Kevin Xander AdiJaya adalah cowok yang sangat susah mendapatkan kebahagiaan yang tulus dalam hidupnya. Kevin selalu di setir oleh papah angkatnya sehingga membuatnya menjadi sangat muak dan memutuskan untuk pergi dari rumah.
Namun Kevin masih bertahan sejauh ini karena ada satu wanita di hidupnya, yaitu Adara Syila Alterina. Namun Kevin selalu gengsi menunjukan perasaannya kepada Dara, jadi ia selalu mencari cara agar bisa ribut dengan Dara.
Sampai suatu hari ada sepasang suami istri yang mengaku sebagai orang tua kandung Kevin, siapakah mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Red sage, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kerja Kelompok
**Keesokan harinya**…
Langit pagi masih berkabut tipis ketika Dara tiba di sekolah. Suasana belum begitu ramai, hanya beberapa siswa yang sudah duduk-duduk di bangku taman atau berjalan pelan menuju kelas.
Dara melangkah perlahan menuju kelasnya, matanya sesekali mengintip ke arah gerbang—mencari sosok yang sejak semalam terus menghantui pikirannya.
Kevin.
Namun, belum terlihat batang hidungnya. Dara menghela napas pelan, lalu duduk di bangkunya dan menyandarkan kepala di meja.
Suaranya hanya sebisik hati. “*Kenapa harus mikirin dia terus, sih*…”
Tak lama, suara gaduh di lorong membuat Dara mengangkat kepala. Dari balik kaca jendela, ia melihat Kevin berjalan masuk bersama Vellos. Keduanya tampak tertawa kecil—entah membicarakan apa.
Tapi yang membuat jantung Dara mencelos bukan itu.
Di belakang mereka… Tasya. Masih dengan kacamata hitam dan gaya super elegannya, berjalan pelan seolah sedang berjalan di red carpet. Ia menenteng tas branded dan melempar senyum pada siapa pun yang menoleh padanya.
“Gila… dia datang lagi?” gumam Dara, panik dalam hati.
Tak butuh waktu lama, suasana sekolah mulai heboh. Semua siswa mulai berbisik-bisik melihat perempuan asing yang masuk dengan gaya percaya diri.
Sementara itu, Kevin menghentikan langkahnya dan langsung berbalik.
“Tasya!” serunya, nada suaranya penuh ketegasan. “Lo ngapain ke sini lagi?!”
Tasya melepas kacamata hitamnya, lalu tersenyum manis. “Tenang aja, aku nggak akan lama. Cuma mau bawain ini,” ujarnya sambil mengangkat sebuah kantong kertas mewah.
“Apaan lagi, sih…” Kevin menghela napas berat.
“Baju yang kamu tinggal di rumahku waktu kita liburan keluarga dulu,” ucap Tasya, seolah sengaja menambah bahan pembicaraan di tengah kerumunan siswa.
Riuh rendah langsung terdengar. Beberapa teman Kevin mulai bersorak menggoda, sementara yang lain langsung mengarahkan tatapan penasaran pada Kevin dan Dara.
Dara yang menyaksikan semua itu dari balik jendela hanya bisa mematung. Rasanya seperti dilempar dari tempat tinggi tanpa persiapan.
Kevin langsung merebut kantong itu dengan wajah kesal. “Udah! Sekarang lo pergi. Jangan bikin drama di sini.”
Tasya mendekat, lalu berbisik di dekat telinga Kevin, cukup dekat hingga Dara bisa melihatnya dari jendela.
“Aku masih punya banyak cerita soal kita, Kev… kalau kamu masih keras kepala, aku bisa mulai ceritain satu-satu ke orang-orang.”
Kevin menatapnya tajam. “Jangan pernah ngancam gue.”
Tasya tersenyum tipis. “Aku nggak ngancam. Aku cuma… mengingatkan.”
Dan tanpa berkata apa pun lagi, Tasya melangkah pergi, diiringi puluhan pasang mata yang masih mengikuti setiap geraknya.
Di dalam kelas…
Dara pura-pura sibuk menulis ketika Kevin masuk dan duduk di bangkunya. Tapi dari sudut matanya, ia bisa melihat Kevin mencuri pandang ke arahnya beberapa kali.
“Dara,” Kevin akhirnya memanggil pelan.
Dara tak menoleh. “Kenapa?”
“Lo mau dengerin penjelasan gue nggak?”
Dara menoleh cepat, matanya tajam. “Penjelasan soal apa? Lo sama dia? Gue nggak butuh tahu, Kev. Urusan lo, kan?”
Kevin mendesah. “Gue nggak ada apa-apa sama Tasya. Beneran.”
“Gue juga nggak pernah nanya,” balas Dara datar.
“Tapi lo keliatan marah,” ucap Kevin pelan.
Dara menatapnya. Ada jeda sejenak, lalu ia berkata lirih, “Gue cuma nggak suka sama cara dia nyentuh lo… di depan banyak orang.”
Kevin tersenyum samar. “Jadi lo… cemburu?”
Dara membuang wajah, pipinya merona. “Apaan, sih! GR banget lo!”
Kevin tertawa kecil. Tapi tawa itu hanya sebentar, sebelum akhirnya ia mendekatkan wajahnya ke arah Dara dan berbisik, “Gue seneng lo peduli.”
Dara melotot. “Gue nggak peduli, tau!”
Tapi hatinya berkata lain. Jantungnya berdetak terlalu cepat untuk bisa menyangkal.
---
Sore harinya, setelah jam sekolah…
Kelompok tugas fisika Kevin berkumpul di rumah salah satu teman mereka, Raka. Dara sengaja meminta untuk mengerjakan tugas di rumah Raka, agar ia tak ada alasan untuk tak kerja kelompok.
Dara datang agak terlambat karena harus menemani bundanya dulu. Saat ia masuk ke ruang tamu, Kevin langsung berdiri dari sofa.
“Eh, akhirnya dateng juga,” sapa Kevin, senyum mengembang.
“Maaf ya, tadi harus nemenin bunda dulu,” jawab Dara sambil duduk, berusaha terlihat biasa saja.
Namun saat mata mereka bertemu, suasana terasa… berbeda. Ada percikan aneh yang membuat semua jadi canggung.
Raka langsung menyela, menyelamatkan suasana. “Oke. Ayok langsung kita mulai aja. Biar cepat selesai.”
Tugas pun dikerjakan bersama. Tapi saat break sore tiba, semua mulai mencair. Mereka mulai ngobrol, bercanda, dan bahkan saling ejek.
Sampai tiba-tiba, Dara berdiri dari duduknya untuk mengambil minum. Saat kembali, ia hampir tersandung kabel charger, dan sebelum tubuhnya jatuh, Kevin dengan refleks menangkap pergelangan tangannya.
“Eh, hati-hati!” seru Kevin.
Mereka terpaku sejenak. Mata mereka bertemu lagi. Lama. Sunyi. Dunia seolah mengecil hanya untuk dua orang itu.
Dara buru-buru menarik tangannya. “Makasih…” gumamnya malu.
Kevin menatapnya penuh arti. “Dara…”
“Hm?”
“Kalau gue bilang, gue pengen lo tetep ada di deket gue… lo bakal nolak nggak?”
Dara terdiam. Hatinya berdebar. Tapi sebelum ia bisa menjawab, Raka berseru, “Eh, lanjut tugasnya, oi!”
Mereka pun tertawa canggung, obrolan serius itu menguap begitu saja. Tapi Kevin tahu… suatu hari nanti, ia akan menanyakan itu lagi. Di waktu yang tepat. Di saat tak ada siapa pun yang bisa mengganggu jawabannya.
Dan Dara… diam-diam ia menanti saat itu.