris di cakrawala. Di daratan, lab modular berwarna putih didirikan secepat kilat, dikelilingi pagar kawat tebal, lampu sorot raksasa, dan puluhan Marinir Amerika berseragam kamuflase.

Ini bukan operasi rahasia. Ini adalah pameran kekuatan militer global, dengan unit support dari NATO yang memantau perairan.

Di dalam lab modular, suasana terasa lebih panas daripada di luar. Bukan karena suhu, melainkan karena tekanan yang mematikan.

Dokter Aris, seorang ilmuwan genetika yang dulunya brilian, kini berdiri di depan mikroskop canggih, tangannya gemetar. Wajahnya yang tegang dipenuhi keringat. Di depannya, di atas sebuah meja stainless steel, terbaring tabung kecil yang berisi cairan merah pekat: Darah Shalih Wiradipa.

Di sisi lain ruangan, Miss Armstrong berdiri tegak, mengenakan pakaian hazmat khusus yang didesain ramping, siap untuk eksperimen.

"Dokter Aris. Sudah berapa kali harus saya peringatkan?" suara Miss Armstrong dingin dan tajam, seperti pecahan kaca.

Dokter Aris membalikkan badan, matanya memohon. "Nona Armstrong, isolasi Genetik Bintang ini sangat tidak stabil! DNA-nya bereaksi liar terhadap plasma. Risiko kegagalan bukan hanya menolak, tapi fusi balik. Itu akan membakar sistem saraf Anda dari dalam. Anda bisa tewas seketika!"

Miss Armstrong melangkah mendekat, langkahnya tenang dan terukur. Dia tidak mengeluarkan senjata, tapi kehadirannya lebih menakutkan dari senapan serbu apa pun. Dia mengeluarkan ponselnya dan menunjukannya ke Dokter Aris.

Di layar ponsel itu, terlihat foto seorang wanita tersenyum bersama dua anak kecil yang lucu, sedang piknik di Central Park, New York. Keluarga Dokter Aris.

"Anda khawatir saya tewas. Saya lebih khawatir Anda berkhianat, Dokter," ujar Miss Armstrong, senyumnya tidak mencapai matanya. "Saya bukan orang yang mengancam dua kali. Jika Anda mencoba menghancurkan sampel ini, atau jika Anda menunda proses isolasi ini hingga Miss Liana (Agent Liana) atau si Heliogar itu tiba, keluarga Anda akan menjadi berita utama di The New York Times sebagai korban kecelakaan mobil yang tragis."

Dokter Aris menutup matanya, bahunya merosot. Dia mengangguk, kekalahan dan kebencian terpancar di wajahnya. "Saya mengerti. Saya akan melanjutkan."

"Bagus," kata Miss Armstrong, memasukkan ponselnya. "Karena kedamaian global yang saya tawarkan, jauh lebih berharga daripada beberapa nyawa."

Saat Dokter Aris kembali memfokuskan pandangannya pada Genetik Bintang di bawah mikroskop, Miss Armstrong berjalan menuju jendela kaca anti peluru, menatap lautan yang tenang. Sinar matahari memantul dari permukaan air, mengingatkannya pada sesuatu yang sangat lama dan menyakitkan.

Kilatan oranye, asap, dan jeritan.

Dia berusia delapan tahun, namanya Olena. Udara terasa dingin di bawah tanah, di bunker lembap tempat mereka bersembunyi. Di luar, kota Mariupol—rumah masa kecilnya—digerus tanpa ampun oleh artileri. Suara ledakan yang beruntun adalah soundtrack hidupnya.

Ayah dan Ibunya, yang bekerja sebagai guru, selalu mengatakan kepadanya: "Tuhan akan mengakhiri ini, Olena. Kita akan punya kedamaian."

Tapi kedamaian tidak pernah datang.

Suatu malam, bunker mereka tertimpa rudal. Olena adalah satu-satunya yang selamat. Dia ditarik keluar dari reruntuhan oleh tentara Amerika yang mengenakan body armor tebal, dibawa ke pangkalan, dan kemudian diadopsi ke Amerika. Trauma itu tidak pernah hilang.

Dia tumbuh, cerdas, ambisius, dan obsesif. Dia menjadi kepala peneliti luar angkasa di ISTC (International Science and Technology Council), dengan satu tujuan: mencari kekuatan yang begitu besar, sehingga tidak ada yang berani menentangnya lagi.

Olena, kini dikenal sebagai Miss Armstrong, percaya bahwa perang dan penderitaan terjadi karena adanya dua kubu, adanya pemimpin egois yang saling tarik-menarik.

Jika hanya ada satu tangan besi, satu penguasa yang adil, kedamaian abadi akan terwujud.

Visi itu, yang lahir dari trauma, kini menuntunnya pada Darah Shalih dan Gerhana Matahari Buatan. Dia tidak melihat dirinya sebagai penjahat; dia melihat dirinya sebagai juru selamat yang kejam.

"Heliogar ingin listrik gratis. Saya ingin dunia yang gratis dari perang," bisik Miss Armstrong pada dirinya sendiri, jemarinya mengepal di balik sarung tangan hazmat-nya.

"Nona Armstrong! Kami sudah selesai!" Dokter Aris berteriak, suaranya dipenuhi ketakutan.

Miss Armstrong berbalik. Di depannya, terlihat jarum suntik otomatis yang berkilauan, berisi plasma Genetika Bintang yang sangat murni. Cairan itu memancarkan cahaya biru neon yang berdenyut, seolah memiliki kesadaran sendiri.

"Kadar fusi genetik: delapan puluh lima persen. Ini adalah batas maksimal yang bisa dilakukan tanpa membunuh subjek uji di meja operasi, Nona," lapor Dokter Aris. "Begitu disuntikkan, Anda hanya punya waktu lima menit sebelum fusi genetik itu stabil. Jika Anda gagal menyerapnya, Anda akan meledak."

Miss Armstrong berjalan ke arah Aris. Ekspresinya tenang, tanpa rasa takut. Dia meraih jarum suntik itu.

"Dokter, Anda tahu apa yang akan terjadi jika saya berhasil," ujar Miss Armstrong, matanya berkilauan oleh ambisi. "Anda dan keluarga Anda akan mendapatkan sumber daya tak terbatas. Saya akan mengakhiri semua perang. Tidak ada lagi Mariupol. Tidak ada lagi Olena yang menangis di bunker."

Dia melepaskan sarung tangan hazmat-nya, menunjukkan kulitnya yang bersih.

"Baiklah. Mari kita selesaikan ini."

Dokter Aris menyaksikan dengan mata membelalak penuh horor. Miss Armstrong tidak menggunakan alat penahan apa pun. Dia hanya mengusap lengan kirinya, dan jarum suntik itu secara otomatis menusuk kulitnya.

"AKTIFKAN FUSI!" teriak Miss Armstrong.

Jarum itu menyuntikkan plasma biru neon yang bersinar ke pembuluh darahnya.

Dalam hitungan detik, tubuh Miss Armstrong berubah menjadi kanvas dari chaos.

Dia mengerang kesakitan, terhuyung mundur. Vena di lehernya terlihat menonjol dan memancarkan cahaya biru kosmik dan kilatan oranye panas secara bersamaan—seperti bintang yang sedang sekarat di dalam dirinya.

Miss Armstrong jatuh berlutut, tubuhnya kejang-kejang hebat. Mulutnya terbuka, tanpa suara, hanya jeritan diam. Cairan bening keluar dari matanya. Darah Shalih, energi bintang murni, sedang merobek dan membangun kembali DNA-nya.

Dokter Aris menjerit panik, mundur hingga menabrak dinding lab.

"Nona Armstrong! Nona Armstrong! Hentikan! Prosesnya terlalu cepat! Fusi di atas sembilan puluh delapan persen!"

Miss Armstrong tidak mendengar. Dia terus kejang, tubuhnya bergetar tak terkontrol, menciptakan gelombang energi kejut yang memecahkan kaca jendela lab darurat. Seluruh kompleks, dijaga ketat oleh militer paling elit dunia, bergetar hebat.

Miss Armstrong, sang idealis yang ingin membawa kedamaian melalui kekuatan, kini menjadi korban dari ambisinya sendiri.

CLIFFHANGER: Tubuh Miss Armstrong jatuh telungkup di lantai lab. Kilatan cahaya biru dan oranye di tubuhnya perlahan meredup, menyisakan asap tipis yang berbau seperti logam terbakar dan air laut. Kejangnya berhenti. Dia tidak bergerak.

Dokter Aris merangkak pelan, mendekati tubuh Miss Armstrong yang tak bernyawa (atau seolah tak bernyawa). Dia harus tahu: Apakah dia mati, atau dia sudah berhasil berevolusi menjadi ancaman yang tidak bisa dihentikan?

Bersambung...

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!