Mungkin berat bagi wanita lain menjalankan peran yang tidak ia inginkan. Tetapi tidak dengan Arumi yang berusaha menerima segala sesuatunya dengan keikhlasan. Awalnya seperti itu sebelum badai menerjang rumah tangga yang coba ia jalani dengan mencurahkan ketulusan di dalamnya. Namun setelah ujian dan cobaan datang bertubi-tubi, Arumi pun sampai pada batasnya untuk menyerah.
Sayangnya tidak mudah baginya untuk mencoba melupakan dan menjalani lagi kehidupan dengan hati yang mulai terisi oleh seseorang. Perdebatan dan permusuhan pun tak dapat di hindari dan pada akhirnya memaksa seseorang untuk memilih diantara mereka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LaQuin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31. Haruskah Menyerah
Bab 31. Haruskah Menyerah
POV Arumi
"Dimas! Aku ingin bicara."
Aku terkejut melihat siapa yang datang pagi ini ke rumah kami. Renata, dia langsung turun dari mobilnya dan mengejar Dimas.
"Jangan menghindar! Beri aku waktu untuk bicara. Jika tidak, aku akan ikut terbang bersama mu!"
Dimas melihat arlojinya.
"Masuk ke mobil." Ucapnya pada Renata.
Darah ku berdesir mendengar jawaban Dimas. Ingin aku protes tapi mulut ini rasanya terkunci rapat. Kepercayaan diriku melemah. Mungkin Dimas masih ada rasa cinta pada mantan kekasihnya.
Sempat ku lihat Renata tersenyum puas melihat ke arahku sebelum dirinya masuk ke dalam mobil Dimas.
Hatiku teriris melihat mereka duduk bersama. Padahal aku menahan rindu beberapa hari belakangan ini. Tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa. Dimas sendiri pun tak menolak dan menyuruhnya masuk ke dalam mobil.
Renata menatap tajam padaku dari jendela yang terbuka. Aku hanya bisa memperhatikan mereka dari depan pintu rumah ini.
Mobil mulai bergerak meninggalkan halaman rumah, bersamaan dengan jatuhnya air mata ku tanpa diminta.
Berat, sesak. Seperti pungguk merindukan bulan. Ku balikan badan ku kemudian masuk ke dalam rumah dan menutup pintu. Rasanya aku ingin pergi menenangkan jiwa ini.
Terpikir tempat yang ingin aku kunjungi adalah rumah ke dua orang tuaku. Tanpa harus bercerita masalah yang menimpa ku, bukankah aku bisa mengobrol yang lain bersama orang tuaku?
Ku tepis air mata di pipi. Ku naikin tangga satu persatu. Lalu membersihkan diri di kamarku.
***
"Pak, bisa antar saya ke rumah orang tua saya?"
"Bisa Bu. Mari saya antar."
Pak Hasan dengan sigap masuk ke dalam mobil begitu aku sudah duduk manis di dalamnya. Kami pun berangkat menuju ke rumah orang tua ku.
Rumah tampak sepi, sepertinya Bapak sudah pergi ke toko. Ya, setelah mendapat gaji dari Dimas pertama kali, aku rutin memberikan hampir seluruhnya kepada orang tuaku untuk membangun usaha baru mereka.
Kini kami sudah punya sebuah toko kelontong di dekat area pasar tradisional. Dari hasil toko itu, Bapak mulai menabung sedikit demi sedikit. Dan kehidupan ekonomi yang sempat susah bahkan untuk makan pun sulit, kini mulai teratasi.
"Assalamualaikum..."
"Wa'alaikumsalam..., loh Rum? Kamu dengan siapa?"
Sedikit terkejut namun terlihat bahagia ibuku menyambut kedatanganku.
"Di antar Pak Hasan Bu. Bapak sudah ke toko?" Jawabku sembari mencium punggung tangan ibuku dan memeluknya sesaat.
"Oh, ya sudah. Ayo, masuk. Kamu sudah sarapan Rum? Pas Ibu lagi masak masakan kesukaan kamu hari ini."
"Sudah Bu, tadi sama Dimas."
"Oh, ya. Dimana Dimasnya?"
"Dimas dinas keluar kota Bu. Dia sibuk akhir-akhir ini. Ibu masak apa, kesukaan Arumi kan banyak?"
Segera ku alihkan pembicaraan, agar aku tidak kelihatan sedih membahas Dimas di depan Ibu.
"Sayur asem lengkap sama tahu, tempe dan ikan asinnya. Ayo, makan..."
"Tadi sih sudah makan, tapi sedikit deh. Enak kayaknya."
Aku berusaha menjadi menghibur diri. Tadi aku sudah sarapan bersama Dimas. Meski tidak berselera, aku makan sedikit untuk menemaninya sarapan.
Dan kini tidak ingin melihat wajah ibuku kecewa, aku akan makan sedikit masakannya. Ibuku pun mengambilkan piring untukku. Dan kami pun makan bersama.
"Toko Bapak gimana Bu?"
"Alhamdulillah. Meski keuntungan tidak banyak, tetapi pemasukan selalu ada. Semua berkat kamu, yang telah membantu Bapak mu."
"Arumi tidak melakukan apa-apa Bu. Hanya bantuan yang tidak seberapa. Bapak lah yang bekerja keras untuk mendapatkan hasilnya."
"Kamu memang anak yang baik. Selalu mau membantu orang tua sejak dulu. Terima kasih Nak. Ayo, kita makan."
"Iya Bu."
Saat sedang makan sambil mengobrol ringan, Bapak tiba-tiba pulang dengan wajah merah dan tubuh gemetar.
"Loh, Pak? Kok sudah pulang? Bapak kenapa?"
"Kita jual saja rumah ini."
Aku berdiri dan ibuku pun ikut berdiri. Serempak kami melepaskan sendok yang kami pegang.
Ada apa ini?! Apa yang terjadi dengan Bapak?
"Kenapa mendadak mau di jual Pak? Ada apa sebenarnya?" Tanyaku yang sudah tidak tahan dengan rasa ingin tahu ku.
Bukannya menjawab, Bapak malah menatapku sendu. Tatapannya begitu terlihat sedih dan pilu.
"Maafkan Bapak Rum, semua ini karena sebodohan Bapak."
Aku cepat menggeleng dan mendekat pada Bapak. Ku genggam tangan yang mulai keriput itu dan mencoba memberikannya ketenangan lewat tanganku.
"Jangan bicara seperti itu Pak. Ada apa Pak? Kenapa Bapak sampai ingin menjual rumah ini?" Tanyaku, lembut.
"Wisnu datang dan meminta uang yang pernah dia bayarkan untuk melunasi utang-utang Bapak. Dia meminta untuk segera di kembalikan. Jika tidak, dia akan membuatmu bercerai dengan Dimas."
Bisa kurasakan, suara Bapak bergetar. Entah itu menahan marah atau sedih, atau mungkin keduanya. Dan aku sendiri, mendadak kaki ini lemah seperti tak bertulang, lemas. Tidak menyangka paman akan memberi tahu kedua orang tuaku secepat ini.
Mataku mengembun. Perasaan sedih yang sudah ku coba tutupi sejak tadi tak bisa lagi ku tahan sehingga aku pun menangis.
"Jahat sekali Wisnu! Saudara seperti apa yang tega melakukan hal seperti dia?! Padahal dia sendiri yang meminta bantuan dan menawarkan untuk melunasi hutang. Tapi dia sendiri yang mengingkari janjinya!"
Cerca ibuku yang sangat marah. Bahkan Bapak tak bisa membela prilaku adik kandungnya sendiri, dan tertunduk marah bercampur kecewa dan mungkin rasa bersalah.
Kenapa? Padahal aku baru saja ingin memulai dan ingin bahagia. Baru juga aku merasakan pertama kali jatuh cinta, dan itu kepada suamiku sendiri. Tapi kenapa? Kenapa masalah yang hampir sama terus datang di hidupku. Haruskah aku berpisah lagi?
"Jual saja rumah ini!" Tekad Bapakku.
"Lalu Bapak dan Ibu mau tinggal dimana? Tidak! Jangan jual rumah ini." Aku menghela napas panjang sebelum berbicara lagi. "Biar aku saja yang berpisah dengan Dimas. Karena sedari awal pun, dia memang kekasih Renata."
Aku memejamkan mata atas keputusanku. Ini berat, tapi ini yang terbaik dari pada orang tuaku yang harus tidur di jalanan.
Kami bukan orang kaya. 1,3 M itu luar biasa banyaknya. Bangunan toko hanya sewaan, tabungan di bank hanya beberapa juta saja. Bahkan di tambah penjualan rumah ini pun kurasa nominalnya masih jauh mendekati angka 1,3 M. Jadi menjual rumah bukan pilihan yang tepat saat ini.
"Kamu sudah gagal dalam menikah, dan itu karena kesalahan Bapak. Sekarang kamu harus gagal lagi dan itu karena Bapak."
Rasanya sesak melihat Bapak menyalahkan dirinya sendiri. Bapak adalah orang yang selalu melindungi keluarga dan bertanggung jawab pada kami. Dia selalu berusaha membahagiakan kami. Tidak mungkin aku membiarkan orang tuaku menyalahkan diri sendiri atas apa yang dia sendiri tidak tahu akan terjadi hal seperti ini. Aku menyayangi mereka, dan akan selalu menyayangi jika pun mereka melakukan kesalahan terhadap ku.
"Tidak. Ini bukan salah Bapak. Tidak ada orang tua yang ingin membuat nasib anaknya menjadi. Ini hanyalah cobaan, yang Arumi yakini akan ada saatnya berakhir dan indah pada waktunya. Arumi tidak akan menyesal atas keputusan yang Arumi buat. Arumi ingin Bapak dan Ibu bahagia di hari tua. Soal jodoh, Arumi masih muda. Biarlah waktu yang menjawab semuanya. "
Bapak menangis, disusuli ibu. Dan aku pun tak kuasa menahan, akhirnya ikut menangis dan berpelukan bersama mereka.
Bersambung...
Jangan lupa dukung Author dengan like dan komen ya, terima kasih 🙏😊
apa ini... jgn bilang ini akal2an renata n mau jebak dimas.. mau bikin huru hara itu kayaknya si ulet bulu🙄🙄🙄 moga arif bisa nolong dimas andai semua ini jebakan si renata
mom...aku terkontaminasi ini..🙃🙃🙃🙃🙃🙃🙃