NovelToon NovelToon
Kisah Kita

Kisah Kita

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / Cinta pada Pandangan Pertama
Popularitas:2.5k
Nilai: 5
Nama Author: RJ Moms

Apa yang kalian percaya tentang takdir? Bahwa sesuatu hal yang tidak akan pernah bisa kita hindari bukan? Takdir adalah hal yang mungkin saja tidak bisa diterima karena berbeda dengan apa yang kita harapkan. Tapi percayalah, rencana Allah itu jauh lebih indah meski kadang hati kita sangat sulit menerima nya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RJ Moms, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ujian tiada henti

Mungkin jika Amelia tidak terlalu peduli pada hal lain selain jualan demi menabung untuk mengembalikan motor Rehan dan mengurus ibunya, tidak dengan para pembeli yang secara tidak langsung membantu mempromosikan dagangan Amelia.

Mereka meng-upload foto mereka saat belanja atau hanya sekedar memotret jajannya.

Dagangan Amelia mulai tersebar di media sosial dan yang lain nya. Amelia viral. Jualannya semakin hari semakin banyak pembeli. Tidak instan memang, butuh waktu hampir dua tahun lamanya untuk dia bisa seperi sekarang ini.

“Dek, masih mau buka usaha seblak tepi sawah gak?”

“Kenapa emang, bang? Kita buruh modal untuk membangun tempatnya.”

“Abang sebenernya ada sesuatu. Udah lama abang simpan, tapi baru bisa bilang sekarang sama kamu.”

“Apa itu?”

“Perhiasan mama.”

“Hah? Abang mau jual? Jangan deh. Aku gak berani ah.”

“Kita ijin aja sama mama.”

“Dari mana kita bisa tahu mama mengizinkan atau tidak? Kalau mau dipake lebih baik pake buat pernikahan abang aja.”

“Jangan. Pake usaha kamu aja, nanti hasilnya pake buat biaya pernikahan abang. Gimana? Abang udah ada tabungan tapi belum cukup buat mengkhitbah Santika. Abang ingin memberikan mahar yang baik buat dia.”

Amelia terdiam.

“Bukan buat kamu, dek. Buat kita berdua.”

“Adek pikirin dulu ya.”

“Iya, abang juga gak maksa buat kamu setuju kok. Ini hanya sekedar saran. Kalau usahanya lancar. Abang pengen udahan kerja.”

“Capek ya bang, penghasilan gak seberapa tapi kerjanya luar biasa.”

“Iya. Kalau cuma ngandelin gaji aja sih gak akan cukup buat membiayai istri nanti. Apalagi Santika punya orang tua yang harus abang tanggung juga.”

Benar apa yang dikatakan Rehan. UMR yang kecil tidak bisa dijadikan andalan untuk membina rumah tangga nanti.

Demi mencari keputusan yang baik, Amelia melakukan salat istikharah. Dia meminta agar Allah memberikan petunjuk yang baik menurut Allah.

Sepekan Amelia merenung, akhirnya dia memutuskan menyetujui rencana Rehan. Malam itu mereka menghampiri Ira.

“Ma, Rehan sama adek di sini mau bicara sama mama.”

Rehan mengelus kepala Ira dengan lembut.

“Rehan ijin buat menjual perhiasan mama. Rehan dan adek mau buka usaha mumpung adek lagi dikenal banyak orang. Ini juga berat buat Rehan. Tapi kami sudah tidak punya lagi cara.”

“Ma, boleh gak? Mama ijinin kita buat jual perhiasan mama nggak? Mama, tolong ridho kami ya.”

Ira mengerjapkan mata beberapa kali dengan sedikit ulasan senyuman di wajahnya. Untuk pertama kalinya Ira merespons.

Bukan main Rehan dan Amelia bahagia. Kebahagiaan yang datang bukan karena ijin tentang menjual perhiasan akan tetapi tentang respon Ira pada mereka.

“Alhamdulillah mama. Mama merespon kita, Abang.”

Rehan dan Amelia menangis sambil memeluk Ira.

Esok harinya Rehan pergi menuju toko perhiasan untuk menjual perhiasan Ira yang jika ditaksir mungkin hampir 60 juta rupiah.

Sementara di rumah, setelah selesai berjualan di depan rumah. Amelia dan karyawannya masih sibuk membuat pesanan untuk siang nanti. Ada pesanan salad dan nasi kuning untuk acara ulang tahun.

Tok tok tok

“Assalamualaikum.”

“Waalaikumsalam.”

Amelia pergi ke depan untuk melihat orang yang datang bertamu.

“Des, saya ke depan dulu ada tamu. Tolong nanti kue yang itu disimpan buat tamu Bang Rehan mau datang.”

“Iya, teh.”

Begitu sampai depan.

“Eh, Pak RT. Masuk, Pak.”

“Tidak usah, Amel. Saya buru-buru.”

“Ada apa, Pak? Mau beli kue?”

“Kamu harus ikut saya ke Puskesmas. Rehan kecelakaan.”

“Astagfirullah.”

Tangan Amelia bergetar. Tubuhnya terasa lemas mendengar berita yang baru saja dia dengar.

Bahkan Amelia merasa melayang. Menginjak bumi tapi terasa tidak menapak.

Dia tidak berhenti berdoa dalam hati untuk keselamatan Rehan. Dia tidak bisa membayangkan jika keluarga yang dia miliki pergi lagi. Hanya Rehan satu-satunya yang bisa dia andalkan untuk saat ini.

“Abang.”

Rehan menundukkan kepala.

“Abang gak apa-apa? Mana yang luka? Mana yang sakit?”

“Gak ada. Abang sehat. Abang selamat.”

“Sehat apanya? Lihat itu baju sampe sobek. Celana juga sobek. Darah itu, bang.”

“Dek, abang minta maaf. Abang emang bodoh.”

“Kenapa, Bang? Ada apa?”

“Uang kita hilang.”

“A-apa?”

Rehan menunduk kembali karena rasa bersalahnya sampai dia merasa sangat malu pada Amelia. Dia merasa sangat marah pada dirinya sendiri.

Telpon Amelia berdering.

“Halo.”

“Halo, sayang. Kamu di mana? Aku di rumah.”

“Aku di Puskesmas. Kamu tau kan Puskesmas blok Sabtu?”

“Siapa yang sakit? Kamu gak apa-apa kan?”

“Bang Rehan kecelakaan.”

“Apa? Oke, oke. Aku ke sana sekarang. Tunggu ya.”

Amelia menutup telponnya.

“Gunawan?”

“Iya.”

“Dek, maaf ya.”

Amelia memang kecewa tapi bukan pada Rehan. Dia hanya merasa Allah benar-benar keterlaluan memberikan ujian yang terus datang. Dia merasa Allah tidak pernah mengizinkan nya untuk bahagia.

“Yang penting abang selamat. Itu sudah cukup. Adek gak bisa bayangkan kalau terjadi apa-apa sama abang. Adek sama siapa?”

Rehan memeluk Amelia sambil terus minta maaf atas apa yang terjadi padanya.

Gunawan datang.

“Sayang.”

Amelia tersenyum hambar.

“Sabar ya.”

“Hmmm”

“Bang, lo gak apa-apa kan?”

Rehan menggelengkan kepala. Gunawan segera menemui petugas kesehatan dan menanyakan keadaan Rehan.

Rupanya tidak ada luka serius yang dialami Rehan. Dia bisa pulang dengan catatan harus dilakukan perawatan yang baik dan benar pada lukanya agar tidak infeksi.

Sampai lah mereka di rumah.

Teman-teman club nya datang menghampiri. Mereka menanyakan keadaan temannya tersebut.

“Bisa minta tolong bawa Bang Rehan ke kamarnya gak?” Tanya Amelia sopan.

Mereka membopong Rehan ramai-ramai sambil berusaha menghibur.

“Ada apa, sayang? Kenapa sejak tadi terlihat sangat sedih. Bang Rehan gak apa-apa.”

“Bukan itu.” Suara Amelia gemetar. Air matanya mulai bercucuran.

Dengan lembut Gunawan memeluk Amelia dan mencoba menenangkan kekasihnya tersebut.

Amelia menceritakan semuanya sambil duduk di ruang tamu.

“Aku merasa Allah gak adil saat ini. Jujur aku merasa marah. Aku lelah, aku kecewa. Gun, aku sudah berusaha menjadi anak baik. Aku berusaha untuk tetap beribadah tanpa lelah. Aku puasa Senin Kamis, aku tahajud. Aku solat duha di tengah kesibukan yang luar biasa. Tapi apa? Allah malah terus saja memberikan ujian yang gak ada hentinya.”

“Sstttt, janga begitu. Gak baik. Mana Amelia yang paling sabar dan soft itu? Mana Ameliaku yang sangat tabah dan cantik itu?”

“Aku lelah.”

Gunawan tidak bisa melakukan apa-apa selain memberikan dukungan moril pada wanitanya.

Saat ini dia belum bisa membantu Amelia secara materil, Gunawan masih kuliah. Belum punya penghasilan sendiri. Dia hanya bisa memberikan hadiah kecil sebagai kekasih tapi belum bisa mengambil sedikit beban dari Amelia.

1
Esti Purwanti Sajidin
hadir ka 1 vote
Chaw_Mully: Masya Allah, Sarangheo kakak 🫰🏻
total 1 replies
The first child
iya bang re, habis manis banget/Drool/
The first child
baca novel dapet bonus belajar agama/Smile/
Chaw_Mully: Hanya sikit. Aku juga masih belajar hehehe
total 1 replies
Scar
Tengkiuuu thor, bikin liburanku jadi lebih seru!
Chaw_Mully: Makasih ya udah mampir. Sehat selalu kakak 🫶🏻
total 1 replies
Yoko Littner
karya ini layak dijadikan film, semoga sukses terus thor ❤️
Chaw_Mully: Masya Allah terharu banget aku. Tanchuuuu ya kakak 🥹🫶🏻
total 1 replies
Mamah Mput(Bilanoure)
wah, ibunya gak suka apa gimana sebenernya? penasaran
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!