NovelToon NovelToon
BAHAGIA?

BAHAGIA?

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Anak Yatim Piatu / Mengubah Takdir
Popularitas:2.1k
Nilai: 5
Nama Author: Nemonia

berfokus pada kisah Satya, seorang anak dari mantan seorang narapidana dari novel berjudul "Dendamnya seorang pewaris" atau bisa di cek di profil saya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nemonia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 32

Raska tak berhenti menyunggingkan senyuman di bibir setelah pulang dari rumah Shintia. Saat ini dirinya dalam perjalanan pulang. Beberapa waktu setelahnya ia pun sampai di rumah dan disambut senyuman hangat nan ceria Olivia.

"Ayah sudah pulang? Bagaimana?" tanya Olivia yang sedari tadi telah menunggu di depan teras.

Raska yang baru saja turun dari mobil segera menghampiri Oliia dan merangkulnya. "Berjalan sesuai rencana," jawabnya dengan senyuman mengembang

Keceriaan Olivia kian terpancar. Dipeluknya sang ayah dari samping dan mengatakan, "Wah, aku senang sekali. Sebentar lagi keinginan ayah akan terwujud."

Raska mengusap pucuk kepala Olivia dan mengangguk. "Tentu saja, Sayang. Bagaimana jika merayakannya?"

Olivia melepas rangkulannya kemudian berdiri tepat di depan Raska. "Waah! Benarkah?!" serunya dengan mata berbinar dan mendapatkan anggukan dari Raska.

Olivia bersorak, hingga melompat kegirangan seperti anak kecil. la pun berputar dengan tangan menari-nari. Namun, keceriaannya itu seketika terhenti saat melihat Jessica berdiri di depan tangga dan mengarah pandangan ke arahnya dengan tatapan kebencian begitu juga pada Raska.

Arah pandang Raska dan Olivia tertuju pada koper yang Jessica bawa. Raska pun bertanya, "Kau mau ke mana?"

Jessica hanya diam kemudian berjalan sedikit pincang ke arah Raska. Kakinya belum benar-benar sembuh sempurna. Setelah berhadapan dengan Olivia dan Raska, dilemparnya koper yang ia bawa ke arah keduanya. "Kalian harus pergi dari rumah ini !" ucapnya penuh ketegasan.

Olivia dan Raska saling melempar tatapan sekilas kemudian sudut bibir Olivia tampak terangkat. "Apa maksudmu, Kak? Kau mengusir kami?" tanyanya dengan ekspresi dibuat-buat.

"Harusnya sejak awal kalian memang tidak ada di sini! Ini rumah ibuku! Kalian tidak berhak tinggal di sini terlebih kau!" Menunjuk tepat wajah Raska. " Karena kau telah membunuh ibuku!" jeritnya disertai tangis. Kebusukan yang Olivia bongkar membuatnya tak bisa menahan diri lebih lama lagi terlebih bukti yang ia punya juga telah menghilang. Dirinya percaya begitu saja jika Oliva telah menghancurkan bukti itu.

Hening. Setelah jeritan pilu bercampur kemarahan Jessica terdengar, tak ada sahutan dari Olivia ataupun Raska. Keduanya tetap diam menatap Jessica dengan pandangan tak terbaca. Namun, beberapa saat setelahnya, sudut bibir Raska dan Olivia terangkat menciptakan seringai mengejek yang membuat Jessica gemetar.

"Harusnya kami yang mengatakan itu, Kakakku. Ah, bukan, kau bukan kakakku. Walau kita lahir dari rahim yang sama, tapi kau bukan anak ayah," ucap Olivia.

"Sayang sekali, kau tak berhak apapun atas rumah ini. Jangankan rumah, sepeserpun harta peninggalan ibumu, kau tak berhak. Kau tahu kenapa? Karena semua sudah berpindah tangan atas namaku. Rumah ini, aset-aset milik ibumu, semua telah jadi milikku." Kini giliran suara Raska yang terdengar. Seringainya tetap bertahan menatap Jessica yang seperti ingin pingsan.

Raska mengambil langkah, berdiri tepat di hadapan Jessica dan mencondongkan wajahnya membuatnya begitu dekat dengan wajah Jessica yang menatapnya. "Bahkan sebelum kau lahir, semua ini telah menjadi milikku. Harusnya kau bersyukur aku tak melenyapkanmu saat kau masih ada dalam kandungan." Raska mengambil jarak kemudian berbalik membelakangi Jessica. la pun mulai menceritakan masa lalunya pada Jessica.

"Tentu kau tahu, kau hanyalah anak haram. Ibumu diperkosa beberapa pria sampai akhirnya hamil. Kakekmu yang tak ingin menanggung malu akhirnya memilihku sebagai suami ibumu. Tapi tentu saja itu tidak gratis. Aku meminta sebagian harta kekayaannya." Raska berbalik, menatap Jessica dengan pandangan sulit diartikan.

Suaranya pun kembali terdengar saat ia berjalan memutari Jessica dengan kedua tangan menyatu di balik punggungnya. "Dan kau tahu apa yang aku lakukan? Aku membuat ibumu jatuh cinta padaku, membuat di matanya hanya ada aku. Berperan menjadi suami dan pria yang menerima dirinya apa adanya, bertanggung jawab, dan menjadi pria paling sempurna yang tak pernah ia temui sebelumnya. Dan tentu kau tahu apa tujuanku, bukan? Harta. Tentu saja hartanya. Semua itu sebanding dengan yang kuterima. Menerima barang bekas sepertinya, bahkan menerima kehadiran anak haram yang tak jelas siapa ayahnya seperti dirimu."

Mata Jessica melebar dengan tubuh gemetar serta air mata mengalir namun tiada suara yang terucap. Dadanya merasakan sakit luar biasa mengetahui kenyataan ini dan ia percaya. Dirinya sudah tahu jika bukan anak kandung Raska, tapi mengenai ibunya yang diperkosa beberapa pria serta penyerahan harta sebagai ganti Raska menikahi ibunya, dirinya sama sekali tidak mengetahuinya.

Raska menghentikan langkahnya di sisi kiri Jessica. la pun mendekatkan wajahnya dan berbisik di telinga. "Jadi sejak awal, kau tidak punya apa-apa, hanya menumpang. Keberadaanmu di sini hanya sebatas karena belas kasihan dariku." Setelah mengatakan itu Raska kembali mengambil jarak, mengulurkan tangannya pada Olivia dan diterimanya.

"Selamat tinggal, Kakak. Kemarin-kemarin aku sudah berbaik hati padamu, lho. Tapi sekarang, urus saja dirimu sendiri. Lagipula aku juga sudah muak melihatmu di sini. Ini lah balasan dari kesombonganmu, anak haram," ucap Olivia saat berjalan melewati Jessica di mana tangannya tertaut dengan tangan sang ayah.

Jessica masih terdiam mematung dengan air mata yang terus mengalir. Apa yang harus ia lakukan sekarang?

Keesokan harinya di rumah Shintia, terlihat dirinya yang tengah menyiapkan sarapan. Sepiring nasi goreng ekstra tomat kesukaan Satya.

Satya yang telah duduk sedari tadi gak berhenti memerhatikan sang ibu. Entah hanya perasaannya saja atau memang adanya? la merasa wajah ibunya sedikit lebih cerah dari biasanya. Ini sama seperti saat sang ibu telah menemui ayahnya.

"Ada apa, Satya. Ayo makanlah. Nanti kau terlambat," perintah Shintia yang merasa terus diperhatikan oleh sang putra.

"Entah hanya perasaan Satya, atau ibu memang tengah bahagia?" tanya Satya penuh selidik.

Seketika Shintia menyentuh wajahnya di mana semburat kemerahan terlihat samar menghiasi pipi. "A- apa?" Shintia tampak gugup dan tak berani menatap Satya.

Satya mengangguk dan menjawab, "Sama seperti ibu telah bertemu dengan ayah."

Wajah Shintia kian terlihat memerah. Namun, persepsi Satya segera disangkalnya. "A- apa maksudmu, Satya. Tentu saja tidak. La- lagipula sampai sekarang ayahmu juga tidak diketahui di mana keberadaannya. Siapa tahu saat ini dia tengah bersama banyak wanita."

"Jika benar, kenapa ibu tidak memikirkannya? Ibu terlihat baik-baik saja, berbeda setelah pria itu memberikan foto ayah waktu itu," pungkas Satya. Sepertinya ibunya telah menyembunyikan sesuatu. Walau sudah bisa menebak, tapi tanpa bukti, dirinya belum bisa memastikan. Dan jika benar, kenapa tidak menemuinya juga?

"Bu- bukankah kau senang jika ibu tidak terlalu memikirkannya? Su- sudahlah, Satya, sebaiknya segera sarapan dan berangkat sebelum terlambat." Shintia mengatakannya tanpa berani menatap Satya. la pun seperti sengaja mengalihkan pembicaraan.

Melihat tingkah ibunya, Satya memilih diam namun seulas senyum amat tipis terukir di bibirnya.

Setelah selesai sarapan, Satya segera berangkat. Kali ini Shintia tak menunjukkan kecemasan atau kekhawatiran kala Satya berangkat berbeda dengan kemarin.

"Hati-hati." Tangan Shintia melambai kala mobil yang Satya kendarai mulai melaju meninggalkan halaman. Seperti biasa, ia masih berdiri di tempat, menatap kepergian mobil Satya yang perlahan tak lagi terlihat.

Deg!

Jantung Shintia seperti bergetar kala ia berbalik dan hendak kembali masuk ke dalam rumah. la pun kembali menoleh di mana mobil Satya tak lagi terlihat. Tiba-tiba saja perasaannya tidak enak. Menggenggam tangannya di depan dada, ia harap tidak terjadi sesuatu pada Satya.

Hampir setengah jam Satya menempuh perjalanan, tidak ada yang aneh kecuali jalanan yang terasa lebih sepi dari biasanya. Satya bahkan sampai melirik jam tangannya memastikan apakah dirinya terlambat. Dan benar saja, ia terlambat 15 menit dari jam biasa dirinya berangkat ke kampus.

Tanpa Satya sadari sebuah mobil melaju kencang dari arah belakang. Dan beberapa saat kemudian, terdengar suara benturan teramat keras diikuti mobil Satya yang jatuh ke dalam sungai setelah melewati pembatas jembatan.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!