Kanza Odelia terpaksa meninggalkan kekasihnya Adrian Miguel di altar sebab sehari sebelum pernikahan Kanza kehilangan kesuciannya karena jebakan dari kakak tirinya.
Bukan hanya itu, buah dari jebakan kakak tirinya itu Kanza akhirnya hamil, lalu terusir dari keluarganya sebab telah membuat malu karena hamil di luar nikah.
Kanza kira penderitaannya akan berakhir saat dia keluar dari rumah dan tak berurusan lagi dengan kakak tirinya. Namun sekali lagi Kanza harus berjuang demi bayi yang dia lahirkan yang ternyata tak sempurna.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nenah adja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Paviliun
Daegan tengah menikmati sarapan paginya saat para pelayan sibuk di belakang rumahnya. Melihat dari pintu yang terbuka Daegan tak bisa tak mengernyit saat para pelayan mengeluarkan barang- barang dari gudang yang terletak di belakang dapur.
Semua barang- barang di keluarkan termasuk peralatan bayi yang masih terbungkus sempurna.
Daegan meletakan garpu dan pisau ditangannya lalu berjalan mendekat.
"Kau masih menyimpan ini?" Tanya Daegan saat melihat ranjang bayi di depannya.
"Maafkan saya, Tuan. Saya akan segera membuangnya. Saya hanya terlalu sibuk sampai tidak memperhatikannya," jawab pelayan yang sedang bekerja, wajahnya nampak gugup karena mengingat Tuanya memerintahkan membuang semua barang tersebut.
Daegan melihat barang-barang di depannya, tiba-tiba terlintas sebuah ide mengingat kesepakatannya dengan Kanza, dan dia yang sudah menawarkan Kanza untuk tinggal di paviliun rumahnya. "Gunakan warna biru, letakan di paviliun," ucapnya pada pelayan.
"Paviliun, Tuan?" tanya pelayan dengan tak percaya, bukankah beberapa waktu lalu Tuannya ini meminta untuk membuangnya?
"Ya, tata dengan rapi."
....
Reaksi Mia saat Kanza mengatakan jika dia akan pindah adalah marah. Tapi saat Kanza menjelaskan jika dia tidak mungkin meninggalkan Bill sendiri saat Daegan memanggilnya, dia juga tak bisa melakukan apapun selain mengizinkan Kanza pergi. Apalagi Daegan berjanji akan memberikan Bill seorang pengasuh.
"Bukankah itu bagus? Aku bisa mencari pekerjaan lain juga, karena Bill ada yang menjaga," ucap Kanza masih dengan wajah membujuk.
Mia mendengus. "Yang aku mengerti sekarang hanya kau sudah benar-benar menjadi simpanan pria beristri." Kanza juga sudah menceritakan jika dia sudah melayani Daegan, meskipun dengan cara lain.
Kanza menunduk. "Apa aku punya pilihan lain. Andai bisa aku juga ingin menjalani hidup normal dan sejahtera. Bekerja tanpa takut ketahuan oleh istri sah."
Mia terkekeh membuat Kanza tersenyum. "Jika itu orang lain aku akan sangat membenci wanita seperti itu."
"Jangankan kau, aku juga membenci diriku sendiri."
Kanza menghela nafasnya, tatapannya terarah ke depan dimana pemandangan malam terlihat. Angin berhembus membuat daun di pepohonan bergerak melambai.
Andai bisa Kanza juga tak ingin menjalani kisah seperti ini. Menjadi seorang jalang tidak pernah terlintas sedikitpun dalam otaknya. Tapi bagaimana saat dia tidak berdaya, haruskah dia hanya pasrah dan menanti keajaiban?
Kanza menoleh pada Mia lalu tersenyum saat gadis itu meneguk minumannya. "Jangan terlalu banyak minum nanti kau mabuk."
"Tidak peduli. Harusnya kita minum berdua malam ini."
"Kalau tidak ingat Bill aku juga mau," ucap Kanza dengan terkekeh dan mendentingkan jus buahnya pada kaleng bir milik Mia.
"Jadi biar aku yang mabuk. Lagi pula aku juga sedang cuti."
"Bagaimana rasanya?"
"Membuat pusing. Rasanya menyebalkan. Jangan pernah minum." Kanza tertawa melihat Mia menggeleng, namun tetap meminum minumannya.
.....
"Maafkan aku, bukannya tidak ingin kamu ikut. Hanya saja kau tahu Tuan Daegan, bukan?" Kanza menoleh pada Mia yang tengah merapikan pakaiannya.
Mia mengangguk. "Tidak masalah. Lagipula aku juga tidak terlalu ingin ikut." Hari ini adalah hari kepindahan Kanza ke paviliun sebelum besok dia akan menjemput Bill pulang dari rumah sakit. Kesehatan bayi itu meningkat pesat hingga dokter memperbolehkan Bill pulang. "Sebagai gantinya aku akan ikut menjemput Bill besok."
"Ya. Kita bisa bertemu di rumah sakit." Kanza menutup koper kecilnya. Tidak banyak barang sebab dia juga tidak memiliki banyak pakaian.
"Ingat untuk sering menghubungi aku!" peringat Mia saat Kanza mendorong kopernya keluar dari rumah.
"Aku tahu." Kanza memeluk Mia sebelum memasuki taksi. "Terimakasih untuk segalanya, Mia." Kanza mengusap air matanya, lalu melambaikan tangannya saat taksi mulai melaju.
....
Kanza meletakan kopernya di sudut ruangan paviliun rumah Daegan. Dia baru saja diantar masuk oleh pelayan, sementara Daegan sejak Kanza masuk dia tak melihat pria itu sama sekali.
Setelah mengantarnya pelayan kembali ke rumah Daegan, meninggalkannya di sana sendirian.
Paviliun ini cukup luas. Ada satu kamar, dapur, kamar mandi dan satu ruang tamu yang lumayan luas.
Kanza melihat kamar utama dan meletakan kopernya disana untuk dia rapikan nanti, lalu dia membuka sebuah rolling dor yang dia kira adalah lemari. Namun saat membukanya ternyata itu sebuah kamar. Kamar bayi yang sudah di tata rapi.
Kanza menyentuh permukaan ranjang bayi. Dia ingat ini adalah barang-barang yang Daegan berikan padanya tempo hari.
Hati Kanza bukannya bahagia, melihat ini dia justru merasa miris. "Bagaimana pun aku menolaknya, ini tetap kembali padamu, Bill." Putranya yang harus menanggungnya.
Kanza meremas permukaan kain sprei yang terasa lembut dan hangat sebab memang di desain khusus untuk bayi.
Andai dia memiliki kehidupan yang lebih baik, mungkin dia tidak akan membiarkan Bill menggunakan barang- barang Daegan. Kanza teringat saat pria itu merendahkannya hanya karena dia tak bisa membeli barang- barang mahal untuk anaknya.
"Mama harap kamu bersabar. Setelah semuanya selesai Mama akan membawamu jauh dari kubangan kegelapan ini."
"Ini untuk sementara," gumamnya lagi.
Kanza masih melamun dengan tatapan kosong yang mengarah pada barang- barang yang Daegan sediakan untuk Bill saat terdengar suara ketukan sepatu memasuki rumah.
"Kau sudah datang?" Mendengar suara Daegan, Kanza segera menghapus air matanya, lalu menoleh.
"Ya, karena besok Bill akan pulang."
Daegan mengangguk lalu mendekat pada Kanza yang masih berdiri di dekat ranjang. "Kau menangis?" Daegan mengulurkan jarinya dan menemukan sudut mata Kanza yang basah.
Kanza mengerjapkan matanya lalu mengusap kasar matanya. "Tidak!" sangkalnya.
Daegan menyeringai."Kenapa, merasa hidupmu terlalu menyedihkan?"
Kanza terdiam. Wajahnya menatap benci saat perkataan Daegan benar. Dia memang merasa ini terlalu menyedihkan.
Daegan yang di tatap tajam mengampit dagu Kanza membuat wajahnya mendongak ke arahnya. "Jangan menatapku seperti itu. Kau seolah menyalahkan aku akan nasib malangmu. Padahal kita tahu siapa yang datang dan memohon agar aku membelimu."
Kanza tak merubah tatapannya. "Aku tahu, dan aku menyadarinya. Tapi Tuan Daegan, perlukah kau terus mengungkitnya?"
"Aku hanya tidak suka kamu menunjukan tangisanmu di depanku."
Kanza mengangguk lalu tersenyum. Senyum yang dia paksakan dan terlihat hambar. "Kalau begitu maafkan aku yang ceroboh ini. Aku pastikan aku tidak akan membuatmu kecewa."
Daegan mengeraskan rahangnya saat merasakan ucapan Kanza sedikit melukainya, lalu mendekat untuk mencium bibir itu dengan kasar. Kanza yang terkejut refleks menghentikan ciuman Daegan.
"Bagaimana ini kau bilang aku tidak boleh menunjukkan kesedihanku. Tapi kau sedang melampiaskan kemarahanmu padaku?" Kanza menahan dada Daegan menghentikan ciuman kasar pria itu.
"Kalau aku tidak boleh menangis, maka perlakukan aku dengan baik, Tuan." Kanza mengusap rahang Daegan lalu mendekatkan dirinya kembali untuk kembali berciuman.
Kali ini Kanza yang menciumnya, dan dia melakukannya dengan lembut. Tidak buru- buru dan tidak terpaksa.
Gerakan yang membuai Daegan, hingga pria itu melemaskan punggungnya dan menarik Kanza semakin menempel dengan menekan pinggang rampingnya.
berantem2 yg manis..🤭
semangat💪🏻
makin seru aja bikin penasaran kelanjutanya🥰