"Mulai sekarang, kau bekerja sebagai istriku," tegas Gyan Adriansyah kepada istrinya, Jasmine.
Nasib sial tengah menimpa sang gadis cantik yang terkenal sebagai bunga desa. Mulai dari beredarnya video syur yang menampilkan siluet mirip dirinya dengan calon tunangan. Terungkapnya perselingkuhan, hingga dijadikan tumbal untuk menanggung hutang ayahnya pada pria tua.
Namun, ditengah peliknya masalah yang terjadi. Takdir kembali mempertemukan dirinya dengan musuh bebuyutannya semasa kecil dengan menawarkan pernikahan kontrak. Jasmine tak punya pilihan yang lebih baik daripada harus menikahi pria tua.
Akan seperti apakah pernikahan mereka? Gyan yang ia kenal dulu telah berubah drastis. Ditambah lagi harus menghadapi ibu mertua yang sangat membencinya sejak lama.
Yuk simak keseruan ^_^
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon CatVelvet, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aku...
Jasmine kini jadi merasa canggung berdua dengan Gyan didalam mobil saat mereka sedang perjalanan pulang. Sedangkan Gyan nampak biasa saja, sesekali ia tersenyum saat menoleh pada Jasmine yang ketahuan beberapa kali meliriknya.
Tak terasa akhirnya tiba dirumah. Rupanya Bu Vivian sudah menanti kehadiran mereka diruang tamu. Wanita paruh baya itu terlihat sangat kesal serasa ingin segera memuntahkan seluruh unek-uneknya.
"Jasmine!" bentaknya sampai Jasmine tersentak.
Gyan menatap ibunya dan istrinya bergantian penuh tanya. Memangnya apa yang sudah Jasmine perbuat sampai ibunya semarah itu?
Mereka berdua melangkah mendekat. Jasmine hanya terdiam, bertanya-tanya pada dirinya sendiri tentang apa kesalahannya. Dia ingat betul jika hari ini ia tak melakukan apa-apa pada ibu mertuanya. Bahkan sedari pagi pun mereka belum bertemu.
Gyan bertanya lebih dulu. "Kok mama bentak-bentak Jasmine? Ada apa?"
Tanpa basa-basi Bu Vivian langsung menjambak gadis itu dengan kuat sampai ia kesakitan. Gyan langsung menolong Jasmine membantu melepaskan cengkraman ibunya.
"Dasar anak kampungan! Berani-beraninya kamu malakin anak saya!! Baru juga nikah, tapi udah berani kamu minta yang berlebihan!"
"Akh! Sakit!" pekik Jasmine.
"Ma! Lepasin tangan mama, ngapain sih tiba-tiba nyerang istriku?" perintah Gyan tak diindahkan.
Bahkan cengkraman tangan itu begitu sulit untuk dilepaskan sampai Jasmine meringis kesakitan. Rambutnya pun sampai rontok dibuat ibu mertuanya. Keributan itu terdengar sampai ke lantai 2, sampai ayah serta adik perempuannya ikut turut membantu melerai ibunya.
Setelah semua berusaha semaksimal mungkin untuk melerai, akhirnya dapat dipisahkan juga. Gyan langsung memeluk Jasmine dengan rasa khawatir yang teramat dalam. Gadis itu bahkan sempat menangis dalam pelukannya.
"Jasmine, tenang, ada aku disini."
Sedangkan ibunya masih meronta untuk menyerang Jasmine tapi dicegah oleh ayah serta adiknya.
"Mama gak bisa tahan liat mukanya! Ular betina satu ini udah mulai melancarkan aksinya. Kalian tau sendiri kan, tadi? Begitu banyak kiriman pakaian hanya untuk gadis kampungan itu! Dasar penjilat."
Jasmine sempat bingung karena tak tau apa permasalahan sebenarnya. Dan apa yang dimaksud oleh ibu mertuanya.
"Ma, tenang ma." ucap Nicole berusaha meredamkan amarah ibunya.
"Sudahlah ma, itu kan cuma masalah pakaian. Ya wajar sebagai seorang suami membelikan pakaian untuk istrinya," bahkan pak Irwan pun turut membela Jasmine.
"Tapi itu sudah berlebihan! Masa sekali dibelikan sampai sebanyak itu!"
Gyan pasang badan didepan Jasmine. "Pakaian itu bukan Jasmine yang minta, tapi aku yang memang mau membelikannya! Mama nggak berhak untuk ikut campur masalah rumah tanggaku dengan Jasmine, apalagi sampai berbuat kekerasan dengan istriku!"
Bu Vivian semakin tak bisa terima. "Otak kamu itu udah dicuci oleh anak kampungan licik ini!"
"Stop panggil dia dengan sebutan 'anak kampungan', ma! Kalau mama masih bersikap kasar dengan Jasmine, lebih baik mama pulang ke rumah mama sendiri!"
"Kamu ngusir??! Oh... Jadi kamu sekarang memusuhi mama? Iya?? Demi gadis ini??"
Gyan memijat pelipisnya. Tak pernah sebelumnya berdebat dengan ibunya se-melelahkan ini. Jika saja yang dihadapannya bukanlah ibunya, mungkin dia sudah baku hantam. Gyan mengepalkan kedua tangannya.
"Oke! Kalau mama masih mau bersikap seperti itu terus pada istriku, aku yang akan pergi dari sini dengan membawa istriku."
Pak Irwan langsung mencegahnya. "Jangan Gyan, kamu nggak bisa pergi begitu saja dalam keadaan seperti ini. Kalian kan, ibu dan anak. Seharusnya bukan seperti. Tenangkan lah pikiran kalian masing-masing. Ah... untuk nak Jasmine, papa minta maaf atas kelakuan mama ya?"
"Minta maaf nggak semudah itu, pa." bantah Gyan sambil merangkul istrinya meninggalkan mereka.
Perdebatan itu bisa saja ia lanjutkan sampai ibunya menyerah. Tapi melihat kondisi Jasmine yang masih syok membuat Gyan mengesampingkan ibunya dan memilih menenangkan istrinya. Bahkan sebelum beranjak pergi pun Gyan sempat melayangkan tatapan sinis serta kecewa pada ibunya.
Bu Vivian terus meronta melontarkan sumpah serapahnya yang tak pantas untuk didengar. Kata-kata itu terdengar menyakitkan bagai pisau yang menghujam perasaan Jasmine. Ia tak tau apa yang terjadi hari ini hingga memicu kemarahannya sampai begitu besar, ditambah ia hanya orang miskin yang tak memiliki dukungan apapun untuk melawan kecuali Gyan yang selalu menjadi tameng saat ia diserang.
Saat memasuki kamar... barulah Jasmine menyadari apa pemicunya.
Pemandangan yang sangat mengejutkan. Beberapa tumpuk box serta paperbag dengan logo boutique yang sempat mereka datangi hari ini tersusun rapi seperti pyramid didekat dinding kamarnya.
"Ja-jadi ini penyebabnya?"
Gyan segera menggandeng Jasmine untuk duduk ditepi kasur. Gyan berlutut dihadapannya sambil menggenggam tangan Jasmine. Raut wajahnya terlihat merasa sangat bersalah.
"Jasmine, aku minta maaf."
"Ini semua punya siapa?" tanya Jasmine dengan tatapan menyelidik.
Gyan tau betul dari tatapan itu seakan berharap semua barang itu bukanlah untuknya.
"Semuanya untukmu."
Jasmine terbelalak lebar, terkejut mendengar pernyataan barusan. Dengan barang sebanyak itu, pantas saja ibunya marah besar dan berpikir bahwa dirinya gila belanja.
"I-ini gila. Kamu beli pakaian sebanyak ini? Cuma buat aku??"
"Iya..."
"Astaga, gimana ibu kamu nggak marah kalau kamu belikan sebanyak ini cuma buat aku. Bahkan kamu nggak membelikan satupun untuk mama maupun yang lainnya. Ini terlalu banyak Gyan. Aku nggak minta semua ini, bukannya tadi aku sudah beli satu. Itu sudah cukup."
Kalau sebanyak ini sih, bisa untuk buka toko baju. Laki-laki ini benar-benar... kenapa sih dia sampai begitu padaku? Apakah karena kasihan dengan keadaanku yang kurang mampu atau... nggak mungkin...! Mana mungkin dia punya perasaan padaku.
Gyan hanya tertunduk dihadapan Jasmine. Masih dengan menggenggam tangannya. Saat Jasmine menyadari hal itu, jantungnya merasa berdebar. Tapi genggaman tangan itu terasa nyaman dan hangat.
"Ke-kenapa? Kenapa kau bersikap berlebihan begini? Apa... aku terlihat sangat menyedihkan sampai kau merasa kasihan padaku?"
Gyan menengadahkan kepalanya menatap Jasmine. Mereka berdua saling menatap dengan isi pikiran yang berbeda. Jasmine memberanikan bertanya hal ini untuk memastikan sesuatu. Sedangkan Gyan merasa ragu, haruskah mengatakan yang sebenarnya? Jika saja Jasmine sudah mengetahui, respon apa yang akan gadis itu berikan? Apakah penolakan?
"Jawab," pinta Jasmine.
Gyan bangkit dan duduk disebelah Jasmine menghadap gadis yang sedang menunggu jawaban itu.
Gyan menatap dalam-dalam gadis yang dicintainya. Butuh keberanian lebih banyak untuk mengatakan yang sebenarnya. Disisi lain, ia takut akan penolakan dan gadis itu justru membencinya atau bahkan setelah kontrak itu berakhir, Gyan takut gadis itu akan pergi lebih jauh demi menghindarinya.
"Kenapa diam?" Jasmine semakin penasaran.
"Aku..." jantungnya berdegup semakin kencang.
Apa ini keadaan yang tepat untuk mengatakannya?
Jasmine tampak masih menunggu mengharapkan dapat menemui jawabannya. Setelah dipertimbangkan, akhirnya Gyan memantapkan hatinya untuk bicara yang sebenarnya, apapun resikonya nanti.
Gyan menghela napas panjang. "Aku..."