Pernikahan Adelia dan Reno terlihat sempurna, namun kegagalan memiliki anak menciptakan kekosongan. Adelia sibuk pada karir dan pengobatan, membuat Reno merasa terasing.
Tepat di tengah keretakan itu, datanglah Saskia, kakak kandung Adelia. Seorang wanita alim dan anti-laki-laki, ia datang menumpang untuk menenangkan diri dari trauma masa lalu.
Di bawah atap yang sama, Reno menemukan sandaran hati pada Saskia, perhatian yang tak lagi ia dapatkan dari istrinya. Hubungan ipar yang polos berubah menjadi keintiman terlarang.
Pengkhianatan yang dibungkus kesucian itu berujung pada sentuhan sensual yang sangat disembunyikan. Adelia harus menghadapi kenyataan pahit: Suaminya direbut oleh kakak kandungnya sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dini Nuraenii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19
Cinta adalah tirai, dan keraguan adalah angin.
Tiada yang lebih dingin dari kebohongan yang berbau bunga.
Di tengah sunyi yang diukir kepura-puraan,
Ada jejak kecil tanah merah yang menanti disingkap.
Karena kebenaran selalu meninggalkan sidik jari,
Sekalipun dibasuh oleh air mata janji.
Reno kembali. Ia membawa pulang tubuh yang lelah, tetapi menyembunyikan jiwa yang terluka parah. Liburan ke Bali yang seharusnya menjadi penawar, kini tertunda.
Mereka terperangkap di rumah di ibu kota, di mana setiap detik yang dilewati bersama Adelia terasa seperti interogasi tak bersuara.
Reno berusaha keras untuk menjadi suami yang sempurna. Ia memeluk Adelia lebih lama, menyiapkan kopi tanpa diminta, dan mendengarkan cerita Adelia tentang kantor dengan penuh perhatian yang palsu. Ia berusaha menutupi lautan rasa bersalah di matanya dengan intensitas cinta yang berlebihan.
"Aku minta maaf liburan kita tertunda, Sayang," kata Reno, di meja makan. "Urusan di luar ibu kota benar-benar mendesak. Tapi aku janji, kita akan segera pergi. Aku akan kembali sepenuhnya untukmu."
"Tidak apa-apa, Mas," jawab Adelia, mencoba tersenyum. Ia menghargai permintaan maaf Reno, tetapi ada benang merah tipis yang menarik perhatiannya noda lumpur kering di ban mobil Reno.
....
Setelah Reno pergi ke kantor, Adelia berjalan ke garasi. Ia adalah wanita yang detail, mata yang terasah dalam melihat laporan keuangan. Ia tidak bisa mengabaikan keanehan kecil itu lagi. Ia berlutut di samping mobil mewah Reno.
Jelas terlihat, di cekungan ban belakang mobil itu, ada sisa-sisa lumpur kering berwarna merah kecoklatan. Lumpur itu kontras dengan aspal bersih di area perumahan mereka.
"Mas Reno bilang dia terbang ke luar pulau. Urusan mendesak. Tapi jika dia terbang, dia akan diantar taksi, dan mobil ini seharusnya bersih di garasi.
Kalaupun dia menyetir, daerah yang dia lewati tidak mungkin menyisakan lumpur seperti ini"
Adelia mengusap noda itu dengan ujung jarinya. Lumpur ini terlihat seperti lumpur tanah liat yang khas di proyek pembangunan baru di pinggiran kota. Adelia bangkit, hatinya merasakan sengatan yang tidak nyaman.
Ia menepisnya Jangan berprasangka. Aku harus percaya suamiku. Tapi jiwanya berbisik Mas Reno tidak pernah berbohong padaku tentang pekerjaan. Kebohongan sekecil ini adalah retakan pertama di benteng pernikahan kami.
Kecurigaan itu, sekecil debu, kini telah tertanam. Itu adalah benih kecil yang siap disiram oleh kebetulan.
.....
Malam itu, Reno gelisah. Ia tahu Saskia panik sendirian di apartemen. Setelah Adelia sibuk di kamar tidur, Reno menyelinap ke garasi dengan ponsel rahasianya. Ia menyalakan ponsel itu hanya di dalam garasi, menjauh dari Wi-Fi rumah.
Ponsel itu bergetar. Itu dari Saskia.
"Ada apa, Kak?" tanya Reno, suaranya tercekat.
"Aku takut, Reno! Cerita 'mantan kekasih' itu terasa konyol! Aku takut Adelia tidak percaya! Aku... aku merasa mual terus-menerus. Aku takut dia melihat perubahanku saat aku harus menemuinya nanti. Haruskah aku pergi lebih jauh dari ibu kota?" bisik Saskia, terdengar sangat cemas.
"Aku seperti bersembunyi di balik kertas tipis, Reno."
"Tidak, Kak! Jangan panik!" Reno menggenggam ponselnya erat-erat. "Kisah itu harus dibuat-buat agar kamu tidak disalahkan. Jika kamu tiba-tiba hamil tanpa alasan, Adelia akan lebih curiga pada... pada kita. Mantan kekasihmu adalah kambing hitam yang sempurna. Kamu harus kuat. Aku akan datang lagi minggu depan untuk menyelesaikan detail perpindahanmu yang lebih permanen."
"Tapi... aku butuh kamu, Reno," bisik Saskia.
Reno memejamkan mata, merasakan sakit karena keegoisan cintanya. "Aku tidak bisa, Kak. Aku harus di sini. Aku harus menenangkan Sayang. Ingat perjanjian kita. Jangan pernah mencariku. Aku akan menghubungimu."
Reno memutuskan panggilan. Ia segera mematikan ponsel rahasia itu, menyimpannya di tempat tersembunyi.
Saat Reno kembali ke kamar, ia melakukan kesalahan yang tidak disengaja. Ia begitu tenggelam dalam drama Saskia sehingga ia lupa menghapus jejak emosionalnya.
Adelia sedang membaca di tempat tidur. Ia mendongak dan melihat Reno.
"Kenapa kamu lama sekali di garasi, Mas? Apa ada masalah dengan mobilnya?" tanya Adelia, nadanya penasaran.
"Tidak, Sayang. Hanya... ada beberapa data penting di ponsel lamaku yang harus kuperiksa," jawab Reno, gugup. Ia meletakkan ponselnya, tetapi ia meletakkannya dengan layar tertutup ke bawah, jauh dari jangkauan Adelia.
Perilaku itu seketika menarik perhatian Adelia. Ia memerhatikan sikap Reno yang terlalu menjaga jarak dan gimmick ponsel tertutup itu.
Masalah sensitif. Ponsel disembunyikan. Kenapa dia tidak mau berbagi?
Reno kemudian mengambil ponsel utamanya. Ia tidak sengaja bersikap dingin pada Adelia karena sibuk memikirkan cara mengamankan Saskia.
"Mas," kata Adelia, menutup bukunya. "Aku merasa ada tembok kaca yang berdiri di antara kita. Kamu terus-terusan menatap ponsel. Apa ada masalah bisnis besar yang kamu sembunyikan dariku? Kamu tahu, kita bisa membagi beban itu. Aku istrimu, Sayang."
Reno meraih tangan Adelia, memaksakan senyum tulus. "Tidak, Sayang. Ini bukan beban. Ini hanya urusan pekerjaan yang sangat sensitif dan tidak bisa kubagi sekarang. Aku ingin melindungimu dari stres. Hanya itu. Aku ingin kamu menjadi pelabuhan yang tenang."
Jawaban itu, meskipun terdengar protektif, justru membuat Adelia semakin tidak nyaman. Dia tidak percaya padaku.
Adelia mulai menyimpulkan Reno pasti sedang mengalami krisis keuangan atau terlibat dalam kesepakatan bisnis yang sangat berisiko dan ia tidak mau aku tahu.
Ini menjelaskan kecemasannya, kebohongan kecil tentang perjalanan ke luar ibu kota ,mungkin ia bertemu investor di pinggiran kota, dan sifat protektifnya terhadap ponsel. Kecurigaan Adelia berputar pada bisnis dan uang, bukan perselingkuhan, yang justru menyelamatkan Reno untuk saat ini.
....
Keesokan harinya, sebuah amplop cokelat tiba di rumah. Pengirimnya adalah Saskia.
Adelia membukanya. Di dalamnya ada surat tulisan tangan Saskia, mengunci alibi yang dibuat Reno.
"Untuk Sayangku Adelia,
Aku tahu ini mendadak, dan aku tahu ini akan mengejutkanmu. Tapi aku harus jujur. Sejak kepulangan kita dari rumah lama di pinggiran kota, aku merasa... aku merasa harus jujur pada diriku sendiri.
Saat di pinggiran kota, aku bertemu lagi dengan seorang pria dari masa laluku seseorang yang sangat kucintai, tetapi hubungan kami tidak pernah bisa berhasil. Kami sempat menghabiskan waktu bersama. Dan ternyata, Tuhan punya rencana lain.
Aku hamil, Adelia. Aku sedang mengandung anaknya. Aku memutuskan untuk membesarkan anak ini sendiri. Ini adalah takdirku. Ini sebabnya aku harus fokus, dan ini sebabnya aku harus menjauh sejenak dari ibu kota, dari kalian. Jangan khawatirkan aku. Doakan aku.
Aku mencintaimu.
Kakakmu, Saskia."
Adelia membaca surat itu, hatinya dipenuhi rasa kasihan, kejutan, dan kekecewaan. Ia segera menelepon Saskia.
"Kak! Kenapa kamu tidak bilang padaku! Ya Tuhan! Kenapa kamu begitu tersembunyi?" teriak Adelia, suaranya campur aduk.
"Maaf, Sayang," balas Saskia, suaranya lemas, penuh penyesalan yang jujur. "Aku malu. Aku tidak mau membebanimu. Aku baru sadar saat aku pindah ke apartemen. Aku akan pergi jauh, mencari pekerjaan yang lebih aman di luar ibu kota."
Alibi itu berhasil. Tangisan Saskia meyakinkan Adelia. Ia merasa bersalah karena telah membiarkan kakaknya berjuang sendirian.
Reno menyaksikan drama telepon itu. Ia tahu alibi Saskia telah terkunci sempurna. Ia harus mengambil keuntungan dari suasana hati Adelia yang campur aduk.
"Sayang," kata Reno, memeluk Adelia. "Kamu terlalu banyak pikiran. Masalah Kakak sudah terkunci. Masalah pekerjaan sudah selesai. Kita harus pergi sekarang. Kita butuh Bali. Kita butuh pelarian yang nyata."
"Tapi, Mas..."
"Tidak ada tapi. Aku sudah pesan penerbangan lain. Besok pagi, kita terbang. Aku tidak mau melihatmu sedih lagi, Sayang. Aku butuh kamu. Aku butuh kita."
Adelia akhirnya setuju.
Liburan itu akan terjadi.
Namun, saat Reno sibuk mengepak barang, Adelia berjalan ke garasi. Ia menatap mobil Reno lagi. Noda lumpur kering itu masih ada, dan kini alibi Saskia tentang 'mantan kekasih di pinggiran kota' terasa terlalu kebetulan.
Urusan bisnis Mas Reno di luar ibu kota... dan Kakak bertemu mantannya di pinggiran kota...
Adelia mengambil ponselnya, tetapi ia tidak mengirim email. Ia menatap Reno. Mas Reno menyembunyikan sesuatu yang besar. Ini bukan tentang cinta. Ini pasti tentang uang atau bisnis yang berbahaya.
Adelia mengambil keputusan yang dingin: Selama liburan di Bali, aku tidak akan menginterogasi Reno, tetapi aku akan mengawasinya, mengamati setiap gerak-geriknya, setiap kata yang ia ucapkan, dan setiap kali ia menyentuh ponselnya. Ia akan mencoba mengembalikan keintiman mereka untuk memancing Reno agar jujur, tanpa menyentuh topik perselingkuhan. Bali akan menjadi ruang pengamatan pribadinya.
"Aku siap, Mas," kata Adelia, memaksakan senyum yang kini mengandung tekad yang kuat. "Tapi jangan pernah lagi menyembunyikan masalahmu dariku, Sayang. Kita adalah tim."
Reno lega. Ia tidak tahu bahwa ia baru saja menyetujui untuk menjalani liburan paling berbahaya dalam hidupnya, di bawah pengawasan intensif istrinya sendiri.