Wallace Huang, dikenal sebagai Mafia Iblis yang tanpa memberi ampun kepada musuh atau orang yang telah menyinggungnya. Celine Lin, yang diam-diam telah mencintai Wallace selama beberapa tahun. Namun ia tidak pernah mengungkapnya.
Persahabatannya dengan Mark Huang, yang adalah keponakan Wallace, membuatnya bertemu kembali dengan pria yang dia cintai setelah lima tahun berlalu. Akan tetapi, Wallace tidak mengenal gadis itu sama sekali.
Wallace yang membenci Celina akibat kejadian yang menimpa Mark sehingga berniat membunuh gadis malang tersebut.
Namun, karena sebuah alasan Wallace menikahi Celine. pernikahan tersebut membuat Celine semakin menderita dan terjebak semakin dalam akibat ulah pihak keluarga suaminya.
Akankah Wallace mencintai Celine yang telah menyimpan perasaan selama lima tahun?
Berada di antara pihak keluarga besar dan istri, Siapa yang akan menjadi pilihan Wallace?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon linda huang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32
“Wallace, jangan selalu menghina ibumu dan adikmu!” kata Ronald dengan suara menahan kesal.
Wallace menoleh dengan ekspresi datar, matanya dingin tanpa emosi. “Sejak kapan aku mengakui mereka sebagai keluargaku? Jangan pernah ikut campur dalam kehidupan pribadiku,” jawab Wallace pelan namun penuh penekanan.
Suasana ruangan itu menegang. Kakek Huang menghela napas berat, menatap kedua pria itu dengan sorot mata kecewa. Ia berdiri perlahan, tongkat hitam berukir naga emas di tangannya menimbulkan suara tok tok di lantai marmer.
“Wallace, Ronald…” suara kakek Huang terdengar serak namun tegas, memenuhi ruangan dengan wibawa tak terbantah. “Kalian adalah ayah dan anak. Hubungan kalian selama ini tidak pernah akur. Aku berharap jangan sampai hubungan kalian retak hanya karena perbedaan pendapat.”
Matanya menatap Ronald, lalu beralih ke Wallace dengan dalam. “Aku yang sudah tua ini… tidak tahu bisa hidup sampai kapan. Anakku dan cucuku selalu saja berselisih dalam segala hal. Bagaimana aku bisa mati dengan tenang jika terus seperti ini?” lanjutnya.
Wallace menunduk hormat. “Kakek… maaf…” ucapnya pelan.
“Pergilah… selesaikan masalah kalian,” kata kakek Huang, suaranya tegas namun mengandung kasih sayang. “Jangan sampai orang luar tahu hubungan kalian seperti anjing dan kucing!” ujarnya dengan tatapan menekan.
Beberapa saat kemudian.
Celine berjalan sendirian di halaman belakang Manor Naga Hitam. Angin malam bertiup pelan, menebarkan wangi melati putih dan mawar merah yang memenuhi taman. Cahaya lampu taman berwarna keemasan menambah keindahan bunga-bunga yang bermekaran.
“Tempat ini… sangat nyaman…” batin Celine. Wajahnya tersenyum tipis.
Ia terus berjalan sambil menyentuh kelopak bunga melati, hingga langkahnya terhenti ketika mendengar suara percakapan di balik pohon besar. Celine menoleh pelan. Dari celah pepohonan, ia melihat Wallace dan Ronald berdiri berhadapan tanpa pengawal mereka.
"Bukankah mereka bersama Kakek Huang barusan? Kenapa mereka ada di sini?" batin Celine dengan cemas. Tatapan matanya menangkap raut tegang di wajah keduanya.
“Wallace, aku tahu kau menikah hanya karena desakan keluarga,” kata Ronald dengan suara pelan namun dingin. “Tujuanmu menikahi wanita itu hanya demi keturunan. Setelah dia melahirkan, usir saja dia dari rumah ini. Kita ambil anaknya, lalu kau bisa menikah lagi dengan wanita yang selevel denganmu.”
Wallace menatap ayahnya dengan tajam. Suaranya tenang, namun nada dinginnya menusuk seperti belati. “Di dalam pikiranmu selalu saja merendahkan orang lain… tanpa menilai siapa wanita yang bersamamu saat ini. Mereka juga bukan dari keluarga berada. Kenapa kau menerimanya?” balas Wallace.
Ronald mendengus pelan. “Wallace, aku tahu kau marah padanya. Tapi posisi kita berbeda. Kau adalah masa depan kelompok Naga Hitam. Istrimu harus berasal dari kalangan atas. Aku tidak akan menghalangi pernikahanmu dengan wanita itu. Kita hanya butuh anaknya… sebagai penerus.”
“Setelah menyebabkan kematian orang yang paling aku cintai… kau masih saja suka ikut campur dalam urusanku. Sampai kapan kau akan berhenti?” tanya Wallace pelan, namun suaranya terdengar penuh kebencian yang membara.
Celine menatap pria itu dari kejauhan, matanya membesar penuh tanya. "Orang yang paling dicintai? Ternyata Wallace memiliki seseorang di hatinya… aku mengira yang dia cintai adalah Lucy…" pikirnya, hatinya terasa sesak.
Ronald menatap putranya, sorot matanya melembut sedikit. “Aku tahu… kau masih menaruh dendam tentang kejadian itu. Aku akui… aku bersalah… Tapi, Wallace… bagaimana pun kau adalah putraku. Tentu saja aku ingin yang terbaik untukmu. "Nasib masa depan Naga Hitam ada di tanganmu,” ucap Ronald dengan suara berat. "Tanggung jawabmu sangat berat, Wallace. Oleh sebab itu, aku tidak ingin kau salah memilih.”
Tatapan Ronald tajam menembus mata putranya. “Keluarga Huang adalah keluarga besar, dan semuanya adalah mafia. Wanita itu… selain dari kalangan bawah, dia juga tidak sesuai menjadi bagian dari keluarga mafia.”
Wallace hanya diam, matanya menatap ayahnya tanpa emosi. Cahaya lampu taman menyoroti wajah tampannya, menampilkan rahang tegas yang mengeras menahan amarah.
“Lucy adalah pilihan terbaik untukmu,” lanjut Ronald tanpa peduli tatapan dingin putranya. “Apakah kau mencintai wanita itu? Bukankah kau dan Lucy sudah saling kenal dan dekat sewaktu di universitas? Dia akan kembali tidak lama lagi. Saat itu, kau harus segera akhiri pernikahanmu dengan Celine.”
Ronald menatap tajam ke arah Wallace, menekankan ucapannya. “Sebelum Lucy kembali… Celine Lin harus segera hamil. Kita akan mengambil anaknya dan serahkan kepada Lucy. Aku yakin Lucy akan menjadi ibu yang baik bagi anakmu.”
"Lucy…?" batin Celine. Tubuhnya bergetar mendengar rencana mereka, matanya memanas menahan tangis. "Jadi… setelah melahirkan… aku akan dibuang…"
“Celine… kita akan mengirimnya ke tempat lain agar tidak menyakiti Lucy,” kata Ronald santai, seolah membicarakan barang tak berharga.
"Aku… aku tidak bernilai sama sekali di mata Tuan Ronald… hanya bisa menjadi alat untuk meneruskan keturunan mereka… "batinnya, dadanya terasa sesak menahan sakit yang begitu dalam.
Wallace mendengus pelan, sudut bibirnya menegang menahan emosi. “Sepertinya kau telah merencanakannya dari awal…” jawab Wallace dengan nada sinis. “Sungguh… membuatmu susah payah.”
Ronald menatap putranya dengan mata menyipit. “Wallace… apakah kau telah jatuh cinta pada wanita itu?” tanyanya pelan, nadanya penuh kecurigaan.
Wallace menoleh menatap ayahnya dengan tajam. Cahaya lampu taman memantul di matanya yang dingin dan gelap.
“Tidak sama sekali…” jawab Wallace datar. “Tapi, aku menikahinya demi kakek. Kalau kau berani menghalangi rencanaku… maka kau harus beri penjelasan pada kakek.”
Ronald terdiam, menatap putranya tanpa kata.
Wallace menunduk pelan, suaranya berubah rendah dan mengandung kebencian mendalam. “Di hatiku… wanita yang paling aku cintai… sudah dibunuh olehmu. Hutang itu… kau tidak akan bisa melunasinya sampai kapan pun."
“Celine Lin… hanya bagian dari rencanaku… untuk menyenangkan kakek…” ucap Wallace pelan namun tegas.
Suara itu menampar hati Celine tanpa ampun. Gadis itu menunduk, Ia menekan dadanya kuat-kuat, seolah ingin menghentikan rasa sakit yang semakin mengoyak hatinya.
“Hatiku… sangat sakit…” gumam Celine pelan, suaranya nyaris tak terdengar. "Walau aku tahu Wallace tidak pernah mencintaiku dan aku juga tidak berani berharap cintanya. Tapi, hatiku lebih sakit ketika mendengar semua ini."