Mahren Syafana Khumairoh tidak pernah menyangka dalam hidupnya, jika pertemuannya dengan penyanyi religi —Laki Abrisan Gardia akan membawanya pada kekacauan tak berujung.
Berawal dari bantuan lelaki itu yang membawanya masuk ke dalam hotel, menjadi berita media yang tak ada habisnya. Ditambah sulutan amarah dari keluarga besar sang idola yang terus menuntut sebuah penyelesaian. Pada akhirnya membuat Laki dan Syafa menyepakati perjanjian dalam jalinan suci di luar nalar manusia normal.
Apakah keputusan yang mereka ambil mampu membebaskan mereka dari masalah? Atau malah semakin dalam menyiksa keduanya?
AWAS! ZONA BAPER!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alyanceyoumee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 31 SOP
"Apa?! Kita?! Apa maksudmu?! Aku tidak mau satu kamar, ya!" dengus Syafa.
"Idiih... Siapa juga yang minat?!" sewot Laki. "Ikuti saya!" perintahnya mengekang. Lalu menaiki tangga menuju tingkat dua.
Laki membuka pintu kamar. Lalu serentak Syafa mencebik saat menemukan foto-foto besar Laki yang berpose sok ganteng terpajang di dinding kamar.
"Ini kamar saya," ungkap Laki.
"Tidak kamu sebutkan juga, aku sudah tau. Orang dipenuhi fotomu," sahut Syafa.
"Kamar ku?" tanyanya.
"Gak sabaran banget sih. Sini!" ajak Laki dengan nada menekan.
Syafa mengikuti Laki memasuki pintu yang di dalamnya terdapat rentetan pakaian dari mulai kemeja, jas, hoodie, kaos, celana, sepatu, dasi, jam tangan, topi, sarung, baju koko, dan banyak lagi lainnya.
"Apa kamu buka toko pakaian di dalam rumah?" tanya Syafa sambil terus membuntuti Laki yang mengabaikan pertanyaannya.
"Apa kamu mau menyembunyikan aku di toko mu?" lagi-lagi Syafa bertanya.
"Tunggu, kenapa ada pakaian perempuan juga?" penasaran Syafa saat sorot matanya menemukan rentetan gamis, rok, pakaian kemeja, tunik-tunik, kerudung, sepatu perempuan, tas, dan lainnya. Semuanya bermerek dan mahal.
"Apa diwaktu-waktu tertentu kamu suka menggunakan pakaian perempuan? Astagfirullah..." cerocos Syafa.
Serentak Laki menghempaskan napas sebal sambil memutar tubuh menghadap Syafa yang berjalan tepat dibelakangnya.
Duk.
Tanpa sengaja Syafa menabrak dada Laki yang bidang.
"Oh, ma- af," gugup Syafa.
"Kenapa kamu banyak sekali bertanya? Apa kamu pikir pakaian wanita ini milik saya?" cecar Laki. Syafa diam, dia hanya membiarkan kelopak matanya berkedip. Sementara bagian dari dirinya yang lain diam tanpa melakukan apapun.
"Itu semua milikmu. Ami yang ngasih."
"Tapi aku tidak biasa memakai..."
"Tolong hargai pemberian Ami, Syafa. Dia sangat bekerja keras memilih semuanya. Dia berusaha mencocokan apa yang dia pilih sesuai dengan style kamu," potong Laki.
Syafa menunduk. Dia menarik napas panjang. Jujur, kebaikan Ami padanya malah membuat dia semakin merasa berdosa.
"Harusnya kamu bilang sama Ami untuk tidak terlalu baik padaku, Laki. Dia akan semakin terluka nanti." Kedua bola mata Syafa berkaca, menatap Laki yang tengah berbalik menatapnya.
"Makanya kamu pakai semuanya. Buat Ami bahagia, meskipun sementara. Mengerti!" titah Laki.
"Jangan menangis." Laki mengacak ubun kepala Syafa. Berusaha menenangkan hati Syafa yang gelisah. Kacaan air di mata Syafa membuat lelaki itu tau apa yang beberapa detik kemudian mungkin terjadi pada Syafa. Ya, menangis. Akhir-akhir ini Laki mulai tahu bahwa Syafa mudah sekali berderai air mata. Sementara Syafa, wanita itu mulai terbiasa dengan tingkah Laki yang selalu menenangkan hatinya dengan mengacak ubun kepala.
"Ayo. Ini kamar kamu." Laki membuka pintu yang tembus dari walk in closet. Dan Syafa menemukan kamarnya yang tidak kalah mewah dengan kamar Laki.
"Sengaja saya menyambungkan kamar kamu dan saya. Supaya kalau misalkan tiba-tiba ada kondisi mendesak, kita bisa menanganinya dengan mudah. Kamu bisa langsung lari ke kamar saya lewat walk in closet, kalau misalkan tiba-tiba ada Ami atau siapapun berkunjung ke sini. Mengerti?" jelas Laki.
Syafa mengangguk. Ya, ternyata Laki merencanakan semuanya sampai sematang itu.
"Kalau kamu mau ganti pakaian, kamu bisa kunci pintu yang tembus dari kamar saya. Biar saya tau kalau pintunya di kunci berarti ada kamu di dalam. Begitupun sebaliknya," lanjut Laki.
Syafa mengangguk sambil tersenyum. Saat itu dia merasa aman menitipkan dirinya pada Laki. Dia lelaki yang bisa dipercaya. Tepatnya, dia laki-laki yang sama sekali tidak tertarik padanya. Jadi..., aman.
Jarum pendek pada jam dinding menunjuk angka sebelas malam. Diluar sadar banyak sekali waktu yang mereka lewatkan. Syafa mulai berjalan meneliti kamar mandi. Sementara Laki masih berdiri di pinggir pintu walk in closet. Memperhatikannya.
"Apa pintu ini menuju balkon?" tanya Syafa.
"Hm," sahut Laki. Lalu lelaki itu mengikuti Syafa yang berjalan penuh antusias menuju balkon di luar kamar. Balkon tersebut merupakan balkon yang sama jika Laki keluar dari pintu kamarnya juga. Di bagian sisi dekat dinding kamar tertengger dua kursi bulat ber bantal empuk, berpasang dengan meja bulat. Di pojokan dekat kamar Laki terdapat satu kursi gantung ke atap balkon. Lalu pot-pot bunga yang subur dan terawat di pinggir kiri dan kanan balkon. Sementara bagian sisian tengah balkon, polos. Tidak ada yang menghalangi. Sepertinya sengaja, biar leluasa ketika ingin melihat ke bagian bawah gedung atau menikmati pemandangan di sebrang penthouse.
"Waah... Indah banget..." kagum Syafa sambil berjalan cepat ke pagar balkon. Sementara Laki yang berjalan di belakangnya serentak melebarkan langkah, dia was-was sendiri melihat Syafa yang terlalu excited.
"Jangan terlalu pinggir, Syafa..." sarannya dengan tangan kanan diposisi siaga untuk menarik Syafa. Bibir Laki menyabit. Dia turut bersyukur atas merasa terhibur nya Syafa saat itu.
Beberapa menit kemudian, Laki memerintah Syafa untuk kembali memasuki kamar. Ada hal lain yang harus diselesaikan malam itu juga. Itu sudah Laki rencanakan sejak jauh-jauh hari. Dan tidak bisa di tunda.
"Ini. Ambil ini dan duduk disana," perintah Laki sambil mengulurkan kertas dan ball point. Lalu menunjuk ke arah kursi dan meja rias. Syafa menurut. Tidak peduli otaknya bertanya-tanya karena tidak mengerti dengan tujuan yang Laki perintahkan, wanita itu hanya memilih melakukannya saja.
"Tulis. Judulnya, 'SOP Rumah Tangga.’" Syafa tidak langsung menurut. Dia malah balik bertanya.
"SOP? Standar Operasional Prosedur maksudnya?"
"Yap. Sama halnya seperti di sekolah, perusahaan, dan pabrik-pabrik, selalu ada SOP berbasis SNI nya bukan? Begitu juga rumah tangga kita. Harus ada SOP nya." Laki menjelaskan itu sambil duduk di atas ranjang yang katanya untuk Syafa.
Syafa menulis judul yang Laki sebut sambil cemberut. Oke, siap-siap saja Syafa. Ini secara tidak langsung dia mau mengatakan padamu selamat datang buruh, atau selamat datang babu Iroh! gerundel Syafa dalam hati.
"Hoaamm... Sudah?" tanya Laki. Dia mulai menguap sambil memeluk guling.
"Hm. Tapi tunggu. Apa maksudmu sekarang kita lagi nulis kontrak kerja? Seperti kawin kontrak, begitu?" penasaran Syafa.
Serentak Laki kembali terduduk. Dan menatap Syafa tajam. "Kawin kontrak, kawin kontrak. Saya menikahi mu resmi. Kalau saya mau menggauli kamu, sekarang juga bisa. Mau?!" kelakarnya.
Mendengar ucapan Laki tatap mata Syafa mengkilat tajam. "Kamu menakutiku," keluhnya.
Laki senyum tipis. Dia merasa lucu melihat Syafa yang so menatap galak, tapi gerak tubuh lainnya terlihat ketakutan.
"Tenang saja. Bagi saya sekarang, guling ini lebih menarik daripada kamu," ucap Laki sambil kembali memeluk guling.
"Lanjut nulisnya Iroh! Hoaaamm..." Laki menguap kembali.
"1. Selambat-lambatnya pulang adalah jam 9 malam, kecuali pergi bareng.
Tidak boleh tidur di luar rumah.
Selalu tampil romantis di depan umum," dikte Laki. Benerkan? Irohnya datang lagi.
"Hoaamm, di rumah teman juga tidak boleh nginep?" tanya Syafa. Ada yang bilang kalau nguap itu seperti aliran listrik, nyetrum. Maka saat itu Syafa membenarkannya. Setelah beberapa waktu lalu Laki menguap, kini dia pun mulai melakukan hal yang sama.
"Ya, tidak boleh," tegas Laki. Menginap di rumah temen malah lebih bahaya. Bagaimana kalau sampai keceplosan curhat tentang pernikahan mereka yang aneh. Tidak boleh.
"Kejam banget sih! Apa lagi?" tanya Syafa sambil menempelkan kepalanya di atas meja rias. Dia tidak tau bahwa Laki sudah mulai kelenyep-kelenyep tertidur.
"Kamu tambahin," titah Laki dengan suara yang hampir tak jelas. Dia benar-benar ngantuk.
"4. Tidak ada kontak pisik, seperti berpelukan, berciuman, dan bersetubuh." Samar Laki mendengar apa yang Syafa ucapkan. Tidak bisa, berpelukan dan berciuman mungkin suatu saat di butuhkan kalau di depan publik! Laki membantah point empat yang Syafa tulis. Dia merasa sudah menolaknya. Tapi, nyatanya dia hanya menolaknya dalam hati. Dia sudah tertidur lelap. Sama halnya dengan Syafa. Ball point di tangannya terjatuh ke lantai. Matanya mulai terpejam sambil duduk menelungkup pada meja rias.
Mereka tertidur pulas.
...🍃🍃🍃...
To be continued.
.
.
.
Alhamdulillah masih bisa terus update. Berkat dukungan temen-temen semua. Yu... Like komen ya... Sodakoh buat aku... Sehat-sehat semuanya 🥰
yang handsome pangeran kah?