Sebuah novel dengan beragam jenis kisah horor, baik pengalaman pribadi maupun hasil imajinasi. Novel ini terdiri dari beberapa cerita bergenre horor yang akan menemani malam-malam mencekam pembaca
•HOROR MISTIS/GAIB
•HOROR THRILLER
•HOROR ROMANSA
•HOROR KOMEDI
Horor Komedi
Horor Psikopat
Horor Mencekam
Horor Tragis
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayam Kampoeng, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 31 SEKTE SESAT Part 6
Setelah mendengar suara gaib yang Sariwati yakini adalah suara Ratu Bayang, dia terus berlari menembus kabut tebal yang menyelimuti desa Bawakaraeng. Detak jantungnya terus berdebar kencang, hingga mulutnya terasa kering dan sedikit oleng.
Sariwati tak tahu harus mengadu ke mana, tapi nalurinya mengatakan untuk secepatnya pulang dan menjauh dari rumah Pak Rahman. Suara teriakan Bu Aisyah dari kejauhan masih terngiang jelas di telinganya, "Jangan biarkan calon tumbalnya kabur, Pak! Dia bisa jadi persembahan baru untuk Ratu Bayang!"
Pengakuan Pak Rahman bagai sengatan listrik yang menyadarkan Sariwati. Pengaruh iblis bernama Ratu Bayang itu tidak main-main, buktinya seorang Pak Rahman yang dulu seorang guru di pesantren pun bisa berbalik melawan perintah agama dan menyembah iblis.
Seluruh kerangka ceritanya, tentang "tiket menuju surga," "persembahan darah dan jiwa manusia," terutama hilangnya Jaka si bocah polos, kini terangkai menjadi sebuah gambar alur cerita yang mengerikan.
Pak Rahman bukan sekedar pemuka agama yang tersesat, dia adalah seorang manipulator, atau lebih parahnya, korban manipulasi dari entitas gaib bernama Ratu Bayang. Ancaman terakhir Pak Rahman dan kemunculan Bu Aisyah yang kini benar-benar kehilangan kewarasan membuat Sariwati tahu satu hal penting, dia harus pergi dari sini, dan membawa Andi bersamanya. Secepatnya!
Sariwati tersandung beberapa kali di jalan setapak yang licin, kakinya terasa lemas, namun adrenalin membuatnya terus bergerak. Dia memutuskan untuk kembali ke rumah dinasnya. Mungkin di sana, dia bisa memikirkan rencana, atau setidaknya mencari cara untuk mendapatkan sinyal ponsel.
Saat tiba di depan pintu rumah dinasnya, dia melihat pintu itu sedikit terbuka. Perasaan was-was bergelayut di dadanya.
"Andi?" panggil Sariwati lirih, hatinya mencelos. Apakah adiknya datang mencarinya? Atau Ratu Bayang sudah menemukan cara untuk masuk ke rumah dinasnya?
Sariwati melangkah masuk dengan hati-hati. Rumah itu sunyi, hanya suara deru nafasnya sendiri yang terdengar. Bau kemenyan yang dia cium di rumah Pak Rahman kini tercium samar di rumah itu. Sariwati melangkah ke ruang tengah, dan di sana, dia melihatnya.
Andi.
Adiknya terduduk di lantai, bersandar di dinding, tubuhnya tampak lemas. Matanya terpejam, dan keringat dingin membasahi dahinya. Wajahnya pucat pasi, seperti mayat.
"Andi!" panik Sariwati bergegas menghampiri, berlutut di depan Andi. Dia menyentuh pipi adiknya. Dingin. "Andi, kamu kenapa? Bangun, Di!"
Mata Andi perlahan terbuka. Pupilnya melebar, namun tatapan matanya kosong, seperti tak mengenali Sariwati. Bibirnya bergerak-gerak kacau, mengucapkan sesuatu yang dengan jelas.
"Andi, ini Kak Sari. Kamu kenapa?" panik Sariwati menepuk pipinya Andi, mencoba menyadarkan adiknya.
Tiba-tiba, tubuh Andi menegang. Otot-ototnya kaku, dan kepalanya mendongak ke atas, menatap langit-langit kosong. Gaung suara asing keluar dari tenggorokannya. Suara yang dalam, berat, bukan suara Andi.
"Dia tahu terlalu banyak..." Suara itu berdesis, dan membuat Sariwati merinding. "Dia akan menghancurkan... Apa yang telah kita bangun."
"Siapa kamu?" tanya Sariwati, suaranya gemetar. Dia tahu itu bukan Andi yang bicara.
"Aku... Adalah penjaga rahasia," jawab suara itu, dan kali ini, ada nada tawa yang mengerikan di dalamnya. "Aku yang menemaninya... Sejak dia masuk ke dalam gua. Sejak dia memberikan... jiwanya. Hihihihi Hahahaha"
"Lepaskan adikku!" bentak Sariwati spontan sambil meraih tangan Andi, tapi tangan adiknya itu terasa panas.
"Tidak semudah itu," desis suara itu. "Dia sudah menjadi wadah. Wadah untuk Ratu Bayang. Dia melihat rahasia Ratu... Dan dia sudah setuju menjadi wadah. Darah adikmu... Akan memurnikan jiwa Ratu. Hihihi"
Sariwati terpaku, dan tak bisa berpikir jernih. Jadi... Andi?? Merelakan dirinya???
"Darahnya Andi?" bingung Sariwati menatap Andi, yang kini tersenyum. Senyum itu bukan senyum Andi. Senyum itu senyum yang penuh kekejaman dan tipuan.
"Ya... darahmu dan darah Andi. Darah yang bersih. Darah yang tulus. Itu akan membuat Ratu Bayang semakin kuat. Dan dia... dia akan menjadi penjaga kami yang abadi." suara itu menunjuk diri Sariwati dengan Andi mengangkat tangannya, mencoba meraih leher Sariwati.
Sariwati spontan mendorong Andi hingga pemuda itu terjatuh ke lantai. Sariwati tak percaya dengan apa yang dia lihat. Adiknya sendiri, kini dirasuki oleh entitas jahat yang ingin membunuhnya.
"Ini tidak benar! Kamu bukan Andi! Kamu hanya mengelabui dia!" teriak Sariwati, air matanya mulai mengalir.
Suara dari tubuh Andi tertawa lagi, kali ini lebih keras. "Kau kira kau bisa melawan? Kami ada di mana-mana. Di setiap sudut desa Bawakaraeng ini. Di setiap hati yang haus akan harapan masuk surga dan kekayaan. Kau tak akan pernah bisa mengalahkan kami!"
Andi kembali kejang-kejang, tubuhnya bergetar hebat. Kali ini, ia mulai mengucapkan kata-kata aneh, dalam bahasa yang tak Sariwati pahami. Bahasa itu terdengar kuno, serak, seperti mantra-mantra yang diucapkan dalam ritual. Beberapa kata terdengar seperti: "Gaib... suci... semesta... darah..."
Sariwati, dengan sisa keberaniannya, meraih sebotol air mineral dan menyiramkannya ke wajah Andi. Air itu langsung mendidih, mengeluarkan asap tipis, dan tubuh Andi tersentak keras.
"Panas! Panas!" teriak suara itu, tapi kali ini, ada nada yang lebih mirip dengan suara Andi.
Andi kembali kejang-kejang, tapi kali ini lebih lemah. Mata putihnya perlahan kembali normal, menatap Sariwati dengan tatapan bingung. "Kak... Kak Sari? Aku... kenapa?"
"Andi! Kamu kesurupan!" ucap Sariwati, memeluk adiknya erat. Dia merasakan tubuh Andi kembali dingin, tapi kali ini dinginnya normal, bukan dingin yang membeku.
Andi pingsan dalam pelukannya. Sariwati menangis, memeluk erat adiknya. Dia tahu, Ratu Bayang sudah merasuki adiknya. Dan itu artinya, dia tak punya banyak waktu lagi. Dia harus mencari bantuan, bagaimana pun caranya!
Sariwati membaringkan Andi di kasur lalu menyelimutinya. Dia kembali mencoba menelpon dengan ponselnya. Sinyal masih nihil. Sariwati berpikir keras. Satu-satunya cara adalah pergi ke luar desa Bawakaraeng dan ke kota terdekat. Tapi bagaimana caranya? Bus hanya tersedia sekali sehari, dan itu pun sudah lewat tadi pagi. Berjalan kaki rasanya terlalu berbahaya.
Tiba-tiba, Sariwati teringat sesuatu. Ada pos polisi kecil di dekat perbatasan desa, sekitar 10 kilometer dari rumah dinasnya. Dia pernah melihatnya saat naik bus. Mungkin di sana dia bisa mendapatkan bantuan. Atau setidaknya, sinyal ponsel.
Dengan tekad yang membara, Sariwati menulis sebuah note singkat untuk Andi, lalu meletakkannya di samping tempat tidur.
"Aku pergi cari bantuan. Jangan ke mana-mana. Jangan percaya pada siapa pun."
Lalu, Sariwati mengemas ransel kecil berisi bekal seadanya dan senter. Sebelum pergi, dia melirik adiknya yang tertidur pulas. Wajahnya polos, seperti Andi yang dulu.
"Aku akan menyelamatkanmu, Di," bisiknya.
Sariwati keluar dari rumah dinas, mengunci pintu dari luar dengan gembok yang dia temukan. Dia menoleh ke arah gunung Bawakaraeng, yang kini tampak lebih menyeramkan dari sebelumnya. Di puncaknya, kabut tebal masih bergelayut, seolah-olah menyembunyikan sesuatu yang gelap dan mengerikan.
Sariwati mulai berjalan, melangkah di jalan setapak yang sama, di tempat dia menemukan boneka Jaka dan gundukan tanah kemarin. Setiap suara di sekitarnya terasa seperti ancaman. Suara angin, suara hewan malam, bahkan suara nafasnya sendiri. Dia tahu, dia sedang dikejar. Dikejar oleh sekte sesat yang memuja iblis, dan dirinya serta Andi adalah targetnya sebagai tumbal.
Sariwati harus segera sampai ke pos polisi. Dia harus menemui Kompol Budi!
*
buat othor ganteng ni kukasi kue dah xixixi 🥧🍰🧁🍮🍧🥮🥠
Sebelum ikut-ikutan nge-bully, coba deh tanya ke diri sendiri. Apa yang akan aku rasakan jika ini terjadi padaku atau adik/keluargaku?
☺️🥰