Felisha Rumi adalah seorang siswi SMA yang mendapatkan gelar ratu sekolah. Kecantikan yang kekayaan yang ia miliki sangat menunjang hidupnya menjadi yang paling dipuja. Namun sayang, Felisha merasa cinta dan kasih sayang yang ia dapatkan dari kekasih dan teman-temannya adalah kepalsuan. Mereka hanya memandang kecantikan dan uangnya saja. Hingga suatu hari, sebuah insiden terjadi yang membuat hidup Felisha berakhir dengan kematian yang tragis.
Namun, sebuah keajaiban datang di ambang kematiannya. Ia tiba-tiba terikat dengan sebuah sistem yang dapat membuatnya memiliki kesempatan hidup kedua dengan cara masuk ke dalam dunia novel yang ia baca baru beberapa bab saja. Dirinya tiba-tiba terbangun di tubuh seorang tokoh antagonis bernama Felyasha Arumi yang sering mendapatkan hinaan karena bobotnya yang gendut, kulit yang tak bersih, dan wajah yang banyak jerawat. Terlebih ... dirinya adalah antagonis paling tak tahu diri di novel itu.
Bagaimanakah Felisha menjalankan hidup barunya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Monacim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
KEANEHAN MACAM APA INI?
Kuah bakso yang awalnya berwarna putih, menjadi sedikit merah ketika dituangkan sambal oleh pemiliknya. Felya mengaduk bakso yang masih panas itu dengan pelan, sebelum menyeruput kuahnya yang pedasnya terasa pas. Tiba-tiba seorang siswa perasaan tinggi, tampan, tetapi sedikit berisi mendekatinya. Duduk di depan Felya dengan tampang yang bersahabat sambil menyerahkan sebuah undangan kecil.
"Hai, Felya. Gue punya undangan ulangtahun nih besok malam. Lo datang, ya," ucap siswa dengan name tag Marko Gilang Ramadan.
"Oh, thank you, ya. Kalo nggak ada halangan, gue pasti datang kok," sahut Felya tersenyum tipis.
Cowok itu tak beranjak dari duduknya, lalu memandangi Felya yang hendak kembali melanjutkan kegiatan makan baksonya. Tentu Felya cukup canggung diperhatikan seperti itu.
"Kenapa? Ada yang pengin lo omongin lagi?"
Marko menggeleng. "Enggak. Gue cuma mau liat lo lebih jelas dan dekat aja. Ternyata lo emang secantik itu. Bener kata cewek-cewek di kelas gue, lo banyak berubah. Drastis banget. Soalnya gue juga tahu lo yang dulu."
Felya meringis mendengarnya. Lagi-lagi orang membahas soal itu. "Gue nggak ngerasa cantik banget sih, cewek-cewek aja yang berlebihan. Mungkin karena terbiasa liat gue dulu gendut kali. Makanya pas liat gue kurusan, mereka pada pangling."
"Iya kali, ya. Tapi sumpah lo tuh kayak beda orang. Cantik banget!" puji Marko tanpa malu, membuat Felya tersipu juga akhirnya.
Dari kejauhan Yokan yang membawa napan berisi seperangkat hidangan yang ia pesan, berdecak melihat Marko mendekati Felya. Langkah cepat dengan tampang tengilnya menggambarkan seorang Yokan sekali ketika ingin berbuat ulah.
"Sorry ya, Fel, gue telat nih. Abisnya tadi gue sempetin belajar matematika dulu setengah buku paket," ujar Yokan yang tiba-tiba meletakkan napannya di atas meja. Lalu duduk di samping Felya tanpa ragu.
"Siapa yang nunggu elu sih? Janjian aja enggak," protes Felya.
"Iya kan tadi gue udah minta maaf karena telat. Ntar gue nggak telat lagi deh biar nggak ngerusak suasana makan siang kita yang cuma pengin BERDUA AJA ini," ujar Yokan menekankan sambil melirik Marko.
Marko terkekeh tanpa suara, ia merasa tersindir oleh perkataan Yokan.
"Apaan sih. Aneh lo!" komentar Felya.
"Eh, ada Marko! Sorry baru kelihatan. Tadi gue cuma fokus sama Felya doang," sapa Yokan sumringah.
Marko mengangguk sambil berdiri dari duduknya. "Gue juga dari tadi nggak liat lo datang. Soalnya fokus liat Felya makan. Yaudah, Fel, jangan lupa datang, ya. Gue tunggu lho besok malam."
"Oke, Kak Marko," sahut Felya tersenyum. Marko pun meninggalkan mereka berdua.
Yokan mencibir Marko dengan gerakan mulutnya, tanpa menyadari Felya sudah menghunuskan tatapan tajam ke arahnya.
"Lo tadi ngomong apa, Tiran?!"
Yokan menoleh dengan tatapan polos. "Emang gue ngomong apa? Duh, kayaknya ini tuh efek gue kelamaan kesepian di rumah deh jadi apa-apa tuh bisa lupa gitu. Sorry gue lupa."
"Aneh!"
Yokan membuka wadah sambal cabai, lalu mengambil cukup banyak untuk ia campur pada mi ayam miliknya. Si raja pedas jangan diragukan lagi. Felya saja merinding melihatnya. Mungkin dia sudah menangis kepedasan jika mencobanya.
"Ngapain sih tuh orang ke sini? Lo disuruh datang ke mana?"
"Kepo."
"Ck, kasih tahu atau nyawa Anda taruhannya?" ancam Yokan sambil menodongkan sendok ke arah Felya.
"Lo kenapa sih hari ini, Yok? Sinting lo?"
"Jadi Anda memilih mempertaruhkan nyawa Anda?"
Felya merotasikan matanya malas. "Dia ngasih undangan ulang tahun. Gue undang tadi. Emang lo nggak diundang?"
"Yhahahaha! Udah gede gitu ulangtahun dirayain. Kek anak TK aja tuh bongsor. Anak mami ya gitu," olok Yokan. Cowok itu mulai menikmati mi ayamnya dengan lahap tanpa peduli Felya yang memandangnya sebal.
"Lo nganggap itu remeh atau alay karena lo nggak pernah ngerasain. Marko bisa ngerayain ulang tahunnya karena dia punya orang tua yang sayang banget sama dia. Gue sih nggak akan mencibir kayak lo. Gue malah iri liat dia bisa ngerayain ulang tahun diusia segini. Itu tandanya setiap moment di hidup dia selalu dispesialin sama orang tuanya. Gue mana bisa kek gitu. Terakhir kali gue ngerasain ulang tahun dirayain itu waktu SD. Itu pun pas ada nyokap gue. Pas dia nggak ada, mana ada yang peduli. Jadi liat orang yang ulang tahunnya dianggap spesial tuh rasanya seneng banget," tutur Felya panjang lebar.
Untuk pertama kalinya Yokan terdiam mendengarkan komentar yang menentangnya. Setiap kata yang diucapkan oleh Felya benar-benar membuatnya merasakan sesuatu yang ingin mendesak keluar dari lubuk hatinya yang terdalam. Tanpa sadar, Yokan menambahkan kembali sambal cabai ke mangkuknya. Felya pun terheran-heran melihat apa yang Yokan lakukan.
"Eh, lu mau makan apa mau bunuh diri? Udah, Bego! Sayangi lambung sama usus lo! Apa-apa tuh jangan berlebihan," ujar Felya sambil menjauhkan wadah sambal dari hadapan Yokan.
Yokan bergeming sesaat sebelum memakan mi ayamnya dengan rakus. Felya bahkan geleng-geleng keheranan melihat kelakuan cowok itu. Ada apa? Apakah ada yang salah? Felya merasa bersalah jika itu karena kata-katanya tadi.
Usai menyelesaikan makannya, Felya pun hendak beranjak dari kantin. "Gue udah selesai. Duluan ya, Hantu Pedes."
Tiba-tiba Yokan menahan lengan Felya. Cewek itu menatapnya bingung. "Lo kenapa si? Dari tadi aneh banget."
"Duduk dulu. Tunggu gue selesai makan," ucap Yokan dengan nada bicara rendah dan terdengar lebih serius dari biasanya.
Meski ragu dan bingung, Felya kembali duduk di samping Yokan. Ia menatap lengannya yang masih dipegangi oleh Yokan, sementara cowok itu melanjutkan makan seolah-olah tak terjadi apa-apa.
'Kesambet apa gimana nih cowok. Tetiba aneh kayak gini. Dia nggak mungkin suka sama gue secepat ini, kan? Belum sih, di novelnya aja dia belum kecintaan sama gue pada part ini. Eh, bisa jadi sih emang sudah suka, tapi author novelnya nggak ngejelasin di novel? Ish, jangan sampe deh dia cepat-cepat suka sama gue. Gue masih nggak siap anjir direbutin.'
"Lo bisa lepasin tangan gue, nggak?"
Barulah Yokan melepaskan tangan Felya. "Bilang dong dari tadi. Terlalu nyaman ya digenggam tangannya sama gue?" Nah, kembali kan tengilnya.
"Sinting lo, ya!" Felya ingin pergi, tetapi lagi-lagi ditahan oleh Yokan.
"Tungguin gue."
"Lo kenapa gini sih, Yok! Kek bayi aja deh nggak mau ditinggal."
"Emang lo mau jadi sugar mommy?"
"Gila! Sinting! Miring lo!" umpat Felya seraya mengempaskan tangannya dari Yokan, lalu buru-buru pergi dari sana.
Felya mengipasi wajahnya dengan tangan dengan helaan napas lega begitu bisa keluar dari kantin. Suasana di kantin tadi benar-benar membuatnya tak nyaman dan merasa aneh. Yokan tiba-tiba berubah seperti itu sikapnya.
"Halo, Felya," sapa Dhea yang sekarang berdiri di hadapannya bersama dengan anggota geng Sweet Pink.
Felya sedikit melebarkan makanya. Kejadian ini persis seperti di novel. Dimana ia akan dirayu oleh Dhea dan akhirnya mau menuruti mereka pergi ke gudang untuk melakukan sesuatu.
'Gawat nih. Gue harus bertindak berlawanan dengan isi novel itu biar hal buruk itu nggak jadi luar hidup gue di sini,' batin Felya.