NovelToon NovelToon
ISTRI MANDUL JADI IBU ANAK CEO

ISTRI MANDUL JADI IBU ANAK CEO

Status: sedang berlangsung
Genre:Menikah Karena Anak / Pelakor jahat / CEO / Romantis / Ibu Pengganti / Duda
Popularitas:168.2k
Nilai: 5
Nama Author: Archiemorarty

Selama tiga tahun menikah, Elena mencintai suaminya sepenuh hati, bahkan ketika dunia menuduhnya mandul.

Namun cinta tak cukup bagi seorang pria yang haus akan "keturunan".
Tanpa sepengetahuannya, suaminya diam-diam tidur dengan wanita lain dan berkata akan menikahinya tanpa mau menceraikan Elena.

Tapi takdir membawanya bertemu dengan Hans Morelli, seorang duda, CEO dengan satu anak laki-laki. Pertemuan yang seharusnya singkat, berubah menjadi titik balik hidup Elena. ketika bocah kecil itu memanggil Elena dengan sebutan;

"Mama."

Mampukah Elena lari dari suaminya dan menemukan takdir baru sebagai seorang ibu yang tidak bisa ia dapatkan saat bersama suaminya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Archiemorarty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 13. PAGI YANG TAK DISANGKA

Pagi itu, sinar matahari menyusup lembut melalui jendela besar di dapur rumah Hans Morelli. Aroma roti panggang, susu hangat, dan tawa kecil yang pecah di antara dentingan alat masak menciptakan suasana yang nyaris asing bagi rumah yang biasanya kaku itu.

Hans yang baru saja turun dari tangga dengan rambut masih acak, berniat menyiapkan sarapan sederhana untuk putranya, Theo, berhenti di ambang pintu. Pandangannya tertuju pada pemandangan yang membuat langkahnya terhenti.

Di dapur ... yang selama ini terasa dingin dan sunyi terdapat Elena Alvarez, mengenakan kemeja putih longgar miliknya sendiri yang entah bagaimana tampak seperti bagian dari rumah ini. Rambutnya diikat asal, beberapa helai jatuh di sisi wajahnya. Di depannya, Theo duduk di kursi tinggi tersenyum lebar sambil menatap ibunya; setidaknya itulah yang anak itu percayai.

"Mama, roti Theo gosong tidak?" suara kecil Theo pecah, membuat Elena tertawa lembut.

"Tidak, Sayang. Ini hanya sedikit kecokelatan, lebih renyah begitu," jawab Elena sambil menatap si bocah dengan mata lembut yang tak pernah Hans lihat sebelumnya.

Hans berdiri di sana, diam. Ia bahkan tidak ingat kapan terakhir kali rumahnya terasa seperti ini. Seolah ada kehidupan yang kembali ke tempat yang selama ini hanya berisi kerja dan kesunyian.

Theo menoleh cepat ketika mendengar langkah kaki di belakang. "Papa!" serunya girang. "Lihat! Mama bikin sarapan buat Theo!"

Hans mendekat, mengusap rambut anaknya yang berantakan. Ia menatap Elena, sedikit canggung namun tak bisa menahan senyum tipis di sudut bibirnya.

"Pagi yang aneh," kata Hans akhirnya. "Aku pikir aku yang akan bikin sarapan hari ini. Tapi rupanya ada seseorang yang sudah menguasai dapurku."

Elena menoleh setengah, dengan ekspresi setengah kesal setengah geli. "Kau pikir aku akan duduk diam saja melihat anak kecil kelaparan menunggumu bangun siang?"

Hans menyandarkan tubuh pada counter dapur, menatap perempuan itu dengan mata berkilat nakal. "Aku tidak bangun siang. Aku hanya memberi kalian waktu untuk ... menjajah dapurku."

"Menjajah, katanya." Elena mendengus. "Kalau bukan karena Theo, aku tidak akan menyentuh dapur ini sama sekali."

"Berarti karena Theo, bukan karena aku." Hans menirukan nada dramatis, membuat Theo tergelak kecil.

Elena memutar mata. "Jangan mulai, Hans. Aku bisa pergi sekarang juga kalau kau mau."

"Oh, benarkah? Dengan tampilan seperti ini," ejek Hans dengan melihat Elena dari atas dan bawah yang hanya menggunakan celana pendek dan kemeja putih yang Hans pinjamkan saat Elena menginap semalam.

"Ini masih pagi dan kau sudah mengajakku bertengkar?" tantang Elena. "Kau ingin aku pergi?"

"Jangan, Mama! Papa jangan marahin Mama! Mama masakin roti sama telur buat Theo!" protes Theo dengan memasang wajah marah yang justru menggemaskan.

Hans terkekeh, menatap anaknya yang kini berdiri membela Elena dengan kedua tangan mungilnya terangkat seperti perisai kecil. "Oh, jadi sekarang Theo sudah punya sekutu, ya? Dan Papa jadi musuh?"

Theo mengangguk mantap, wajahnya serius namun tetap menggemaskan. "Theo bela Mama! Papa jahat!"

Elena menutup mulutnya menahan tawa, namun gagal. Tawa kecilnya akhirnya pecah juga, membuat Hans tak kuasa menahan senyum lebar.

"Lihat, bahkan Theo sekarang pilih kasih," kata Hans, menatap Elena. "Aku mulai kalah di putraku sendiri."

Elena menyandarkan piring berisi roti panggang ke meja. "Kau seharusnya bangga, Hans. Setidaknya sekarang kau punya penjaga kecil yang berani melawanmu kalau kau mengomeliku."

Hans menatapnya dengan sorot yang hangat, berbeda dari biasanya. Ada sesuatu dalam tawa Elena pagi itu, tulus, lepas, dan ... menenangkan. Ia bahkan tidak ingat kapan terakhir kali melihat Elena tertawa tanpa dinding di wajahnya.

Mereka bertiga akhirnya duduk di meja makan. Theo duduk di antara keduanya, menceritakan segala hal dengan semangat: tentang sekolah, tentang anjing tetangga, bahkan tentang impiannya memiliki taman kecil di belakang rumah. Elena mendengarkan penuh perhatian, sesekali menimpali, sesekali tersenyum pada Hans yang sibuk menatap keduanya dengan pandangan sulit dijelaskan.

Bagi Hans, pagi itu bukan sekadar sarapan biasa. Itu adalah pagi yang anehnya memberi arti baru pada kata keluarga.

Ketika Theo selesai makan, ia turun dari kursinya dan berlari ke ruang tamu untuk mengambil mainan. Elena beranjak membereskan meja, sementara Hans masih duduk di sana, memerhatikannya.

"Kau tahu," ujar Hans tiba-tiba, "aku bahkan tidak berani membayangkan hal seperti ini."

Elena menoleh sambil menumpuk piring. "Hal seperti apa?"

"Melihatmu ... di dapurku. Membuat sarapan. Bersama Theo." Hans bersandar di kursinya, menatap langit-langit sebentar. "Aneh. Tapi rasanya seperti sesuatu yang selalu seharusnya ada."

Elena terdiam sejenak, lalu berkata pelan, "Jangan berkata seolah ini permanen, Hans. Aku hanya di sini sementara waktu."

Hans menatapnya, lalu tersenyum tipis. "Kau bisa sebut ini sementara, tapi Theo tidak akan menganggapnya begitu."

"Anak kecil cepat melupakan," balas Elena pelan, walau hatinya terasa bergetar.

"Tidak untuk Theo," ujar Hans mantap. "Theo tidak melupakan apa pun yang membuatnya bahagia. Termasuk kau."

Kata-kata itu membuat dada Elena bergetar halus. Ia memilih diam, mengalihkan pandangan pada tumpukan piring dan sabun di tangannya. Hans berjalan mendekat, berdiri di sampingnya, memegang cangkir yang baru saja ia bilas.

"Jadi, sekarang kau juga mencuci piring di rumah Morelli?" canda Hans.

Elena memutar mata. "Seseorang harus melakukannya kalau kau ingin dapurmu tidak berantakan."

"Biasanya aku punya orang yang melakukannya," kata Hans.

"Ya, aku tahu. Tapi hari ini kau punya Elena Alvarez, jadi hargai momen langka ini," balas Elena.

Hans terkekeh. "Percayalah, aku sangat menghargainya."

Keduanya bertukar tatapan sesaat. Ada jeda yang panjang, seperti waktu menahan napasnya. Namun suara Theo dari ruang tamu kembali memecahkan suasana.

"Papa! Mama! Lihat! Theo bikin istana dari lego!" seru Theo.

Elena tersenyum lebar, meletakkan spons di wastafel dan mengeringkan tangannya. "Aku rasa tugasku belum selesai."

Hans hanya menggeleng kecil, memerhatikan Elena berjalan menuju ruang tamu, bergabung dengan Theo yang tertawa riang.

Pagi yang terasa menyenangkan di rumah Morelli yang dipenuhi tawa.

Beberapa jam kemudian, ketika matahari sudah tinggi, Hans akhirnya bersiap untuk pergi ke kantor. Ia memandang Theo yang duduk di lantai bersama Elena, bermain sambil tertawa kecil.

"Theo," kata Hans lembut, "Papa harus ke kantor, Sayang. Kau main sama Mama dulu, ya?"

Theo mengangguk tanpa menoleh, sibuk memasang bagian menara legonya. "Theo sama Mama aja! Papa kerja terus, nanti sore baru boleh pulang!"

Hans tertawa kecil mendengar perintah anaknya sendiri. "Baiklah, Little Boy."

Sebelum pergi, Hans mendekat ke Elena yang sedang mengikat rambutnya, berkata pelan, "Aku titip Theo padamu."

Elena menatapnya sekilas. "Kau pikir aku akan menculiknya?"

Hans tersenyum, "Tidak. Aku hanya takut kau menculik hatinya."

Elena terdiam sejenak, menatap pria itu. "Berhenti bicara seperti itu, Hans."

"Seperti apa?"

"Bicara menyebalkan," tukas Elena.

Hans hanya tertawa kecil, kemudian melangkah keluar tanpa menjawab.

Namun ketenangan pagi itu lenyap segera setelah Hans melangkahkan kaki ke lobi gedung Morelli Corporation.

Begitu pintu lift terbuka, Ronald, adik laki-lakinya, sudah berdiri di sana dengan wajah tegang. Jasnya sedikit kusut, matanya tajam penuh kekhawatiran.

"Kenapa kau tidak mengangkat teleponku, Hans?" kata Ronald cepat.

Hans mengernyit. "Aku baru sampai. Apa yang terjadi?"

Ronald menatap ke arah sekeliling, lalu menarik Hans ke sisi koridor agar tak banyak telinga mendengar. "Ada masalah besar. Dewan sudah rapat darurat pagi ini."

Hans menajamkan tatapan. "Masalah apa?"

"Investor utama menekan Morelli. Mereka khawatir dengan gosip yang beredar sejak tadi malam," jawab Ronald.

Hans mengerutkan kening. "Gosip apa?"

Ronald menatapnya serius. "Tentangmu dan Elena Alvarez."

"Gosip?" Hans mengulang, nadanya datar namun berbahaya.

Ronald mengeluarkan ponselnya, membuka salah satu portal berita besar, dan menyorongkan layar ke hadapan kakaknya.

Judul besar terpampang di sana:

'Raven Wattson Meledak di Pesta: Istrinya Diculik CEO Morelli!'

Hans membeku sejenak, membaca isi artikel dengan rahang menegang. Foto-foto yang diambil oleh media terpampang jelas, Elena di pelukan Hans, wajah Raven yang marah di pesta semalam, serta potongan video yang sudah dipelintir dengan narasi keji.

"Raven menyebarkan ini?" suara Hans serak.

"Ya," jawab Ronald cepat. "Dan dia tidak berhenti di situ. Ia juga mengklaim bahwa Morelli berusaha mencuri proyek Wattson Group. Sekarang dewan mempertanyakan semua kontrak yang sedang berjalan. Investor mulai panik."

Hans menghela napas panjang, tapi bukan napas lelah—melainkan napas seseorang yang siap berperang.

"Berani sekali dia," kata Hans pelan, nyaris seperti desisan. "Berani sekali Wattson menyentuh Morelli."

Ronald menatapnya, khawatir. "Hans, kau tahu apa artinya ini. Jika ini meluas ke persaingan bisnis, maka-"

Hans menatap lurus ke depan, sorot matanya dingin, tajam seperti baja. "Kalau Raven Wattson ingin perang, dia akan mendapatkannya."

Dan pagi yang semula hangat, perlahan berubah menjadi badai yang siap mengguncang segalanya.

1
Lisa
Wah udh ending nih..bagus banget ceritanya..terimakasih Kak Author..semangat y Kak..sukses y dgn karya² selanjutnya..🙏💪👍
Archiemorarty: Terima kasih udah baca ceritanya kak 🥰
total 1 replies
Yul Kin
terimakasih kak, semoga senantiasa diberikan kesehatan dan kesuksesan... 👍
Archiemorarty: Terima kasih kembali juga kak udah baca ceritanya 🥰
total 1 replies
Jessica
Cerita yang Manis
dengan konflik yang ringan
seru untuk di baca
karakter nya juga tidak lebay dan menye menye..

love the story very much
Archiemorarty: Terima kasih banyak kak udah baca ceritanya sampai akhir 🥰
total 1 replies
Miss Typo
happy ending 👏👍
terimakasih thor, sukses terus dgn karya-karyanya di novel dan ditunggu cerita selanjutnya. kalau aku mh ngikut aja mau ceritain siapa aja 😁
Miss Typo: Ama² thor 🤗
total 2 replies
Arw
cerita tentang Theo kak...😍
Archiemorarty: Noted /Determined/
total 1 replies
mimief
nice story'
Archiemorarty: Terima kasih semoga menghibur waktu senggangnya 🥰
total 1 replies
mimief
oh...my God
ini kaya termanis mu Thor
no debat

nice ending
beautiful story'

terkadang takdir mempunyai cara untuk menertawai jalan hidup kita bukan?
walaupun kita selalu mengutuk takdir buruk kita.
tapi ternyata yg buruk itu membuka jalan untuk bertemu yg lebih baik.

jadi...siap nunggu karya selanjutnya Thor

walaupun berbalut perselingkuhan,cuman eksekusi mu lumayan membangongkan
ya.. bagaimana pun juga ya biasa ala detektif dan serial thiller
nulis romansa pure🤣🤣
tapi aku suka,tuntas bales dendam nya
dan..saling memaafkan yg paling bikin berkesan.
karena dendam hanya mendatangkan bencana yg lain
Archiemorarty: Siap kakak 🤭
total 3 replies
Jelita S
terimakasih thor atas ceritamu yg bagus,,ditunggu karya terbarunya😍😍
Archiemorarty: Terima kasih kak udah nemenin dari awal cerita seperti biasa 🥹
total 1 replies
aku
opa albert .... hidup memang penuh dg kekecewaan... 😭😭😭 jlebb 🤣🤣🤣
Archiemorarty: Terlalu real 🤣
total 1 replies
Ir
artur dulu kak pasti seru ini kerjaan nya ngejar penjahat mulu dia 🤣
Ir: lahh dia lupa kah sama kisah nya Lucas sama Cammy jauh juga itu, anggap aja kita healing online 🤣🤣
total 6 replies
Evelyn1808 Grace
Di tunggu certa baru ttg Theo, Lucy dan Leo
Archiemorarty: noted /Determined/
total 1 replies
Nofi Ani
semoga bersambung seru.
Asyatun 1
lanjut
Anonymous
cerita baru/Determined/
Archiemorarty: Ohhh.... noted /Determined/
total 1 replies
Ir
kak setelah aku hitung² banyak juga yaa cucuku, pantes uban di kepala ku juga banyak 🥴🥴
Archiemorarty: ditambah sepasang kembar biang keributan semua 🤣
total 1 replies
Asyatun 1
lanjut
mimief
wah...wah
kalau banyak yg bantu menyenangkan
suami bisa diajak kerjasama.tapi...banyak dr istri dibiarkan menderita sendiri
sehingga momentum ini malah seperti 😔
Archiemorarty: Budaya kita udah mendarah daging patriarkinya.
alasan othor lebih suka ngambil latar luar negeri 😌
total 1 replies
mimief
😍😍😍😘
mimief
yah begitulah
kebahagiaan selalu beriringan dengan tanggung jawab dan pengorbanan yg besar
mimief
akhhh...
semoga selalu bahagia
walaupun tidak ada yg namanya ever after kaya di dongeng".
tapi neraka dan surga dunia sebenarnya kita yg menciptakan bukan?
Archiemorarty: Benar, kalau partner hidup kita baik, neraka rumah tangga pasti bisa dilewati walau sesulit apa pun
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!