Kisah ini tampak normal hanya dipermukaan.
Tanggung jawab, Hutang Budi(bukan utang beneran), Keluarga, cinta, kebencian, duka, manipulasi, permainan peran yang tidak pada tempatnya.
membuat kisah ini tampak membingungkan saat kalian membacanya setengah.
pastikan membaca dari bab perbab.
Di kisah ini ada Deva Arjuno yang menikahi keponakan Tirinya Tiara Lestari.
Banyak rahasia yang masing-masing mereka sembunyikan satu sama lain.
____________
Kisah ini sedang berjuang untuk tumbuh dari benih menjadi pohon.
Bantu aku untuk menyiraminya dengan cara, Like, Komen dan Subscribe kisah ini.
Terimakasih
Salam cinta dari @drpiupou 🌹
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aerishh Taher, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dalang yang sebenarnya? serta Rencana?
Theresa Serafhim Maharani Gunadi
_____
Tiara mengikuti langkah Barbara yang terburu-buru. Pandangan tamu-tamu lain terasa seperti ribuan jarum yang menusuk, tetapi Barbara tidak peduli. Ia mengabaikan semua tatapan dan bisikan.
Tujuannya hanya satu, menemukan cara untuk menghancurkan mereka yang telah berani mempermalukannya.
Di balik pilar, Yasmin menyeringai. Ia mengeluarkan ponselnya. "Misi selesai, Sera," bisiknya, suaranya nyaris tanpa getaran. "Nenek Lampir itu benar-benar marah. Dia bahkan menampar Tiara.
Sepertinya kita berhasil menusuk tepat ke jantungnya."
Sera tersenyum puas. "Bagus. Sekarang kita tunggu mereka bergerak. Kita sudah melemparkan umpan, sekarang tinggal tunggu ikan itu melahapnya."
Di sisi lain, Barbara dan Tiara sudah duduk di meja mereka. Barbara menyalakan ponselnya, matanya menelusuri daftar kontak. Ia menemukan nama yang ia cari.
Dimitris Rayen Trovic. Pria berusia 68 tahun itu adalah Opa Dari Dominic Trovic, serta ayah dari Dimitrix.
Sekutu Barbara yang juga dalang dibalik semuanya.
"Dimitris," suara Barbara terdengar serak menahan amarah.
"Kita punya masalah. Deva... dia sudah menikah dengan wanita lain."
Di ujung telepon, suara serak seorang pria terdengar. "Aku sudah menduga hal itu, Barbara. Deva tidak akan semudah itu."
"Aku tidak butuh duga-dugaanmu!" Barbara membanting tangannya ke meja, membuat beberapa sendok bergetar. Tiara terkejut. "Aku butuh kau hancurkan mereka! Aku butuh kau hancurkan keluarga Morgez dan juga Sera! Selama ini aku hanya mengikuti semua keinginan mu! namun sekarang aku mau mereka musnah!"
"Tenang," ujar Dimitris, suaranya terdengar dingin dan tenang, seolah ia sedang mendikte rencana. "Kita akan membahas semuanya diruangan ku, kemarilah. Aku lagi diperjalanan tunggu aku di tempat biasa."
"Sekarang?" tanya Barbara, tidak percaya. "Pesta belum selesai."
"Pesta perkenalan Dominic itu sudah tidak penting, Barbara. Setelah aku sampai kita akan membahas tentang kehancuran mereka," jawab Dimitris, lalu sambungan terputus.
Barbara menatap ponselnya, lalu menatap Tiara. Ia menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan diri. "Kita pergi sekarang," titahnya, suaranya kembali dingin. "Kita akan ke ruangan itu."
Tiara mengangguk, ia tahu tidak ada jalan lain. Ia harus ikut.
Perjalanan menuju tempat pertemuan, setiap langkah seakan menuju ke neraka. Tiara tahu, ia tidak akan pernah bisa kembali setelah ini.
Disepanjang langkahnya Barbara terus saja mengoceh. "Dulu aku gagal membunuh mereka semua! Tapi sekarang aku tidak akan gagal. Setelah ini, aku akan mengambil alih perusahaan Alfod, menjadikan Deva bonekaku, dan menghancurkan semua orang yang berani melawan kita. Sekali lagi, kita tidak boleh gagal, Tiara!"
Tiara hanya diam. Ia menunduk, tak berani menatap mata Oma-nya. Ia tahu, Barbara bukan hanya akan menghancurkan mereka yang melawan, tetapi juga akan menghancurkan siapapun yang tidak berguna.
Di sisi lain, Sera, Kana, dan Yasmin masih berkumpul. Mereka tertawa, membicarakan hal-hal sepele, seolah tidak ada yang terjadi. Namun, di balik tawa mereka, tersimpan rencana yang jauh lebih besar.
"Barbara akan menemui seseorang yang menjadi dalang pembantaian sepuluh tahun lalu," bisik Sera. "Aku yakin itu. Sekarang kita tinggal menunggu. Dan saat mereka bergerak, kita akan menjebak mereka dalam perangkap kita."
Kana tersenyum. "Bagus. Sekarang, kita hanya perlu menunggu dan melihat.
Deva. "Kenapa Yas?" Tanya Deva saat melihat perubahan di wajah Yasmin.
"Aku hanya tidak menyangka ada manusia seperti dia."
celetuk Yasmin, raut wajahnya berubah serius.
"Itulah bukti betapa putus asanya dia," sahut Kana, melirik Deva. "Dia merasa tersudut, dan itu membuat dia merasakan bahaya."
Deva menyandarkan punggungnya ke kursi. "Aku bisa membayangkan percakapan mereka saat ini. Barbara pasti akan menyusun rencana menghancurkan kita semua. Dia akan melakukan apapun bahkan jika itu harus mengorbankan Tiara."
"Tidak! Dia tidak akan mengorbankan Tiara. Walau bagaimanapun Tiara adalah cucu kandungnya," timpal Sera, matanya berkilat. "
"Jadi, apa yang akan kita lakukan untuk menghadapi Nenek lampir itu?" tanya Yasmin, sedikit tidak sabar.
"Kita hanya bisa menunggu," jawab Sera. "Tugas kita sekarang adalah tetap tenang dan tidak menarik perhatian. Aku akan mengirimkan detail tentang setiap langkah mereka melalui grup. Jangan ada yang bertindak sendiri. Ingat, jangan sampai ada yang bertindak impulsif."
"Bagaimana dengan tugas kita masing-masing?" tanya Kana.
"Tetap jalankan. Setelah aku dapat informasi lainnya, kita akan bergerak. Kita akan melihat seberapa jauh mereka akan bertindak," ucap Sera.
____🐦🐦🐦🐦🐦____
Tiara mengikuti langkah tergesa-gesa Barbara melewati kerumunan tamu.
Barbara tidak peduli lagi dengan siapa yang melihatnya. Ia menarik Tiara menuju sebuah pintu kayu berukir yang tersembunyi di balik tirai beludru tebal. Mereka masuk ke dalam sebuah ruangan pribadi yang hening dan mewah, jauh dari kebisingan pesta.
Di sana, Roselin, anak kandung Barbara, sudah menunggu dengan tatapan dingin. Ia mengenakan gaun malam yang elegan dan berdiri menyilangkan tangan. Di sampingnya, suaminya, Dimitrix, hanya tersenyum tipis, seolah ini adalah pertunjukan yang menghibur baginya.
Asap cerutu mengepul di ruangan itu, dan aroma kopi yang kuat menambah suasana tegang. Di balik sofa, berdiri seorang pria paruh baya dengan aura dominan, Dimitris Rayen Trovic.
"Adik tirimu dan para bajingan itu sudah mempermalukanku!" teriak Barbara, tidak bisa mengendalikan amarahnya. "Kamu tahu apa yang mereka lakukan?!"
"Aku tahu, Mama," sahut Roselin, suaranya tetap tenang. "Papa Dimitris sudah memberitahuku semuanya, saat mereka membuat Mama marah."
Barbara dan Tiara terdiam, saling bertukar pandang penuh keterkejutan.
"Mama, kamu seharusnya tahu kalau mereka hanya memancing amarah mu saja, tak perlu marah sampai seperti ini! Kita akan melanjutkan rencana kita." kata Roselin.
"Maksudmu?!" tanya Barbara, menatap tajam putrinya.
Roselin berjalan mendekati ayah mertuanya itu, Dimitris, yang membalas tatapannya dengan senyum penuh arti. "Bukankah dari dulu Mama ingin menjatuhkan Deva? Kali ini kita akan melakukannya. Kita akan memancingnya masuk ke dalam jebakan kita," ujar Roselin sambil menuangkan segelas whiskey untuk Barbara dan Tiara.
"Kita akan menghancurkan mereka satu per satu. Dengan cara ini, semua masalah kita akan selesai," sambung Dimitrix, mengambil gelas whiskey yang sudah dituangkan Roselin.
Barbara terdiam, membiarkan pikirannya berpacu. Ia menyerahkan semua rencananya kepada Roselin, Dimitrix, dan sang dalang utama, Dimitris.
"Duduklah, Mama," kata Roselin, menepuk bahu Barbara. "Kami akan memastikan mereka membayar mahal atas apa yang telah mereka lakukan malam ini."
Barbara mengambil gelas whiskey dan meneguknya dengan cepat. Pikirannya melayang, mengingat kembali masa lalu.
Pembantaian pada malam itu, Ia tidak peduli apa pun caranya, bahkan jika harus mengorbankan banyak orang. Dia akan menguasai kekayaan keluarga Alfod.
Dimitrix memperhatikan Barbara, ia menyeringai. "Kita akan membunuh suami mu dahulu mama. Tuan Alfod akan kita singkirkan dan mama akan menguasai keluarga itu sebelum jatuh ke tangan Deva
Roselin, Dimitrix dan Dimitris menyeringai.
"Baiklah, aku setuju," jawab Barbara dengan suara dingin.
"Kita akan melihat apakah Deva bisa bertahan atau....," bisik Roselin pada dirinya sendiri.
___🐦🐦🐦___
Kembali ke aula pesta yang ramai, Yasmin dan Kana mengobrol berbisik-bisik.
.
"Kana.... kamu tahu tidak, terkadang aku merasa Sera terlalu banyak meminta," celetuk Yasmin, bersandar di pilar.
Kana tersenyum. "Itu karena dia percaya padamu, Yasmin. Dia tidak akan memintamu melakukan sesuatu jika dia tidak percaya padamu."
Yasmin tersenyum dia berbisik membalas ucapan Kana. "Kau benar. Aku tahu, aku tidak akan mengecewakannya."
____bersambung____
selamat atau gimana Thor ?