"Aku mau jadi Istri Om!" kalimat itu meluncur dari bibir cantik Riana Maheswari, gadis yang masih berusia 21 Tahun, jatuh pada pesona sahabat sang papa 'Bastian Dinantara'
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Galuh Dwi Fatimah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Apartemen Bastian
Dengan langkah gontai, Riri meninggal rumah yang selalu menjadi tempat aman dan nyaman baginya. Tapi hari itu, rumahnya lebih terasa seperti penjara di bandingkan tempat berlindung.
Riri tak tau akan pergi kemana, pikirannya kacau. Ia tak memiliki tujuan saat ini.
Langkahnya terhenti di pinggir jalan yang sepi, tak terlalu banyak lalu lalang saat itu, mungkin karena saat itu adalah jam bekerja.
Riri mengusap air matanya kasar. Sejak tadi, wajahnya sudah basah karena tidak berhenti menangis.
Riri meraih ponsel yang ada di dalam tas yang ia bawa, hanya satu nama yang ia pikirkan saat ini, Bastian.
Riri memutuskan menghubungi kekasihnya itu.
tuuuttt... tuuuut... sambungan telepon berbunyi.
'Halo?' Bastian terdengar menjawab dari seberang sana.
'Om' jawab Riri dengan suara lirih.
'Riri, kamu kenapa?' tanya Bastian khawatir.
'tolong jemput aku Om, aku gak tau harus kemana'
'share lokasi kamu sekarang, tunggu saya Ri. jangan kemana-mana.'
'Iya..'
Panggilan mereka pun terputus begitu saja.
___
Sekitar lima belas menit kemudian, Bastian tiba dengan mobil mewahnya. Ia langsung melangkah keluar mobil menghampiri Riri yang terduduk dengan kepala menunduk di sisi jalan. Dari penampilannya, gadis itu terlihat begitu rapuh.
"Ri.." panggil Bastian begitu lembut.
Kepala Riri mendongak, menatap ke arah Bastian. matanya masih terus saja menangis sejak tadi.
"Om.." suara Riri bergetar, ada sakit dan kecewa dalam nada suaranya.
Bastian mensejajarkan posisinya dengan Riri, ia menatap lekat-lekat ke wajah gadisnya itu. Lalu sesaat kemudian, Bastian membawa Riri masuk ke dalam pelukannya.
Tangisan Riri semakin tumpah, ia memeluk Bastian begitu erat.
Bastian mengusap lembut punggung Riri, mencoba memberikan ketenangan yang sejak tadi tak ia dapatkan.
Setelah tangisan Riri mulai mereda, Bastian kembali berbicara. "Kita ke apartemen saya ya, Ri?"
Riri hanya mengangguk lemah, ia tak lagi punya pilihan.
Bastian melepaskan pelukan keduanya, lalu ia pun membantu Riri untuk berdiri dan merangkul tubuh itu untuk masuk ke dalam mobil.
Hening.. suasana di dalam mobil begitu hening. Riri hanya diam menatap keluar jendela. Sementara Bastian tetap diam dan fokus menyetir, sesekali pandangannya ia bawa menatap Riri.
Setelah melewati perjalanan yang tak begitu panjang, mereka akhirnya sampai di sebuah gedung apartemen mewah.
Bastian memilih apartemen itu karena letaknya yang tak jauh dari kantor, sehingga memudahkan dirinya untuk lebih cepat beristirahat saat lelah bekerja setelah lembur hingga larut malam.
Bastian membimbing langkah Riri, memasuki lift yang membawa mereka ke lantai 10.
Keduanya melewati lorong apartemen hingga tiba di depan sebuah kamar.
Bastian membuka pintu apartemennya, ceklek.
Saat pintu terbuka aroma harum menenangkan langsung menguar begitu saja.
"Ayo masuk, Ri." Ajak Bastian yang sejak tadi membawakan tas berisi pakaian milik Riri.
Riri pun mengangguk lalu melangkahkan kakinya ke tempat Bastian biasa beristirahat. Ia tak pernah berpikir akan berada di dalam situasi seperti ini.
"Kamu duduk dulu, biar saya buatkan minuman."
Riri patuh, ia duduk pada sofa yang berada di ruang tamu. Matanya menyapu setiap sudut ruangan yang ada di apartemen itu. Kesan mewah namun minimalis langsung terasa.
Bastian akhirnya kembali dengan dua cangkir yang berisi coklat hangat.
"Katanya, coklat hangat bisa mengembalikan mood yang rusak." ucapnya seraya meletakkan cangkir itu ke atas meja.