Pahit nya kehidupan yang membelengguku seolah enggan sirna dimana keindahan yang dulu pernah singgah menemani hari-hari ku terhempas sudah kalah mendapati takdir yang begitu kejam merenggut semua yang ku miliki satu persatu sirna, kebahagiaan bersama keluarga lenyap, tapi aku harus bertahan demi seseorang yang sangat berarti untuk ku, meski jalan yang ku lalui lebih sulit lagi ketika menjadi seorang istri seorang yang begitu membenci diri ini. Tak ada kasih sayang bahkan hari-hari terisi dengan luka dan lara yang seolah tak berujung. Ya, sadar diri ini hanya lah sebatas pendamping yang tak pernah di anggap. Tapi aku harus ikhlas menjalani semua ini. Meski aku tak tahu sampai kapan aku berharap..
Adakah kebahagiaan lagi untuk ku?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cty S'lalu Ctya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Butuh Sosok Yang Peduli
Usai sholat subuh berjamaah di rumah pak Johan, Yoga, Alana dan Emir bersiap untuk kembali pulang.
"Apa kalian tidak sarapan dulu?" tanya nyonya Maryam ketika mereka pamit.
"Maafkan kami ma, Yoga menghindari macet!" ujar Yoga.
"Ya sudah, tunggu sebentar" seru nyonya Maryam seraya kembali masuk ke dalam yang dimana mereka sekarang ada di teras rumah. Tak lama nyonya Maryam keluar bersama dengan pak Johan, di tangan nyonya Maryam membawa paper bag yang berisi makanan.
"Ini nanti kalian makan! kasihan bibi sudah memasak banyak" nyonya Maryam menyodorkan paper bag yang dia bawah pada Alana. Alana segera menerima nya.
"Terima kasih banyak ma" balas Alana tulus, nyonya Maryam begitu baik, padahal ibunya dulu tak sebaik nyonya Maryam. Beruntung sekali Yoga mempunyai ibu angkat seperti nyonya Maryam dan pak Johan.
"Pa, kita berangkat dulu" pamit Yoga sama pak Johan. Pak Johan mengangguk.
"Hati-hati, rumah ini selalu terbuka dan menunggu kalian" balas pak Johan menepuk pundak Yoga.
"Terima kasih" Yoga menyalami pak Johan dan nyonya Maryam bergantian. Begitu juga Alana.
"Alana, kapan-kapan bisa kan temani mama sama Emir juga" ajak nyonya Maryam.
"Insya Allah ma" balas Alana. Nyonya Maryam mengulas senyum, kini dia berganti memeluk Emir yang ada di samping ibunya.
"Kapan-kapan kita main lagi ya sayang" kata lembut nyonya Maryam. Emir mengangguk sedih berpisah dengan Oma dan opa nya.
"Hey, don't cry! Emir kan jagoan!" kini pak Johan yang menghampiri Emir. Emir memeluk erat pak Johan.
"Opa dan Oma akan berkunjung ke rumah Emir, Emir mau di bawain apa?" ujar pak Johan melerai pelukan nya pada Emir.
"Kasih sayang Oma dan opa" jawab Emir. Sungguh permintaan yang begitu sederhana. Pak Johan mengangguk.
"Itu pasti nak, opa dan Oma akan selalu sayang Emir sampai kapan pun"
"Janji?" Emir mengacungkan jari kelingking nya ke depan pak Johan.
"Janji" pak Johan membalas dengan melingkarkan jari kelingking nya pada jari kelingking Emir. Mereka pun gegas masuk ke dalam mobil.
"Assalamu'alaikum" salam Alana dan Yoga sebelum masuk ke dalam mobil.
"Wa'alaikum salam" jawab pak Johan dan nyonya Maryam bersamaan. Sebelum mobil melaju Yoga membunyikan klakson. Pak Johan dan nyonya Maryam memperhatikan kepergian mobil yang membawa keluarga kecil Yoga itu sampai menghilang di balik pagar rumah mereka.
"Ayo sayang kita masuk!" ajak pak Johan menggandeng lengan nyonya Maryam.
Pagi ini jalanan masih renggang, pukul setengah tujuh pun mereka sudah sampai di rumah. Pak satpam dengan sigap membukakan pintu pagar, di sana juga sudah ada bibi yang menyambut kedatangan mereka.
"Selamat datang Emir" sambut bibi ketika Emir turun dari mobil bersama Alana.
"Pagi bibi" balas Emir yang memeluk bibi.
"Bibi kangen lho" kata bibi.
"Bibi, nitip Emir ya" ujar Alana.Bibi mengangguk. Kini Alana beralih pada Emir.
"Emir ibu kerja dulu ya, nanti tak boleh nakal sama bibi!" pesan Alana sebelum kembali masuk ke dalam mobil. Emir mengangguk. Alana menyerahkan satu kotak bekal pada bibi untuk sarapan Emir dari nyonya Maryam.
"Nanti untuk sarapan bi, Assalamu'alaikum" salam Alana seraya masuk ke dalam mobil. Bibi mengangguk.
"Wa'alaikum salam" jawab bibi dan Emir.
Yoga yang sedari tadi menunggu di dalam pun langsung melajukan mobil nya ketika Alana kembali duduk di jok yang ada di sampingnya, mereka kini pergi ke pabrik bersama.
"Turun kan aku di sini saja!" pinta Alana ketika mereka sampai di halte. Tak ada jawaban Yoga masih melajukan mobilnya, sedangkan Alana nampak khawatir jika akan banyak pegawai yang melihatnya semobil sama bos mereka. Karena sudah banyak para pegawai yang datang.
"Pak, nanti kalau mereka melihat kita semobil bagaimana?" kata Alana pada Yoga tapi Yoga tak menimpali dia malah membawa mobil nya masuk ke dalam area basemen di pabrik dimana tempat itu area khusus untuk parkir mobil nya.
"Turun,bawah nasi itu!" seru Yoga. Alana sedikit lega, karena disini tidak akan ada pegawai yang melihat. Yoga turun terlebih dahulu di susul Alana dengan membawa paper bag.
"Keruangan ku!" seru Yoga sebelum melangkah terlebih dahulu. Alana mengangguk, dia pun mengikuti langkah Yoga meninggalkan basemen. Tanpa dia tahu bahwa ada Asep yang melihat mereka. Karena Asep di suruh oleh pak Yanto untuk membersihkan basemen.
"Yumna dan pak Yoga" guman Asep penuh dengan tanya.
Di dalam ruangan Yoga Alana mulai membuka kotak makan untuk dia dan Yoga, mereka mulai sarapan bersama.
Usai jam istirahat Alana di perintah Bu Hana untuk mengantar kan minuman dan kudapan untuk tamu ke ruangan Yoga. Alana pun mengetuk pintu dan mendengar seruan masuk dari dalam seketika Alana membuka pintu.
"Permisi.." Alana masuk dengan membawa nampan yang berisi jus jeruk dan kudapan. Sontak membuat wanita yang duduk di sofa mendongak menatap nya begitu juga Bagas yang duduk di sofa yang ada di depan wanita itu.
"Alana.." kata wanita itu.
"Oliv.." lirih Alana tercekat.
"CK!" Oliv segera berdiri serta memperhatikan Alana dari atas sampai bawah dengan pandangan meremehkan.
"Jadi sekarang kamu OG?"cibir Oliv. Alana menghela nafas panjang, dia tidak ingin terlalu meladeni wanita di depan nya ini lebih baik dia segera menaruh jus dan kudapan di atas meja dan segera keluar. Yoga yang duduk di kursi kebesaran nya dan fokus dengan file di tangan nya sontak mendongak ketika mendengar Oliv mengatai Alana.
"Silahkan!" kata Alana usai menaruh jus serta kudapan di atas meja. Dia tak menanggapi Oliv.
"Permisi" Alana hendak pergi tapi langsung di tahan Oliv.
"Jadi begini kelakuan mu pada atasan mu" cibir Oliv, Alana hanya menghela nafas panjang.
"Maaf, saya permisi" balas Alana melewati Oliv tapi kaki Oliv menjegal langkah kaki Alana membuat Alana tersungkur.
BRUK
"Bagus ya, ayah mu masuk penjara dan kau menjual rumah sepupuku lalu menghilang dan lihatlah dirimu sekarang menjadi OG, menyedihkan!" cecar Oliv. Melihat Alana tersungkur membuat Yoga berdiri dengan kedua tangan nya mengepal menahan geram pada Oliv. Bagas yang ada di sana sontak ingin membantu Alana untuk berdiri, tapi ketika melihat tatapan marah Yoga membuatnya mengurungkan niat nya. Alana mencoba menahan perasaan nya dengan memejamkan matanya sejenak, baru dia kembali berdiri.
"Alana kamu keluar!" titah tegas Yoga. Segera Alana melangkah keluar. Sedangkan Oliv nampak begitu puas saat melihat Alana di suruh Yoga keluar, dia pikir pasti Yoga akan memecat Alana.
"Dan kau" kini mata tajam Yoga beralih pada Oliv. Melihat tatapan itu seketika membuat Oliv sedikit takut.
"Jangan pernah semena-mena dengan pegawai ku!" lanjut Yoga memperingati Oliv. Oliv hendak membela diri nya.
"Tapi dia-"
"KELUAR!" Berang Yoga. Seketika membuat Oliv takut, Oliv pun mengambil tasnya yang ada di meja lalu pergi, dia tidak ingin Yoga membatalkan kerja sama maka dari itu dia menuruti perintah Yoga. Sedangkan Bagas yang menjadi penonton pun hanya dapat menghela nafas dalam.
"Temui dia, dia mungkin sedang butuh sosok yang masih peduli dengan nya!" kata Bagas pada Yoga sebelum dia keluar dari ruangan Yoga.