Pernikahan Nilam dan Angga berjalan dengan lancar. Namun tidak dengan malam pertama mereka. Nilam berhalangan untuk menunaikan kewajibannya sebagai seorang istri karena kedatangan tamu bulanan. Angga pun pamit dan meninggalkan Nilam di kamar hotel seorang diri.
Keluar dari kamar Nilam, Angga mengetuk pintu kamar lain di lantai yang sama. Seorang wanita dengan pakaian tidur yang tipis menyambut Angga.
"Kamu sengaja memberikan aku obat," ucap Angga.
Wanita itu tertawa. Angga tidak lagi bicara. Dia menarik tubuh wanita itu lalu menjatuhkannya ke atas tempat tidur. Hal yang seharusnya tidak terjadi pun terjadi. Angga berbagi peluh dengan wanita yang sengaja menggodanya.
Bagaimana kelanjutan rumah tangga Nilam dan Angga?
Siapa wanita yang sengaja menggoda Angga di malam pertamanya dengan Nilam?
Yuk simak ceritanya di, SELINGKUH DI MALAM PERTAMA
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunaya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31 Menutup Aib
"Begini ceritanya," ucap bibi Hesti.
Lalu dia melanjutkan penjelasannya. "Bayi yang dilahirkan Hanum sebenarnya meninggal saat dilahirkan. Saat itu dia hanya ditemani asisten rumah tangga saja, karena pak Arsyad dan istri pertamanya sedang menghadiri acara diluar kota. Karena takut diceraikan, Hanum pun meminta asisten rumah untuk mencarikan bayi lain sebagai pengganti untuk dia angkat sebagai anaknya. Hanya saja, Hanum mengakui pada semua orang bahwa bayi yang ada bersamanya itu adalah bayi yang dia lahirkan."
"Jangan percaya berita bohong itu."
"Abi, Ummi," ucap Nilam begitu mendengar suara ayah mertuanya yang bicara mematahkan cerita bibi Hesti.
"Saya bisa pastikan Angga itu putra saya dengan Hanum. Saya sudah melakukan tes DNA untuk masalah ini. Karena fitnah ini sudah dihembuskan seseorang sejak lama." Ayah Angga menegaskan.
"Bu Hesti, Anda itu sudah ketahuan salah memaksa menjodohkan Nilam dengan Angga. Jangan lagi menyebarkan fitnah hanya karena Hanum mengkhianati Anda dan saudara anda itu." Ummi Laila ikut menegur bibi Hesti.
"Penghianatan apa Bu Laila?" Mama Ratih yang bertanya.
"Sebelumnya Saya dan istri minta maaf sudah lancang masuk tanpa izin. Tadi bibi yang membukakan pintu memberitahu kalau ada ibu Hesti sedang sarapan bersama kalian, jadi kami segera masuk. Dan benar dugaan Saya, dia sedang memberitahu kalian cerita bohong ini." Ayah Angga yang menjawab pertanyaan mama Ratih.
"Tidak masalah Pak Arsyad," jawab mama Ratih.
Mama Ratih tidak mempermasalahkan ayah Angga dan ummi Laila menerobos masuk. Mama Ratih justru bersyukur, dia tidak termakan berita bohong ini. Meskipun sejak awal dia tidak yakin dengan ucapan adik iparnya ini.
"Tujuan Bu Hesti menikahkan Nilam dan Angga ada maksud tersembunyi. Mereka bekerja sama untuk mendapatkan harta Nilam, yang dia dapatkan dari ayahnya."
"Masalah itu kami sudah tahu," balas mama Ratih. "Yang Saya tidak tahu penghianatan apa?" Mama Ratih mengulang pertanyaannya.
Ayah Angga pun menjelaskan Hanum mantan istrinya berkhianat dari rencana mereka, karena bibi Hesti tidak juga memberikan kedudukan pada Angga di hotel milik paman Ilham.
"Saat bertemu kembali dengan temannya yang mengaku keluarga Anderson, Hanum mencoba menjodohkan putri temannya itu dengan Angga. Dan mereka bersedia menikahkan Angga dengan putri mereka, meskipun menjadi istri kedua. Hanum tidak tahu, jika dia juga dipermainkan oleh temannya itu." Ayah Angga melanjutkan ceritanya.
"Untuk masalah ini, Angga tidak mengerti sama sekali. Tentang Novia, maaf Mas Tara," ucap ayah Angga beralih pada Bintara, karena yang akan dia bicarakan adalah mantan istri kakak Nilam itu. Dan penjelasannya ini cukup memalukan.
"Tidak apa-apa Pak, sampaikan saja." Bintara dengan lapang dada akan mendengarkan penjelasan ayah Angga meskipun kenyataannya sangat pahit.
Ayah Angga menceritakan apa yang terjadi dimalam pertama Angga dan Nilam, seperti penjelasan yang Angga sampaikan padanya. Dia meminta Angga memberitahukan awal mula dia bisa bersama Novia.
"Saya sudah menduganya sejak awal, karena menurut Nilam, Angga tidak bersamanya di malam pertama mereka. Novia pun tidak ikut Saya pulang ke Lampung malam itu." Bintara balas menjelaskan.
Sebelum menangkap basah Novia dan Angga, Bintara sudah menggali semuanya sejak awal. Karena itu, Bintara dan Nilam bisa menemukan Kinar dan putranya, masa lalu Angga yang disembunyikan oleh ibu Hanum.
Angga sangat menghormati ibunya, dia selalu menuruti permintaan ibu Hanum sekalipun itu salah. Seperti menikah dengan Kinar tanpa memberitahu ayahnya. serta menceraikan Kinar demi bisa menikah dengan Nilam.
"Itu sudah tidak penting lagi saat ini. Maaf Abi, yang Saya butuhkan surat resmi bercerai dari mas Angga." Nilam menimpali.
"Itu juga alasan Abi dan Ummi pagi ini bersilaturahmi sama kamu, Nduk."
Lembut sekali cara ayah Angga bicara pada Nilam. Angga meniru hal baik ini dari ayahnya. Karena itu, tidak ada yang menyangka jika kelakuan Angga sesungguhnya sangat buruk dan dikuasi oleh hawa nafsu.
"Abi minta maaf atas perbuatan Angga," ucap ayah Angga, sambil memberikan beberapa berkas.
"Ini Abi bawakan surat persetujuan Angga untuk bercerai yang sudah ditandatangani dia," ucapnya lagi.
"Terima kasih Abi. Kebetulan sekali lagi ini kami akan bertemu pengacara," balas Nilam.
"Bagaimana kabar Angga sekarang? Apa masih dirawat di rumah sakit?" Mama Ratih bertanya setelah ayah Angga dan Nilam sudah selesai bicara mengenai perceraian.
"Angga sakit apa?" Bibi Hesti yang bertanya. Karena selama bersembunyi dari paman Ilham, dia tidak tahu apa yang terjadi dengan Hanum dan Angga.
"Hesti, sebaiknya kamu pulang ke rumah dan temui Ilham. Minta maaf padanya sebelum terlambat."
Bukan memberikan jawaban, Mama Ratih justru menasehati bibi Hesti. Apa yang terjadi pada Angga adalah sebuah aib, tidak perlu disebar luaskan lagi. Karena, jika kita menutupi aib orang lain, maka aib kita di dunia dan di akhirat akan ditutupi juga.
"Bu Ratih benar Bu Hanum, sebaiknya Ibu segera minta maaf. Tidak baik mendiamkan masalah sampai berlarut-larut." Ummi Laila ikut menasehati bibi Hesti.
"Kalau kalian tidak mau memberitahu sakitnya Angga, tidak apa-apa. Saya bisa cari tahu sendiri," balas bibi Hesti.
Istri paman Ilham itu pergi begitu saja tanpa pamit. Nilam menarik nafas panjang melihat kelakuan istri pamannya itu. Sementara mama Ratih menggelengkan kepala melihat kelakuan saudara iparnya itu.
Sifat bibi Hesti sangat jauh berbeda dengan almarhum istri paman Ilham yang pertama. Padahal mereka saudara kandung. Mungkin ini juga yang membuat almarhum istri paman Ilham meminta suaminya untuk menikahi adiknya. Ini juga yang membuat paman Ilham berat untuk menceraikan bibi Hesti.
"Maaf ya pak Arsyad, bu Laila. Hesti itu terkadang seperti anak kecil," ucap mama Ratih yang merasa malu dengan kelakuan saudaranya.
"Tidak apa-apa Bu Ratih, kita juga punya satu yang kekanak-kanakan seperti itu," balas ummi Laila.
Mama Ratih tahu siapa yang ummi Laila maksudkan. Tentu saja ibu Hanum. Sifatnya memang mirip dengan bibi Hesti. Pantas saja mereka bisa bekerjasama untuk tujuan yang berbeda.
Ayah Angga dan ummi Laila ikut pamit, mereka akan ke rumah sakit untuk menjemput Angga yang diizinkan pulang hari ini. Sedangkan Nilam dan Bintara melanjutkan rencana mereka untuk menemui pengacara. Karena sudah mendapatkan tanda tangan dari Angga, semakin cepat proses perceraiannya dengan Angga. Dengan begini, Nilam tidak perlu memberikan barang bukti perselingkuhan Angga dengan beberapa wanita.
Tiba di kantor pengacara, Nilam terkejut dengan keberadaan Wildan. Ayah Adela itu sedang berbincang dengan beberapa karyawan di kantor pengacara ini. Sangat akrab, seperti sudah kenal lama. Itu yang Nilam lihat.
"Tara, selamat datang," ucap Wildan menyambut kedatangan Bintara dan Nilam.
Lalu ayah Adela itu menyapa Nilam sambil menangkupkan tangannya di dada. Dia tahu Nilam tidak bersentuhan dengan lawan jenis yang bukan mahram. "Selamat datang Nilam," ucapnya.
"Ini kantor milik pak Wildan?" Tanya Nilam.
"Panggil kakak, Abang atau nama saja," balas Wildan yang tidak nyaman dipanggil pak oleh Nilam. "Saya kebetulan ada keperluan dengan mas Duta. Ini kantor beliau," ucap Wildan lagi menjawab pertanyaan Nilam.
Wildan tidak punya keperluan sebenarnya. Dia tahu dari Bintara, kalau sahabatnya itu dan Nilam akan menyerahkan kelengkapan berkas untuk mempercepat proses perceraian keduanya. Khususnya Nilam.
Bintara hanya senyum-senyum saja melihat modus yang dilakukan sahabatnya ini. Sejak awal Bintara sudah sangat ingin menjodohkan Nilam dengan Wildan. Hanya saja belum ada waktu untuk memperkenalkan mereka berdua.
"Pak Duta itu suami kakaknya Wildan. Jadi jangan heran kalau dia terlihat akrab dengan karyawan di sini." Bintara menjelaskan.
"Oh!" Ucap Nilam yang baru tahu kalau pengacara yang membantunya adalah kakak ipar Wildan.
"Adela bagaimana kabarnya Pak, eh ... Mas?" tanya Nilam yang canggung, memanggil Wildan dengan panggilan baru.
Saat ini mereka sedang duduk di ruang tunggu. Pak Duta pengacara mereka, masih menerima klien lainnya. Karena kedatangan bibi Hesti dan kedua orang tua Angga, Nilam dan Barata terlambat dari jadwal yang sudah ditentukan.
Wildan tersenyum dipanggil Mas. Tapi dia tidak akan menunjukkan secara terang-terangan pada Nilam. "Alhamdulillah sudah mulai pulih. Tapi harus sabar, kamu pasti tahu seperti apa Adela itu."
Nilam mengangguk, tentu dia sangat tahu Adela itu anak seperti apa. Nenek Adela sering berkonsultasi dengan Nilam cara mendidik Adela agar tidak manja lagi. Mereka merasa kasihan pada gadis kecil itu, sehingga sangat memanjakannya. Terlebih lagi Wildan, yang selalu mengabulkan permintaan Adela.
Selanjutnya perbicangan mereka diisi dengan membicarakan Adela dan yayasan pendidikan yang akan Nilam dirikan. Ini kali pertamanya Nilam bicara panjang lebar dengan Wildan. Pria yang Nilam kira kaku dan sedingin kutub selatan itu ternyata orang yang enak diajak bicara.
"Pantas saja Abang bisa bersahabat dengan mas Wildan," ucap Nilam dalam hati.
Obrolan mereka berhenti saat pintu ruangan pak Duta terbuka. Dan orang yang keluar bersama pak Duta mengejutkan mereka bertiga.
"Kalian!"