Kepergok berduaan di dalam mobil di daerah yang jauh dari pemukiman warga membuat Zaliva Andira dan Mahardika yang merupakan saudara sepupu terpaksa harus menikah akibat desakan warga kampung yang merasa keduanya telah melakukan tindakan tak senonoh dikampung mereka.
Akankah pernikahan Za dan Dika bertahan atau justru berakhir, mengingat selama ini Za selalu berpikir Mahardika buaya darat yang memiliki banyak kekasih.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon selvi serman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31.
Za melebarkan senyum mendengarnya.
"Jangan terlalu sebal pada seorang pria, takutnya kamu malah jatuh cinta lagi ujung-ujungnya." Sebenarnya bukan hanya sekedar asal bicara, karena faktanya hal itu terjadi pada diri Zaliva. Ia yang dahulu menganggap Mahardika menjengkelkan, ditambah lagi dengan julukan lelaki buaya darat yang disematkannya untuk Mahardika, ujung-ujungnya kini malah Za jatuh cinta pada Mahardika.
"Amit-amit...." Hilda sampai mengetuk kepalanya sendiri saking tidak terima apa yang dikatakan Zaliva barusan sampai terjadi pada dirinya.
Za geleng kepala melihat tingkah Hilda.
"Dokter Za sendiri, kayaknya dari mimik wajahnya bahagia banget hari ini." Hilda balik bertanya.
"Harus dong..." balas Za kembali mengulas senyum manisnya.
"Pasti bahagia ya dok, punya suami ganteng, kaya raya, penyayang lagi....argh....aku jadi pengen nikah deh...."
"Apaan sih..."
Pada akhirnya kedua wanita cantik tersebut tertawa bersama, namun suara tawa kedua tak sampai mengganggu kenyamanan pasien.
Tiba-tiba Za merindukan Mahardika padahal mereka baru berpisah saat suaminya itu mengantarkannya ke tempat kerja.
"Argh... kayaknya aku sudah terkena penyakit love deh..." batin Zaliva. Sungguh, Zaliva tidak pernah menyangka bahwa pria yang dulunya terlihat begitu menyebalkan dimatanya, kini justru mampu membuatnya jatuh hati. Kalau sudah begini jangankan untuk meminta berpisah, sekalipun Mahardika yang ingin menceraikan dirinya, Za pasti tidak akan terima. Untung saja Mahardika tidak pernah berpikir untuk menceraikan istri tercintanya itu.
*
Di gedung Mahardika Group.
"Selamat pagi, den."
"Pagi, mang."
"Ini dokumen yang den Dika minta." kata mang Dodo seraya menyerahkan map berisikan dokumen yang ketinggalan di rumah tadi, sehingga mang Dodo mendatangi perusahaan untuk mengantarkan dokumen tersebut.
"Makasih ya, mang." tak lupa Mahardika mengucapkan terima kasih kepada mang Dodo yang sudah mengantarkan dokumen tersebut untuknya.
"Sama-sama, den." balas mas Dodo.
"Kayaknya den Dika lagi senang sekali hari ini." Mang Dodo cukup dekat dengan anak majikannya itu sehingga pria itu tidak merasa sungkan untuk mengomentari mimik wajah Mahardika.
"Mamang bisa saja." balas Mahardika seraya membaca dokumen di hadapannya.
"Mirip sama non Zaliva, setelah den Dika kembali dari Singapore Non Zaliva juga nampaknya bahagia banget, padahal sewaktu den Dika belum kembali, Non Zaliva nampak uring-uringan nggak jelas." perkataan mang Dodo berhasil mengalihkan perhatian Mahardika dari berkas dihadapannya.
"Masa' sih, mang?." tanya Mahardika memastikan.
"Benar den, masa iya mamang bohong sih." jawaban mang Dodo semakin menambah porsi aura bahagia diwajah Mahardika.
"Oh iya den, kalau begitu mang Dodo balik dulu ya, mau nganterin bibi ke pasar soalnya." pamit mang Dodo dan Mahardika pun mengiyakannya.
Sepeninggal mang Dodo, Mahardika menutup berkas dihadapannya, kemudian menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi kerjanya.
"Semoga nama mas sudah ada dihati kamu, sayang." batin Mahardika, berharap Za sudah mulai membuka hati untuknya. Menurut cerita mang Dodo tadi sih, Mahardika yakin jika Istrinya itu sudah mulai membuka hati untuknya. Tapi untuk memastikan semua itu biarlah waktu yang akan membuktikan, begitu pikir Mahardika. Karena yang terpenting ia bisa hidup bersama dengan Za tanpa adanya perpisahan, soal hati biarlah waktu yang akan menjawab.
*
"Selamat pagi...." Dokter Yuli beserta beberapa orang perawat memasuki kamar perawatan pasien guna melakukan visit, dan saat ini giliran kamar perawatan Zaki yang didatangi oleh dokter Yuli bersama rekannya.
"Selamat pagi, Bu dokter." balas Zaki dengan senyum manis yang terukir diwajahnya.
"Pagi, Bu dokter." Abil pun ikut menjawab. Ia yang tadinya duduk di kursi samping tempat tidur Zaki lantas beranjak, memberikan ruang untuk dokter dan timnya melaksanakan tugasnya.
"Anak ganteng gimana kabarnya hari ini?." seperti biasa, sebelum melakukan sesi pemeriksaan dokter Yuli pasti menanyakan kabar terlebih dahulu untuk sekedar mencairkan suasana agar pasiennya relax.
"Kabar Zaki hari ini baik Bu dokter, sangat baik malah." tanpa disadari oleh Dokter Yuli, Zaki menjawab demikian karena merasa semakin membaik setelah bertemu dengan dirinya.
"Alhamdulilah."
Dokter Yuli lantas mengarahkan stetoskop yang menggantung pada lehernya ke beberapa bagian tubuh pasien, tentunya untuk memeriksa perkembangan pasien.
"Kondisi pasien sudah semakin membaik, jika dalam masa observasi kondisi pasien tetap stabil maka besok atau lusa nak Zaki sudah boleh pulang." jelas dokter Yuli usai memeriksa kondisi Zaki.
"Ceklek." suara pintu kamar mandi di kamar perawatan tersebut terbuka, nampak mama Livia keluar dari dalam sana.
Mama Livia sontak saja mendekat ke arah tempat tidur pasien. Bukan untuk mencari tahu kondisi cucunya karena ia yakin Abil pasti sudah mendengar penjelasan dokter tentang kondisi Zaki, akan tetapi yang membuat mama Livia mendekat pada tempat tidur pasien adalah sosok wanita berjas putih yang kini berdiri di samping tempat tidur pasien.
"Kamu Yuli kan? Benar kamu Yuli, gadis cantik yang nganterin Tante malam itu." Ujar mama Livia, yakin dengan dugaannya.
Yuli yang merasa disebut namanya lantas berusaha mengingat-ingat sosok wanita paruh baya yang masih terlihat cantik dan modis dihadapannya tersebut.
"Tante Livia."
Mama Livia langsung memeluk dokter Yuli ketika wanita itu berhasil mengingat dirinya, tak peduli tatapan heran dari para perawat yang ikut serta bersama dengan dokter Yuli. Tentu saja dokter Yuli membalas pelukan hangat mama Livia.
"Jadi nak Yuli itu seorang dokter?." tanya mama Livia setelah mengurai pelukannya.
"Iya Tante." Jawab Dokter Yuli membenarkan.
"Wah.... Tante nggak nyangka kita bisa bertemu lagi. Tante pikir setelah malam itu kita tidak akan pernah bertemu lagi." mama Livia terlihat senang sekali bisa bertemu lagi dengan gadis cantik yang memberinya tumpangan malam itu, di saat mobilnya mengalami insiden ban kempes di tepi jalanan yang lumayan sepi dari kendaraan yang berlalu lalang. Kalau saja malam itu dokter Yuli tidak membantunya, menawarkan tumpangan padanya, entah apa jadinya mama Livia malam itu mengingat ponselnya kehabisan daya sehingga tidak bisa menghubungi suami ataupun putranya.
Detik selanjutnya, mama Livia beralih pada putranya.
"Ohiya Abil, ini gadis yang pernah mama ceritakan ke kamu dulu, gadis yang sudah mengantarkan mama pulang ke rumah saat ban mobil mama kempes." mama Livia mengingatkan kejadian dua tahun lalu pada Abil.
Abil pun mengangguk paham, tak lupa pria itu mengucapkan terima kasih banyak atas kebaikan yang dilakukan oleh dokter Yuli pada ibunya dua tahun lalu tersebut.
Menyaksikan interaksi antara Omanya dan dokter Yuli membuat Zaki semakin bersemangat untuk menjadikan dokter cantik itu sebagai ibu sambungnya.
"Bu dokter...."
Dokter Yuli mengalihkan pandangannya pada Zaki. "Iya, nak?."
"Bu dokter mau nggak jadi mamahnya Zaki?."
Deg.
Jangankan dokter Yuli dah juga Abil, mama Livia saja sampai membulatkan matanya mendengar permintaan dari cucu kesayangannya itu.
semoga rajin up nya ya ka
lope2