"Kenapa kau menciumku?" pekik Liora panik, apalagi ini adalah ciuman pertamanya.
"Kau yang menggodaku duluan!" balas Daichi menyeringai sembari menunjukkan foto Liora yang seksi dan pesan-pesan menggatal.
Liora mengumpat dalam hati, awalnya dia diminta oleh sahabatnya untuk menggoda calon pacarnya. Tapi siapa sangka Elvara malah salah memberikan nomor kakaknya sendiri. Yang selama ini katanya kalem dan pemalu tapi ternyata adalah cowok brengsek dan psikopat.
Hingga suatu saat tanpa sengaja Liora memergoki Daichi membunuh orang, diapun terjerat oleh lelaki tersebut yang ternyata adalah seorang Mafia.
Visual cek di Instagram Masatha2022
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Masatha., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31
Liora usai sarapan segera mandi dan siap-siap ke kampus. Padahal tidak ada kelas pagi, diapun memilih untuk ke perpustakaan yang hening.
Liora menemukan sebuah novel klasik yang cukup menarik perhatiannya, diapun segera memilih tempat duduk yang paling belakang di sisi jendela.
Hingga tiba-tiba muncul seorang lelaki yang memakai celana panjang hitam, kemeja putih. Walau lelaki itu memakai masker dan juga topi—akan tetapi dari tatapannya dia tahu siapa itu.
"Daichi," gumam Liora.
"Hai—Babe," sapa Daichi dengan percaya dirinya duduk di sisi Liora, lalu tangannya dengan iseng mengusap paha Liora secara perlahan.
Reflek Liora langsung mencubit punggung tangan yang nakal itu. " Gila, ini tempat apa? Jangan macam-macam," omelnya.
Daichi terkekeh, membuat Liora cemberut.
"Kamu ngapain ke sini sih?" lirih Liora agar tidak di dengar orang lain.
Daichi mendekatkan mulutnya ke kuping Liora, " Kangen kamu."
"Kurang kerjaan banget," cibir Liora pura-pura fokus membaca.
"Aku memang lagi nggak ada kerjaan."
Berbicara tentang pekerjaan, menimbulkan kembali penasaran Liora terhadap lelaki di hadapannya.
"Kamu sebenarnya kerja apa sih?" tanya Liora serius.
Tapi Daichi justru menanggapinya tengil, " Kalau kamu mau menerima cintaku maka aku akan menjawab semua apa yang ingin kamu tanyakan. "
Liora memutar bola matanya malas, lalu kembali membaca novelnya. "Cih, modus."
Daichi terkekeh lalu diapun menyandarkan kepalanya ke meja, dengan posisi wajah menatap Liora. Tentu saja Liora yang ditatap begitu dalam menjadi salah tingkah. Untungnya Liora juga pandai menyembunyikan salah tingkahnya.
"Kalau Elvara lihat kamu di sini bagaimana?" omel Liora.
"Nggak akan."
"Sebaiknya kamu pulang, kamu bukan dari bagian mahasiswa sini. Aku nggak mau dijadikan bahan gosip," sungut Liora.
Daichi pun mencubit pelan pipi Liora, tapi segera ditepis oleh gadis itu.
"Jangan pegang-pegang pipi!" sergah Liora kesal.
"Halah, kita berdua pernah bertukar saliva masa masih memperhitungkan hal kecil begini," goda Daichi begitu puas.
"Dasar tidak tahu malu. Aku masih belum memberimu pelajaran soal semalam, bekas cupang di leherku pasti ulahmu bukan?" Omel Liora menatap tajam.
Sayangnya mata bulat nan lentik itu justru semakin membuat Liora nampak cantik.
"Ganasnya pacarku ini, tapi menggemaskan," gumam Daichi.
Tiba-tiba ponsel Daichi bergetar, lelaki itu segera mengangkat teleponnya dan pergi.
Liora mencibir, "Tadi aja sok manis sama aku, begitu ditelpon Alana langsung pergi. Sepertinya aku cuma dijadikan hiburan saat dia gabut aja."
Tapi tak lama kemudian Daichi kembali, lelaki itu mengusap puncak kepala Liora dengan lembut. " Belajar yang baik, jangan dekat dengan lelaki lain. Aku ada urusan sebentar, nanti pulang ke apartment ya?"
"Nggak mau, dulu juga bilang begitu tapi nyatanya malah Staycation ke Bali sama Alana," tolak Liora mentah-mentah.
"Maaf, kali ini nggak begitu lagi. Kalaupun aku ada urusan mendadak akan mengabari," bujuk Daichi dengan lembut.
"Hm."
Liora pura-pura cuek, tapi saat tubuh Daichi berbalik meninggalkannya dia baru menoleh ke arahnya.
"Sial, tubuhnya memang selera aku. Tapi tidak dengan otak mesumnya."
*
*
*
Sepulang kuliah, Liora diajak janjian Elvara untuk ketemuan di cafe dekat dengan kampus. Elvara menangis, membuat Liora cemas.
"Kamu kenapa?" tanya Liora.
"Aku mau main cerita sama kamu," cicit Elvara menundukkan kepalanya.
Liora segera memberikan sahabatnya itu tissue untuk mengusap air matanya. Elvara selama ini dia kenal sebagai gadis yang tangguh, jika sampai menangis berarti karena ada hal yang teramat menyakitkan.
Liora pun memilih untuk membiarkan Elvara dulu, agar sahabatnya itu lebih tenang. Liora memerankan minuman dan cemilan kesukaan Elvara.
Liora hanya diam saja, duduk di sisi Elvara sembari menepuk-nepuk pundaknya.
"Kita sudah lama kenal, seharusnya kamu jangan sungkan padaku," cicit Liora pada akhirnya.
"Aku malu cerita padamu," jawab Elvara dengan suara tertahan.
"Jangan tanggung sendiri, aku bisa menjadi tempat bersandar untukmu," bujuk Liora lagi. Dipun segera mengambil minuman yang baru datang, lalu menyerahkan ke Elvara agar meminumnya.
Untungnya Elvara mau, gadis itu segera menghabiskan setengah gelas jus mangga kesukaannya.
Setelah cukup tenang, Elvara mengusap matanya yang masih basah. Suaranya bergetar ketika akhirnya bercerita, “Tadi Zefran tiba-tiba pergi setelah menerima telepon. Aku sempat lihat… yang menelpon itu Santi.”
Liora mengerutkan kening. “Santi? Maksudmu mantan Zefran itu?”
Elvara mengangguk pelan. “Iya. Aku nggak sempat tanya apa-apa, dia cuma bilang ‘ada urusan sebentar’ lalu pergi. Tapi setelah itu…” Ia menunduk, menatap ponsel di tangannya yang masih bergetar oleh pesan masuk. “Ada nomor tak dikenal yang kirim foto Zefran. Dia bawa bunga, Lio. Dan di pesan itu tertulis ‘dia masih mencintaiku.’”
Liora terdiam sejenak, menahan napas. Ia tahu rasa sakit seperti apa yang sedang menghantam sahabatnya. Bukan karena belum pernah merasakannya, tapi karena tahu luka seperti itu butuh waktu lama untuk sembuh.
“El, denger aku ya,” ucap Liora perlahan. “Cowok kayak Zefran nggak pantas bikin kamu nangis sampai segini. Kalau dia benar-benar sayang, dia nggak akan ninggalin kamu buat datang ke masa lalunya.”
Elvara menatap kosong ke arah gelas jus yang tinggal separuh. “Tapi aku udah terlanjur cinta, Li. Aku pikir dia juga tulus. Aku percaya semua yang dia bilang.”
Nada suaranya lirih, nyaris tak terdengar. Liora menggenggam tangan Elvara erat, memberi kehangatan lewat sentuhan. “Cinta itu nggak seharusnya bikin kamu kehilangan diri sendiri. Kadang, rasa percaya yang berlebihan justru jadi jebakan. Dan kalau Zefran memang masih terikat sama masa lalunya, kamu berhak untuk mundur. Kamu berhak bahagia tanpa dia.”
Elvara terisak lagi, tapi kali ini tangisnya tidak sekeras sebelumnya. Seolah kalimat Liora menyadarkan sisi dirinya yang selama ini memaklumi segala hal. Liora tahu, kata-katanya mungkin belum cukup menghapus sakit, tapi setidaknya bisa menjadi sandaran sementara.
“Gimana caranya berhenti cinta?” tanya Elvara lirih, senyumnya pahit.
“Bukan berhenti, tapi belajar melepaskan,” jawab Liora lembut. “Pelan-pelan aja. Nanti kamu akan sadar, nggak semua orang yang datang untuk mencintai, sebagian cuma mampir buat mengajarkan arti kehilangan.”
Hening sejenak. Hanya suara musik lembut dari café yang menemani mereka. Sinar sore menembus kaca, jatuh di wajah Elvara yang mulai tenang.
Liora tersenyum kecil. “Kamu kuat, El. Cowok masih banyak. kita masih terlalu muda—seharusnya kita gunakan masa muda ini untuk bersenang-senang."
Elvara mengangguk perlahan, menggenggam tangan Liora balik. “Makasih, Lio. Untung aku punya kamu. Tanpa cowok aku tetap merasa bahagia asal ada kamu.
Liora menatap sahabatnya lembut. Dalam hati, ia marah besar. Dia tidak terima sahabatnya diperlakukan seperti ini. Apakah Liora akan diam saja? Oh tentu tidak.
Aku si berharapnya anak yg di kandung Nayshila itu anak dari lelaki lain kyk di drakor-drakor 😂, biar menyesal itu Yudistira sdh meninggalkan mamanya Liora🤣