NovelToon NovelToon
Heaven'S Flawed Judgment

Heaven'S Flawed Judgment

Status: sedang berlangsung
Genre:Ahli Bela Diri Kuno / Kelahiran kembali menjadi kuat / Balas dendam dan Kelahiran Kembali / Reinkarnasi / Fantasi Timur / Budidaya dan Peningkatan
Popularitas:5.6k
Nilai: 5
Nama Author: YUKARO

Seorang kultivator muda bernama Jingyu, yang hidupnya dihantui dendam atas kematian seluruh keluarganya, justru menemukan pengkhianatan paling pahit dari orang-orang terdekatnya. Kekasihnya, Luan, dan sahabatnya, Mu Lang, bersekongkol untuk mencabut jantung spiritualnya. Di ambang kematiannya, Jingyu mengetahui kebenaran mengerikan, Luan tidak hanya mengkhianatinya untuk Mu Lang, tetapi juga mengungkapkan bahwa keluarganya lah dalang di balik pembunuhan keluarga Jingyu yang selama ini ia cari. Sebuah kalung misterius menjadi harapan terakhir saat nyawanya melayang.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YUKARO, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Qiumei, dan Penghormatan terakhir!

Lumo melangkah keluar dari kamar tempat Fengyuan beristirahat. Langkah kakinya bergema pelan di lorong istana yang sunyi, namun setiap ketukan langkahnya seolah mengirimkan getaran tak kasat mata yang membuat udara di sekitarnya menjadi berat. Ia kembali menuju pelataran utama, tempat sisa-sisa drama perebutan kekuasaan baru saja berakhir.

Ketika sosok berambut putih perak itu muncul di ambang pintu pelataran, sembilan gubernur yang masih menunggu di sana serentak menundukkan kepala. Tubuh mereka kaku, tidak berani mengangkat wajah, seolah keberadaan Lumo adalah matahari terik yang akan membakar mata siapa pun yang berani menatapnya langsung.

Namun Lumo tidak memedulikan mereka. Tatapan mata merahnya, yang sedingin esensi neraka, langsung tertuju pada kerumunan keluarga kekaisaran yang berlutut di sudut pelataran. Ratusan orang itu, mulai dari selir, paman, bibi, hingga anak-anak Kaisar Tubo, gemetar hebat. Keringat dingin membasahi pakaian sutra mewah mereka, mengubah kain mahal itu menjadi lap basah yang menyedihkan. Aroma ketakutan menguar pekat di udara, bercampur dengan sisa bau ozon dari petir.

Tiba-tiba, seorang wanita muda berdiri dari barisan selir. Ia mengenakan gaun emas ketat yang membalut tubuhnya dengan sempurna, menonjolkan lekuk tubuhnya yang menggoda. Buah dadanya yang besar dan penuh seolah hendak mendesak keluar dari kain yang membungkusnya, menciptakan pemandangan yang mampu menggetarkan hati pria manapun. Wajahnya sangat cantik, dengan kulit seputih porselen dan mata yang basah oleh air mata.

Ia melangkah maju dengan kaki gemetar, lalu menangkupkan kedua tangannya di depan dada dengan hormat.

“Tuan Lu,” suaranya bergetar, namun ada keberanian yang dipaksakan di dalamnya. “Saya adalah Qiumei, salah satu selir Kaisar Tubo.”

Lumo berhenti berjalan, menatap wanita itu dengan tatapan datar.

Qiumei menelan ludah, berusaha mengumpulkan sisa keberaniannya. “Hamba tahu posisi hamba rendah. Namun jika diperlukan, hamba ingin memohon kepada Tuan untuk membebaskan keluarga Kaisar Tubo yang tidak bersalah. Hamba... hamba sebenarnya membenci Kaisar Tubo karena dia memaksa hamba menikah dengannya dan merenggut kebebasan hamba. Tetapi anak-anak dan para wanita di sini tidak tahu apa-apa tentang politik negara.”

Ia menarik napas panjang, wajahnya memerah padam hingga ke telinga, namun matanya menatap lurus ke arah Lumo.

“Karena itu... hamba bersedia menukar keselamatan mereka dengan tubuh saya. Saya... saya masih suci. Saya baru diangkat menjadi selir dua hari yang lalu dan Kaisar belum sempat menyentuh saya. Saya bersedia menjadi budak, pelayan, atau pemuas nafsu Tuan, asalkan Tuan melepaskan mereka.”

Suasana hening seketika.

Sebelum Lumo sempat menjawab, sesosok wanita lain berdiri. Ia mengenakan gaun putih bersih dengan hiasan emas rumit di bagian kerah dan lengan, memberikan aura keanggunan yang agung seperti rembulan di malam hari. Wajahnya dewasa dan memancarkan wibawa alami seorang ibu negara. Ia adalah Ji Shuangni, Permaisuri Kaisar Tubo.

“Qiumei! Apa yang kau lakukan!” tegur Ji Shuangni, suaranya tajam namun mengandung kekhawatiran. Ia melangkah cepat, berdiri di depan Qiumei seolah melindunginya. “Kau masih muda. Jangan rendahkan dirimu seperti ini. Biar aku saja yang menggantikan posisi itu. Kau tidak perlu berkorban untuk kami.”

Qiumei menoleh, menggelengkan kepalanya dengan keras, air mata mulai menetes membasahi pipinya. “Tidak, Ratu. Saya melakukan ini karena...”

“Diamlah.”

Satu kata itu keluar dari mulut Lumo. Suaranya tidak keras, tetapi terdengar seperti dentang lonceng kematian yang membekukan darah semua orang.

Qiumei dan Ji Shuangni seketika terdiam, tubuh mereka kaku.

Lumo menatap mereka berdua dengan tatapan mencemooh. “Aku tidak membutuhkan wanita,” katanya dingin. “Bagiku, kecantikan hanyalah kulit luar yang akan membusuk menjadi tulang belulang. Tidak ada nilainya di hadapan Dao.”

Ia kemudian mengalihkan pandangannya ke arah anak-anak yang menangis tertahan di belakang mereka.

“Tapi... aku juga tidak akan membunuh orang yang tidak bersalah. Prinsipku adalah mata dibalas mata. Kaisar Tubo dan pejabatnya yang bersalah sudah mati. Itu sudah cukup.”

Ji Shuangni tertegun. Ia memberanikan diri maju selangkah, menatap Lumo dengan bingung. “Lalu... kenapa Tuan tadi mengancam ingin membunuh seluruh keluarga kami jika Kaisar tidak menyerah?”

Lumo mendengus pelan. Dalam sekejap mata, tubuhnya berkedip dan muncul tepat di hadapan Ji Shuangni. Jarak mereka begitu dekat hingga Ji Shuangni bisa merasakan hawa dingin yang menguar dari tubuh Lumo.

Tanpa peringatan, Lumo mengulurkan tangan. Lengan kirinya melingkar di pinggang ramping sang Permaisuri, menariknya mendekat, sementara tangan kanannya terangkat, jari-jarinya yang panjang dan dingin menyentuh dagu Ji Shuangni, mengangkat wajahnya agar menatap langsung ke mata merahnya.

“Kau terlalu dekat untuk bertanya,” bisik Lumo.

Wajah Ji Shuangni memerah padam seketika. Jantungnya berdegup kencang, campuran antara rasa takut, malu, dan kemarahan karena diperlakukan seperti wanita murahan di depan ratusan pasang mata, termasuk di depan putra mahkota, anak tertuanya yang kini mengepalkan tangan dengan wajah merah menahan amarah di kejauhan.

“Tentang itu...” Lumo melanjutkan, suaranya pelan dan serak, menyusup ke telinga Ji Shuangni. “Itu hanya ancaman kosong untuk suamimu. Aku ingin melihat seberapa besar dia mencintai nyawanya sendiri dibandingkan nyawa keluarganya. Ternyata dia sampah.”

Lumo menatap mata indah Permaisuri itu sejenak, seolah menikmati ketidakberdayaan wanita yang pernah menjadi orang paling berkuasa di Gizo ini.

“Jadi tidak perlu dipikirkan. Dan segera pergi dari Istana Yin ini sebelum aku berubah pikiran.”

Lumo melepaskan pinggang dan dagu Ji Shuangni dengan gerakan kasar, seolah membuang barang yang tidak menarik lagi. Ji Shuangni terhuyung mundur beberapa langkah, napasnya terengah-engah. Wajahnya masih merah, matanya berkilat basah karena penghinaan itu.

“Aku... Ji Shuangni, akan mengingat ini,” katanya dengan suara bergetar, mencoba mempertahankan sisa harga dirinya. Ia menatap Lumo dengan pandangan rumit, ada kebencian namun juga rasa terima kasih yang mendalam karena Lumo memegang janjinya untuk tidak membunuh. “Terima kasih telah bermurah hati membiarkan kami pergi.”

Ia berbalik, jubah putihnya berkibar. Dengan suara lantang dan penuh wibawa, ia memberi instruksi. “Semua keluarga kekaisaran! Perdana Menteri! Kemasi barang kalian! Kita pergi dari sini sekarang juga!”

Kerumunan itu bergerak cepat, panik bercampur lega. Namun di tengah hiruk pikuk itu, Qiumei tetap berdiri di tempatnya. Ia menatap Lumo dengan mata berbinar, sebuah tekad kuat terpancar dari sana.

“Tuan,” kata Qiumei tiba-tiba. “Hamba... hamba ingin tetap di sini.”

Lumo mengerutkan kening. “Kenapa? Kau bebas pergi.”

Qiumei menggeleng kuat. Ia langsung berlutut di depan Lumo. “Tidak. Hamba tidak punya keluarga di luar sana. Hamba dijual oleh paman hamba kepada Kaisar. Jika hamba ikut dengan rombongan Ratu, hamba hanya akan menjadi beban. Hamba... hamba ingin melayani Tuan. Hamba melihat kekuatan Tuan, dan hamba ingin belajar. Hamba memiliki bakat!”

Lumo menyipitkan mata. Ia mengaktifkan Mata Spiritualnya dan memindai tubuh Qiumei. Sesaat kemudian, alisnya terangkat sedikit. Ia melihat aliran Qi yang unik di dalam tubuh wanita ini. Itu adalah Konstitusi Roh Kayu Tersembunyi, sebuah bakat langka yang sangat cocok untuk teknik penyembuhan dan pendukung. Jika dipoles, wanita ini bisa mencapai ranah yang tinggi.

“Menarik,” gumam Lumo. “Ini seperti menemukan harta karun di tumpukan jerami.”

Ia menghela napas panjang. “Baiklah. Kau boleh tinggal. Tapi ingat, di sini kau bukan selir. Kau adalah pelayan. Jika kau memiliki kemampuan, aku akan mengajarimu sedikit tentang kultivasi.”

Mata Qiumei berbinar cerah. Ia bersujud dalam-dalam. “Terima kasih, Tuan! Hamba tidak akan mengecewakan Tuan!”

Sementara itu, keluarga Kaisar Tubo sudah berkumpul di tengah pelataran. Ji Shuangni mengeluarkan sebuah artefak berbentuk perahu kecil dari cincin penyimpanannya. Ia melemparkannya ke udara. Artefak itu membesar dengan cepat, berubah menjadi Kapal Terbang raksasa berwarna perak dengan ukiran naga yang kini tampak pudar.

Ratusan orang itu naik ke atas kapal dengan wajah tertunduk. Putra Mahkota, seorang pemuda berusia dua puluhan, menoleh ke belakang sebelum naik. Ia menatap Lumo dengan tatapan penuh kebencian yang dalam. Tangannya mengepal hingga kuku menancap ke daging. Dalam hatinya ia bersumpah, Suatu hari nanti... aku akan kembali dan memenggal kepalamu, Iblis Berambut Putih.

Lumo merasakan niat membunuh itu, namun ia hanya tersenyum tipis. Niat membunuh dari seekor semut tidak akan mengganggu tidur seekor naga.

Ketika kapal itu mulai mengambang, mesin spiritualnya bergemuruh rendah.

“Menunduklah!”

Suara Lumo meledak keras, bergema ke seluruh penjuru istana seperti guntur.

Sembilan gubernur dan puluhan ribu prajurit kekaisaran yang tersisa di sekitar istana tersentak. Tanpa ragu, mereka semua berlutut dan menundukkan kepala ke arah kapal terbang itu.

“Hormat kepada keluarga Kaisar!” teriak Lumo lagi.

Para prajurit dan gubernur mengikuti, suara mereka menggelegar. “Hormat kepada keluarga Kaisar!”

Itu adalah penghormatan terakhir. Sebuah cara Lumo untuk membiarkan mereka pergi dengan sisa martabat, sekaligus menegaskan bahwa era lama telah resmi berakhir dengan cara yang terhormat, bukan dengan pelarian pengecut.

Di atas kapal, Ji Shuangni dan beberapa tetua keluarga kerajaan meneteskan air mata. Mereka merasa tersentuh dengan tindakan Lumo ini. Namun bagi sebagian yang lain, seperti Putra Mahkota, ini terasa seperti ejekan terakhir.

Kapal terbang itu melesat ke udara, membelah awan, dan menghilang di cakrawala, membawa serta sejarah panjang Kekaisaran Gizo.

Setelah kapal itu hilang dari pandangan, Lumo berbalik menatap sembilan gubernur.

“Kalian. Bangunlah,” perintahnya. “Ayo kita pergi ke aula utama. Ada banyak hal yang harus dibahas tentang Kekaisaran Yin yang baru ini.”

Kesembilan gubernur itu bangkit serentak, wajah mereka serius dan penuh hormat. “Baik, Tuan!”

Lumo kemudian melirik ke samping, tempat dua pelayan yang sebelumnya melayaninya minum teh masih berdiri dengan canggung. Mereka tampak bingung harus berbuat apa setelah semua kekacauan ini.

“Kalian berdua,” panggil Lumo.

Kedua pelayan itu tersentak kaget, lalu buru-buru mendekat dan membungkuk. “Y... Ya, Tuan?”

“Siapa nama kalian?”

“Hamba Xiao Lan,” jawab yang satu.

“Hamba Xiao Cui,” jawab yang lainnya.

Lumo mengangguk. “Mulai sekarang, kalian bukan lagi pelayan biasa. Kalian diangkat menjadi Pelayan Pribadi Khusus untuk Kaisar Wanita Qingwan. Status kalian setara dengan pejabat tingkat tiga. Kalian akan melayani segala kebutuhan Kaisar Wanita dan hanya bertanggung jawab padanya.”

Xiao Lan dan Xiao Cui terbelalak. Mulut mereka terbuka lebar. Mereka hanyalah pelayan rendahan yang biasanya hanya menyapu lantai atau menyeduh teh. Diangkat menjadi pelayan pribadi Kaisar dengan status pejabat tingkat tiga adalah lompatan nasib yang bagaikan mimpi di siang bolong.

Mereka langsung jatuh berlutut, menangis haru. “Terima kasih Tuan! Terima kasih atas kemurahan hati Tuan! Kami akan melayani Yang Mulia Qingwan dengan nyawa kami!”

“Bagus,” kata Lumo. “Sekarang, pergilah ke kamar Fengyuan. Katakan pada Qingwan bahwa aku menunggunya di Aula Istana untuk rapat pertama. Dia tidak boleh terlambat.”

“Baik, Tuan!” Keduanya bangkit, menghapus air mata, dan berlari kecil menuju ke dalam istana dengan semangat baru.

Lumo kemudian berjalan menuju bangunan megah di pusat kompleks istana, diikuti oleh Qiumei yang berjalan di belakangnya dengan patuh, dan sembilan gubernur yang mengekor dengan langkah tegap.

Aula Istana Kekaisaran sangat megah. Pilar-pilar raksasa berwarna merah dan emas menopang atap yang tinggi. Di ujung ruangan, terdapat sebuah singgasana besar yang terbuat dari emas murni dengan ukiran naga dan phoenix yang saling membelit. Namun kini, aura ruangan itu terasa berbeda.

Lumo tidak duduk di singgasana itu. Ia berdiri tegak di samping kanan singgasana, posisi yang menunjukkan bahwa ia adalah pelindung dan kekuatan di balik tahta. Qiumei berdiri diam di belakang Lumo, kepalanya tertunduk hormat.

Sembilan gubernur berdiri dalam dua barisan di hadapan singgasana, menunggu dengan sabar.

Tak lama kemudian, pintu aula terbuka. Qingwan melangkah masuk. Ia telah berganti pakaian, kini mengenakan jubah biru tua yang lebih formal, meskipun belum mengenakan jubah kekaisaran resmi. Xiao Lan dan Xiao Cui berjalan di belakangnya.

Qingwan tampak gugup. Ia melihat singgasana besar itu, lalu melihat Lumo yang berdiri di sampingnya. Langkahnya sempat terhenti.

Lumo menatapnya, memberikan anggukan kecil yang menyemangati.

Qingwan menarik napas panjang, menguatkan hatinya. Ia berjalan perlahan, menaiki anak tangga menuju singgasana. Saat ia sampai di depan kursi emas itu, ia ragu sejenak, wajahnya memerah karena malu. Ia merasa kursi itu terlalu besar untuknya.

Namun ia akhirnya duduk.

Saat tubuhnya menyentuh singgasana, aura Nascent Soul tahap awalnya beresonansi dengan formasi di aula itu, memancarkan cahaya lembut yang membuatnya tampak agung dan suci.

“Hormat kepada Yang Mulia Kaisar Wanita!”

Sembilan gubernur serentak berlutut, suara mereka menggema di aula yang luas. “Semoga Kekaisaran Yin berjaya selamanya!”

Qingwan menggenggam lengan kursi erat-erat, mencoba menahan gemetar di tangannya. “Ber... berdirilah, para Gubernur.”

Mereka bangkit berdiri.

Lumo mengambil alih pembicaraan. Suaranya tenang namun mendominasi. “Hari ini kita akan membahas struktur dasar Kekaisaran baru ini. Aku ingin tahu kondisi menyeluruh dari wilayah ini.”

Ia menunjuk salah satu gubernur yang berdiri paling depan sebelah kiri, seorang pria paruh baya dengan jenggot rapi. “Kau. Jelaskan situasi geopolitik Negara Gizo saat ini.”

Gubernur itu maju selangkah, menangkupkan tangan. “Hamba Gubernur Provinsi Timur, bernama Zhang Wei. Hamba akan menjelaskan.”

Zhang Wei mengeluarkan sebuah peta gulungan dari lengan bajunya dan membentangkannya di udara dengan Qi-nya. Peta itu melayang di tengah aula, menampilkan topografi yang luas.

“Tuan Lumo, Yang Mulia,” mulai Zhang Wei. “Tanah yang kita pijak ini secara umum disebut Benua Selatan Kecil. Di dalam benua ini, Negara Gizo sebenarnya terbagi menjadi dua kekuatan besar sejak tiga ribu tahun lalu.”

Ia menunjuk area berwarna merah di peta. “Ini adalah wilayah kita, yang dulunya disebut Kekaisaran Gizo dan sekarang menjadi Kekaisaran Yin. Wilayah ini mencakup sepuluh provinsi, tanah yang subur, dan pegunungan yang kaya akan tambang mineral biasa.”

Kemudian jarinya bergerak ke arah utara peta, menunjuk area berwarna biru yang luasnya hampir sama.

“Dan ini... adalah Kekaisaran Wei. Mereka adalah musuh bebuyutan kita selama berabad-abad. Kekaisaran Wei dikuasai oleh Klan Wei yang sangat militan. Kekuatan militer mereka sedikit di atas kita, namun karena adanya Tujuh Naga Tersembunyi yang sekarang sudah tiada, mereka tidak pernah berani menyerang habis-habisan.”

Zhang Wei menatap Lumo dengan hati-hati. “Namun sekarang, dengan kematian Tujuh Naga Tersembunyi dan Tuan Utusan, kabar ini pasti akan segera sampai ke telinga Kaisar Wei. Mereka mungkin akan melihat ini sebagai kesempatan emas untuk menyerang.”

Qingwan mengerutkan kening, kecemasan terlihat di wajahnya. “Jika mereka menyerang... apakah kita bisa bertahan?”

Lumo tertawa kecil, suara tawa yang dingin. “Biarkan mereka datang. Justru itu akan menghemat waktuku untuk mencari mereka. Jika Kekaisaran Wei berani menginjakkan kaki di Kekaisaran Yin, aku akan menjadikan darah mereka sebagai sungai untuk menyuburkan tanah ini.”

Keyakinan Lumo membuat para gubernur merinding sekaligus lega. Memiliki monster seperti Lumo di pihak mereka adalah jaminan keamanan mutlak.

“Lanjutkan,” perintah Lumo.

“Selain dua kekaisaran ini,” Zhang Wei melanjutkan, “Ada beberapa sekte independen dan klan kecil yang tersebar di perbatasan. Namun mereka biasanya netral.”

Lumo mengangguk mengerti. “Bagaimana dengan struktur pemerintahan dalam negeri? Jabatan Perdana Menteri kosong setelah keluarga Kaisar pergi.”

Qingwan menatap para gubernur, lalu menatap Lumo. Ia teringat nasihat Lumo untuk memegang kendali. Ia menegakkan punggungnya.

“Mengenai posisi Perdana Menteri,” suara Qingwan terdengar lebih tegas kali ini. “Aku memutuskan untuk tidak mengangkat satu orang pun untuk saat ini.”

Para gubernur saling pandang dengan bingung.

“Kekuasaan Perdana Menteri akan dibagi dan dikembalikan kepada kalian, Sembilan Gubernur,” lanjut Qingwan. “Masing-masing dari kalian akan memiliki otonomi penuh untuk mengatur provinsi kalian, termasuk masalah perpajakan dan militer lokal. Kalian hanya perlu melapor langsung kepadaku setiap bulan. Namun sebagai gantinya, kalian bertanggung jawab penuh atas kesejahteraan rakyat di wilayah kalian. Jika ada kelaparan atau pemberontakan, kepala kalian yang menjadi jaminannya.”

Keputusan ini mengejutkan para gubernur, namun dalam arti yang positif. Selama era Kaisar Tubo, kekuasaan mereka sangat dibatasi oleh Perdana Menteri yang korup. Dengan keputusan Qingwan ini, kekuasaan mereka justru bertambah besar.

Wajah kesembilan gubernur itu berseri-seri. Ini adalah langkah politik yang cerdas. Dengan memberikan mereka kekuasaan lebih, Qingwan secara efektif membeli kesetiaan mereka tanpa perlu menggunakan rasa takut.

“Yang Mulia sangat bijaksana!” seru Gubernur Provinsi Selatan. “Kami menerima titah ini dengan sukacita! Kami akan bekerja keras membangun provinsi kami!”

Lumo menatap Qingwan dengan sedikit terkejut, lalu tersenyum tipis. Gadis ini... dia belajar dengan cepat, pikirnya.

“Bagus,” kata Lumo. “Urusan administrasi selesai. Sekarang, ada satu hal lagi yang lebih penting.”

Lumo melangkah maju, menatap peta yang masih melayang.

“Besok, aku akan mulai bergerak untuk memeriksa Segel Kuno yang menahan kultivasi di negara ini. Aku membutuhkan akses ke seluruh catatan sejarah kuno, perpustakaan rahasia setiap provinsi, dan lokasi-lokasi reruntuhan tua yang ada di wilayah kalian.”

Ia menatap tajam ke arah para gubernur.

“Siapkan semuanya. Aku ingin informasi lengkap di meja ini besok pagi. Apakah kalian mengerti?”

“Mengerti, Tuan!” jawab mereka serentak.

Rapat itu berlanjut hingga larut malam, membahas detail pertahanan perbatasan untuk mengantisipasi pergerakan Kekaisaran Wei, serta rencana pemulihan ekonomi pasca pergolakan istana. Di bawah bimbingan diam Lumo dan keputusan berani Qingwan, fondasi Kekaisaran Yin mulai terbentuk dengan kokoh di malam itu juga.

1
Didit Nur
ga ada adegan apa gitu dalam bak mandi 🤣
YAKARO: gak adalah😄
total 1 replies
Didit Nur
YUKARO, cuman 1 bab ? 😢
YAKARO: Nanti di up lagi. karena fokus ke Xu Hao sama Shanmu. yang ini jadi agak telat.
total 1 replies
Didit Nur
YUKARO 😢
Vino Karo
Kok jarang up ya disini 🙏
Didit Nur
YUKARO 🤗😘😘😘
Didit Nur
YUKARO sangat cerdas 😘
YAKARO: Terimakasih 🙏
total 1 replies
Vino Karo
Lumo sangat cerdik. menggunakan kesempatan untuk memperkuat diri 💪
YAKARO: Yoi. terimakasih🙏
total 1 replies
Vino Karo
proses pengobatan yang sangat sulit
Vino Karo
mantap lumo
Vino Karo
Ceritanya bagus, cukup memuaskan sejauh ini. perkembangan MC juga cepat, jadi GK ngebosenin. bintang lima thor 🤟
WaViPu
Up banyak thor
WaViPu
Mantap Lumo, kau paling best
Vino Karo
semakin menarik
WaViPu
Hahaa tetua nya aneh banget, Tiba-tiba pingin menjadi murid Lumo
Vino Karo
mantap lanjutkan
Don Pablo
Oke, Lumo mencoba bermain dengan api 🔥
Vino Karo
mantap thor. perkembangan nya cepat 💪
Vino Karo
wkwkwk. ngopo kui wedok an aneh 🤣
Vino Karo
mantap thor, gass terus
Adrian Koto
cerita kolosal ada nuansa misterinya 🙂👍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!