Hasna Aulia Zahrani seorang remaja yang cantik, pintar, ceria dan manja. Ia adalah putri tunggal dari seorang pengusaha sukses dan keluarga harmonis, pada awalnya. Hingga tanpa kesengajaan, orang ketiga masuk kedalam rumah tangga orang tuanya dan mengakibatkan perceraian.
karena merasa di khiantai orang tuanya, maka setelah perceraian orang tuanya, kehidupan Hasna berubah menjadi seorang pemberontak, nakal, pembangkang dan lebih banyak menghabiskan waktu di luar dalam arena balap liar, clubbing serta perkumpulan remaja bebas lainnya. Walaupun hati kecilnya menolak itu semua.
Masa SMA, ia memilih hidup bersama pengasuhnya sedari kecil. Hingga suatu ketika, ia memutuskan untuk tinggal bersama kakek dan neneknya di kota kelahiran sang Ibu.
Karena merasa khawatir dengan kelakuan Hasna, maka kakek serta neneknya memutuskan untuk menikahkan Hasna dengan Afnan Al-jaris, seorang Businessman yang bergelar Ustaz dan putra bungsu dari sahabat kakeknya yang merupakan seorang Kyai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rose noor, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32. Terserah Ustadz
Ba'da maghrib.
Afnan dan Ubaydillah sudah bersiap-siap untuk menemui Hasna. Afnan tidak pulang ke rumah utama di lingkungan Ponpes. Afnan memilih pulang ke rumah kecil miliknya yang berdekatan dengan kantor Afnan.
Kali ini, dia mengenakan celana jeans dengan Variasi robekan, tidak robek dan bolong betulan warna hitam. Celana model kekinian sebagai fashion dan celana yang di kenakan Afnan hanya Variasi sobek saja bukan sobek betulan sehingga mempertontonkan kulit Afnan. Celana tersebut di padukan dengan t-sirt warna putih dan jacket warna donkker, memakai sepatu Kets putih berlogo kelinci. Afnan terlihat ketceh. jika ada yang melihatnya maka ia seperti anak-anak gaul zaman sekarang. Untuk sementara, Afnan melepaskan atribut sebagai Ustaz dan seorang pebisnis. Ia terlihat santai dan cool gaya anak muda.
***
Setelah tiga puluh menit perjalanan menuju rumah Neneknya Hasna. Kini Afnan dan Ubaydillah sudah berada di halaman rumah Neneknya Hasna.
"Bro ... mobil siapa itu? perasaan Nenek dan kakeknya Hasna gak punya mobil sedan modifan begitu," ucap Ubaydillah dengan menunjuk sebuah mobil ketika ia melihat mobil sedan modifan, terparkir di halaman rumah kakek Hasna.
"Mengingat kata Anta, Hasna itu cewek Gahar, ya mungkin itu mobil miliknya," jawab Afnan sambil keluar dari mobil dan berjalan mendekati mobil tersebut, lalu mengamati mobil sedan modifan milik Hasna, yang berlogo bulat hitam, ada warna biru putih di dalamnya.
"Waw keren sob, mobil keluaran enam tahun lalu. Tapi masih mulus dan terawat begini," ucap Afnan merasa kagum.
"Ia A'a Bro, mari masuk ke dalam," ajak Ubaydillah untuk menemui si empunya rumah. Ubaydillah mengucap salam beberapa kali. Tak berapa lama Bi Rumi keluar membukakan pintu.
"Wa'alaikum Salam, Eh Den Ustaz" ucap Bi Rumi.
"Maaf Bi, malam-malam begini menganggu," ucap Afnan ramah.
"Oh tidak apa apa atuh Den. Tapi maaf, ibu sama bapak sedang tidak ada di rumah," tutur Bi Rumi sambil mempersilahkan masuk.
"Oh tidak mengapa Bi, Saya ada perlu penting dengan Nona Hasna, soalnya sudah saya telepon berkali-kali, tapi ponsel nya tidak aktif," Jawab Afnan sedikit membual demi sebuah alasan dan di dalam hati ia memohon ampunan kepada Allah.
"Oh seperti itu. "Neng Nana ada Den. Ya sudah, Bibi panggilkan dahulu ya," ucap Rumi.
"Iya bik, terima kasih," ucap Afnan lagi, kali ini ia sudah duduk di sofa ruang tamu yang menghadap ke arah teras luar rumah.
-----
Tok...
Tok...
Tok...
Bi Rumi mengetuk pintu kamar Hasna. "Neeng! Neng Nana," panggil Rumi.
Ckglek.
Pintu kamar Hasna terbuka. "Iaya bik, ada apa?" tanya Hasna lesu.
"Itu Neng, ada Den Ustaz Afnan di bawah, katanya ada hal penting dengan Neng Nana," ujar Rumi.
Deg.
Deg.
Deg
Jantung Hasna berdetak lebih cepat. Ia merasa terkejut saat mendengar Afnan sudah berada di rumah itu. "Baik Bi, sebentar Nana turun. Bi Rumi turun saja dahulu," ucap Hasna
"Baiklah, Bibi turun lebih dulu, Bibi akan membuatkan minuman untuk mereka," tukas Rumi. Lalu ia berlalu dari hadapan Hasna.
"huufff.. Bagiamana kalau Ustaz Afnan tahu, gelang khitbahnya hilang?" gumam Hasna dalam hati.
Di ruang tamu.
"Den, tunggu sebentar ya. Nanti neng Hasna-nya turun. Bibi tinggal dulu ya, mau membuatkan minuman," ujar Rumi.
"Iya Bi, terima kasih," ucap Afnan dan Ubaydillah bersamaan.
Tak lama Hasna turun menemui Afnan. Tampilan Hasna sedikit berantakan, namun nampak sexy bagi Afnan, entah mengapa kini Afnan secara berani ia menatap Hasna dari atas sampai bawah. Mengamati penampilan Hasna yang nampak sederhana, namun menarik.
Rambut Hasna di cepol asal membentuk sanggul kecil dan tinggi, t-sirt putih gombrong tak ber-lengan dan celana jeans pendek rumbai, itu memperjelas kulit putih Hasna, membuat jantung Afnan terasa mau loncat dari tempatnya, karena melihat tampilan Hasna.
Langkah Hasna gontai, tatapan matanya layu, walaupun wajahnya tetap ia tutup dengan masker kesehatan seperti biasanya saat menemui Afnan. Namun, Afnan dapat melihat, mata Hasna terlihat membengkak tanda habis menangis, entah mengapa Afnan merasa ada yang menusuk di dadanya melihat itu.
"Apakah Hasna habis menangis? mungkinkah dia menangisi gelang itu?" batin Afnan bertanya-tanya. Ingin rasa hatinya memeluk Hasna.
"Assalamuala'ikum Ustaz, kak Ubay," sapa Hasna, sambil mengucap salam. Lalu duduk di sofa yang berhadapan dengan sofa yang di duduki Afnan dan Ubaydillah, duduk begitu saja dan cuek, tidak merasa risi atau peduli dengan tatapan kedua laki-laki di hadapannya.
"Wa'alaikum Salam, jawab Afnan dan Ubaydillah serempak. Tak lama Bi Rumi menghampiri mereka dengan dua cangkir kopi. Setelah itu ia kembali ke belakang.
"Ada hal penting apa Ustadz?" Tanya Hasna.
"Hanya ingin membicarakan masalah Photo pre-wed. Tadi Saya sudah menelepon ke ponsel kamu, akan tetapi tidak aktif," Afnan beralasan.
"Oh begitu, ia ponsel Saya hilang tadi siang Ustaz," jawab Hasna jujur, "apa memang, di haruskan mengambil Photo pre-wed Ustaz? bukankah tidak boleh ya?" tanya Hasna.
"Jika berphotonya tanpa bersentuhan, ya tidak masalah. Yang Penting 'kan ada kita berdua didalam photonya dan kita pun di dampingi saat ber-photo. Tapi kalau kamu keberatan, tidak perlu juga," jawab Afnan.
"Terserah Ustaz saja. Bagaimana baiknya," Ucap Hasna.
"Bisakah kita bicara di teras luar?" tanya Afnan
"Baiklah," jawab Hasna menyetujui. Lalu mereka pergi ke teras luar, masih dalam pandangan Ubaydillah dari dalam.
"Hm, Ustaz," panggil Hasna lirih.
"Yah," jawab Afnan terdengar merdu walaupun hanya satu kata.
"Seandainya ... Aku menghilangkan sesuatu dan itu pemberian dari Ustaz, barang berharga serta sangat penting dan juga berarti, apakah Ustaz aakan marah?" tanya Hasna.
"Tergantung, sesuatunya itu apa dulu?" ucap Afnan tenang.
"Em, Kalau seandainya yang aku hilangkan itu adalah gelang khitbah dari Ustaz, bagaimana?" tanya Hasna sembari merunduk.
"Astagfirullah ... Jadi maksudnya, gelang khitbah itu hilang?" tanya Afnan terdengar tajam. Membuat Hasna sedikit terkejut.
Lalu Hasna gelagapan. Entah apa yang harus Hasna jawab dan jelaskan kali ini. Terlebih nada bertanya dari Afnan cukup tajam serta berwibawa
Bersambung ....