NovelToon NovelToon
Kez & Dar With Ze

Kez & Dar With Ze

Status: sedang berlangsung
Genre:Ketos / Teen Angst / Teen School/College / Keluarga / Persahabatan / Romansa
Popularitas:2k
Nilai: 5
Nama Author: Elok Dwi Anjani

Mimpi bukan selesai saat sudah meraihnya, tapi saat maut telah menjemput. Aku tidak meninggalkan teman ataupun orang yang ku sayang begitu saja, melainkan mencetak sebuah kenangan terlebih dahulu. Walaupun akan meninggalkan bekas di situ.

Maaf jika aku pergi, tapi terimakasih atas semua kenangan yang kita cetak bersama. Suara tawamu akan selalu bergema, dan senyumanmu akan selalu menjadi canduku. Rela itu tidak semudah sebuah kata saja. Tapi hati yang benar-benar tulus untuk melepaskannya.
Mengikhlaskan? Harus benar-benar melepaskannya dengan merelakannya setulus mungkin.

Seperti biji-biji dandelion yang berhamburan tertiup angin, setelah usai di suatu tempat. Mereka akan kembali tumbuh di berbagai tempat. Entah kita akan dipertemukan kembali atau tidak, setidaknya aku pernah berbahagia karena dirimu.

Ada sebuah kata-kata yang bertuliskan "Di setiap pertemuan pasti ada perpisahan," tapi dengan perpisahan bukan berarti aku dapat melupakan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elok Dwi Anjani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Variel

..."Salah satu hal yang menyakitkan adalah ketika kau tidak menceritakan deritamu, tetapi aku terus bercerita tentang diriku sendiri tanpa merasa ada sebuah kejanggalan"...

...•...

...•...

"Tipis-tipis aja," pinta Linda, menatap pantulan dirinya di cermin.

Jantungnya berdetak kencang saat melihat rambutnya dipotong oleh tukang cukur untuk merapikan rambutnya yang pendek menyerupai laki-laki. Setidaknya rambut itu tidak sangat-sangat pendek, hanya saja sudah menutup leher belakangnya. Dan tukang cukur tersebut merapikan poninya agar tampak rapi dan terlihat cantik, bukan ganteng. Karena poni tersebut sebelumnya kearah belakang, bukan melengkung ke depan.

"Perubahan dikit aja udah kelihatan cantiknya," kata Zea, yang sedang duduk di sofa.

"Bisa aja lo," balas Linda, dengan menahan senyumannya.

Setelah lima belas menit di dalam salon. Akhirnya mereka keluar dengan Linda yang berkaca di layar ponselnya. Hasil potongan sang pencukur tadi sangat memuaskan untuk Linda, bahkan gadis itu tidak henti-hentinya tersenyum melihat dirinya sendiri.

Suasana mall semakin ramai, dan banyak orang berlalu-lalang dari satu tempat ke tempat yang lain. Lebih-lebih lagi, remaja-remajalah yang lebih mendominasi.

"Nonton yuk?" ajak Linda.

"Tapi gua nggak pengen nonton. Jajan aja gimana?"

Linda menimbang-nimbang ucapan Zea. Sejak ia sampai di mall dari menuju toko pakaian dan salon untuk merapikan rambutnya serta membeli beberapa make up di sebelah toko tersebut. Linda menganggukkan kepalanya setuju, karena ia juga sedikit lapar jika dirasa-rasa.

"Yok, gasss!"

Zea mengikuti langkah Linda yang terlihat sangat bersemangat menuju stan-stan makanan di sana. Sebelum membeli makanan, mereka membeli minuman terlebih dahulu. Setelah itu, barulah mereka membeli makanan tanpa pikir panjang.

"Ze!"

Zea menoleh ke arah Linda yang entah apa yang membuat gadis itu memanggilnya tanpa menolehkan kepalanya. "Apa?"

Linda menunjuk seorang anak kecil yang menumpangi mobil mini dengan cengengesan. Zea yang bingung pun mengerutkan keningnya. Ia menerima pentol bakar yang ia beli dan membayarnya, lalu menghampiri Linda.

"Emang kenapa?" tanya Zea.

Menahan senyumannya saat melihat wajah memohon Linda yang ingin menumpangi kereta-kereta tersebut. Zea pun hanya bisa mengangguk dengan memegangi minumannya dan pentol bakar. Jujur saja, ia takut jika Linda tidak diperbolehkan pemilik mobil mini sewaan itu dengan alasan sudah dewasa.

Sontak Zea membulatkan matanya saat pemilik mobil mini sewaan tersebut menerima uang Linda dan mempersilahkannya untuk memilih ingin menaiki mobil mini yang apa.

Melihat Linda yang bahagia dengan menumpangi mobil mini yang berjalan kesana-kemari, membuat Zea merindukan Sheila yang sama halnya selalu meminta yang aneh-aneh pada dirinya. Zea mendudukkan dirinya di sebuah bangku dan mengeluarkan ponselnya.

Bermain sebentar dengan benda pipih tersebut, Zea kembali memakan pentol bakarnya dengan melihat Linda. Tawa gadis itu terdengar jelas, bahkan tampak sangat bahagia. Ia menikmati rasa pedas manis pentol bakarnya dan hampir tersedak saat melihat Linda hampir menabrak bocah laki-laki yang tiba-tiba berlarian dan ada dihadapannya.

Yang lebih mengagetkannya lagi, bocah tersebut adalah Variel yang tampak linglung. Zea langsung menghampiri Linda yang turun dan menekuk lututnya untuk menanyakan keadaan bocah tersebut. Manik mata Variel yang menangkap keberadaan Zea pun langsung tersenyum lega.

"Kak Zea!" panggil Variel.

Pertanyaan Linda tidak digubris Variel, dan itu membuat Linda menatap Variel dengan tatapan sinis. Sikap bocah tersebut memang tidak terlalu jauh dari Arlan.

"Kok di sini sendirian? Kamu ke sini sama siapa?" tanya Zea.

"Tadi sama abang dan Papa, tapi sekarang nggak ada. Tadinya aku mau sembunyi buat kagetin Abang, malah aku yang tersesat karena Abang nggak ada di tempatnya."

"Terakhir kali di mana?" kali ini Linda yang bertanya.

"Di tempat jual sepatu di sana." Variel menunjuk toko sepatu yang sedang ramai pengunjung.

Pantas saja Variel tersesat. Itu bukan karena Arlan ataupun Gio, melainkan keramaian yang membuat keduanya tenggelam dalam pengelihatan Variel dan menghilang dari pandangannya.

"Sini dulu." Zea mengajak Variel duduk di bangku sebelumnya, sementara Linda mengembalikan mobil mini sewaannya. "Bentar, ya?"

Mengotak-atik ponselnya, Zea mencari nomor Arlan untuk menghubungi laki-laki itu.

"Apaan? Buruan kalau ada sesuatu," tanya Arlan, yang nada bicaranya seperti orang kalang kabut.

"Lo cari Variel? Adik lo ada sama gua di dekat tempat sewaan mobil anak-anak di lantai dua, nggak jauh dari eskalator sebelah barat."

Zea menatap layar ponselnya dengan tatapan mata sinis. Belum juga ia mendapatkan balasan dari kalimatnya, Arlan sudah mematikan panggilannya.

"Kenapa, Kak?" tanya Variel.

Zea menggeleng dengan tersenyum tipis dan melihat Linda yang berjalan ke arahnya. "Nggak ada apa-apa."

"Gimana?" tanya Linda.

"Tunggu dulu, mungkin Arlan mau ke sini," jawab Zea.

"Kak Lin sekarang sedikit berbeda," kata Variel, dengan menatap Linda.

Linda langsung menggeser tempat Zea dan duduk di antara temannya dengan Variel. "Iya? Dari mananya?"

"Rambut. Dulu aja persis banget kayak bang Lino, tapi sekarang sedikit berbeda. Mungkin kalau panjang bakalan cantik."

"Benerkan omongan gua?" balas Zea, dengan tersenyum percaya diri.

"Iyain." Manik mata Linda tiba-tiba melihat Arlan yang berjalan cepat ke arahnya dengan Gio di belakangnya, "Noh! Temen lo."

Zea mengikuti arah tunjuk Linda. Ia pun tersenyum dengan Variel yang tiba-tiba berdiri dari duduknya dan menghampiri kedua laki-laki yang berjalan ke arahnya.

"Kamu dari mana aja sih, Riel? Udah tahu lagi rame kok hilang gitu aja. Papa cariin kamu dari tadi sama abang kamu lho, jangan lepasin genggaman Abang kamu dan lepas gitu aja. Papa khawatir ini." Gio menarik tangan Variel dalam dekapannya dan mengelus rambut putra bungsunya dalam pelukannya.

"Makasih," kata Arlan, melirik Zea.

"Hem..."

Linda sedari tadi hanya diam dengan mengalihkan pandangannya agar tidak melihat ataupun menatap Arlan. Ia sudah tahu kejadian saat Arlan mendapatkan masalah dalam keluarganya karena cerita dari Retha. Tapi ia masih kesal dengan laki-laki itu.

"Bang! Kak Lin sekarang bedakan?" tanya Variel, yang ingin mengetahui pendapat Arlan mengenai gadis di sebelah Zea.

Arlan melirik Linda dan menganggukkan kepalanya. "Iya, lebih cantik."

Sontak Zea menahan senyumannya dengan hati Linda yang mulai luluh agar tidak kesal atau sebal dengan Arlan. Tapi itu hanya sebuah pujian dari seorang laki-laki, bisa saja jika itu hanya sebuah trik semata.

"Gua tonjok muka lo kalau ngomong gitu lagi," ancam Linda.

Arlan pun mengerutkan keningnya tidak paham. Bukankah perempuan itu akan senang jika mendapatkan pujian baik mengenai dirinya?

"Kenapa? Gua ngomong hal yang fakta, bukan fiktif belaka," balas Arlan.

"Lo baik ke sifat asli, ya? Tapi lebih mendingan sih, daripada sok paling tinggi."

Seolah-olah tidak ada takut-takut, tapi memang tidak ada. Linda berbicara mengenai sifat Arlan secara terang-terangan di depan orang tua laki-laki itu sendiri, bahkan ada adiknya juga.

"Bagus gitu, daripada Arlan jadi pendiam." Kini Gio yang membalasnya.

"Gini, Om. Arlan itu sebenarnya baik, tapi terkadang gengsinya tinggi buat menunjukkan sesuatu yang baik itu. Mangkanya dia kalau melakukan hal baik itu selalu secara sembunyi-sembunyi, padahal itu membutuhkan tenaga ekstra karena harus bersembunyi dulu."

"Saya yang mengajarkannya. Karena tidak semua kebaikan dilakukan secara terang-terangan, bukan begitu, Riel?" Gio melirik Variel di sampingnya.

Bocah itu langsung mengangguk. "Tapi aku juga kesel kalau Abang terlalu berlebihan."

"Berlebihan gimana?" tanya Zea.

"Abang dulu pernah mau ngasih buah ke nenek-nenek yang pengen beli buah tapi uangnya kurang, terus Abang ikuti sampai rumahnya. Awalnya cuman mau gantungin kresek di gagang pintu, malah dikira sama tetangga nenek itu mau maling. Akhirnya terjadi perdebatan, dan para ibu-ibu yang grebek Abang."

"Terus?"

"Nggak jadi bantuin secara sembunyi-sembunyi, karena ada keramaian di depan rumahnya. Katanya bang Arlan itu hal memalukan."

Linda geleng-geleng kepala mendengarnya. "Apa susahnya langsung kasih gitu aja?"

"Karena Abang suka lihat orang-orang senang dengan bantuannya, tapi dengan tidak tahu siapa yang memberi bantuan."

"Pinter." Gio mengelus rambut Variel.

Bocah itu memang masih kecil. Tapi bicaranya sangat bagus karena ajaran Arlan dan Gio. Bahkan Zea tersenyum juga mendengarnya.

Tampang Variel memang terlihat lebih muda daripada umurnya, seperti baby face. Tapi bocah itu punya keberanian, walaupun memiliki ketakutan tersendiri. Bukankah semua orang yang memiliki keberanian, pasti memiliki sisi ketakutannya juga?

"Tapi kakak masih kesel," balas Linda.

Arlan langsung melunturkan senyuman setelah mendengar ucapan Linda. Perempuan memang susah ditebak, dan membutuhkan tenaga ekstra untuk membuatnya sadar.

"Ngapain lo di sini?" tanya Arlan.

"Menurut lo?" balas Linda.

"Udah-udah! Variel sekarang udah lo temuin, jagain! Awas aja kalau dia ngilang lagi," ancam Zea.

"Iya-iya."

"Saya duluan, Om," pamit Zea, dengan sedikit menundukkan kepalanya.

Linda pun melakukan hal yang sama dan berjalan bersama Zea untuk melanjutkan kegiatan bersenang-senang mereka di mall.

...••••...

"Bang! Liat bang Garrel nggak?" tanya Arsa.

Bocah itu kebingungan mencari keberadaan Garrel yang kini sering keluar setelah pulang sekolah, dan kembali saat larut malam.

Sean menggeleng. "Enggak, mungkin lagi main sama temennya."

"Main kok sampai nggak ingat waktu," celetuk Arsa.

"Bilang gitu ke bang Garrel nanti," suruh Sean.

"Bang Garrel punya cewek, ya? Kemarin aku lihat notifikasi hpnya ada nama cewek yang dikasih emot love."

"Bisa alay juga tuh anak," gumam Sean.

"Apa?" Arsa mendekatkan dirinya ke tengah-tengah tempat tidur Sean. Karena abangnya sedang bersandar pada sandaran tempat tidur dengan memainkan laptop.

"Siapa nama ceweknya?"

"Kalau seingat aku Alsava."

Sontak Sean membulatkan matanya, itu nama Sava yang sering jalan bersama Garrel di taman sekolah. Bahkan laki-laki itu sering duduk di bangku taman dengan memakan makanannya bersama gadis yang bernama Alsava itu.

"Kayaknya bakal ada berita baru," gumam Sean, dengan menahan senyumannya.

"Berita apa?"

"Nggak ada, kamu nanti minta PJ ke bang Garrel, kan dia punya cewek."

"Iya juga, nanti aku minta nasi padang aja."

"Kurang mahal, Sa," balas Sean.

"Aku carinya nasi padang yang mahal kok. Kalau bisa, bang Garrel ajak aku ke kota buat beli nasi Padang di sana."

"Ke kota buat beli nasi Padang aja?" Arsa mengangguk.

Mau heran tapi Arsa. Sean geleng-geleng kepala dan kembali pada layar laptopnya dengan menahan senyumannya. Ternyata sepupunya itu sedang bucin dengan cewek yang sering ia hukum dulunya.

Tidak jauh dari itu, pikiran Sean juga mengingat dirinya sendiri. Sheila dulu sering ia hukum, tapi sekarang ia yang bucin dengan gadis itu.

Sepertinya, kisah Garrel dengan Sava sebelumnya sangat mulus. Tidak seperti Sean yang justru sinis satu sama lain terlebih dahulu. Bahkan Sheila dulu juga tidak mau kalah dengan teman masa kecil Sean di samping rumahnya, dan sepupu Sheila yang selalu bersama gadis itu.

...••••...

...TBC....

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!