Alea Permata Samudra, atau yang akrab di sapa Lea. Gadis cantik dengan kenangan masa lalu yang pahit, terhempas ke dunia yang kejam setelah diusir dari keluarga angkatnya. Bayang-bayang masa lalu kehilangan orang tua dan mendapatkan perlakuan buruk dari keluarga angkatnya.
Dalam keterpurukannya, ia bertemu Keenan Aditya Alendra, seorang mafia kejam, dingin dan anti wanita. Keenan, dengan pesonanya yang memikat namun berbahaya, menawarkan perlindungan.
Namun, Lea terpecah antara bertahan hidup dan rasa takut akan kegelapan yang membayangi Keenan. Bisakah ia mempercayai intuisinya, atau akankah ia terjerat dalam permainan berbahaya yang dirancang oleh sang mafia?
Bagaimana kehidupan Lea selanjutnya setelah bertemu dengan Kenan?
Langsung baca aja kak!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon riniasyifa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31 Kedatangan keluarga Samudra
Di depan ruang IGD Rumah Sakit Alendra, Satria dan Sesil berdiri cemas, menunggu kabar tentang Lea. Napas mereka terasa berat, sementara suara langkah perawat dan suara alat medis terdengar samar dari balik pintu.
Ken berjalan mondar-mandir dengan wajah penuh kecemasan, matanya merah dan berkaca-kaca. Ken yang biasanya dingin dan cuek kini terlihat rapuh Ia mencoba menenangkan diri, tapi kegelisahannya sulit disembunyikan.
“Ken, duduk dulu, jangan mondar-mandir terus,” tegur Satria lembut, mencoba menenangkan Bos sekaligus i
sahabatnya.
Ken menatap tajam ke arah Satria. “Gue gak bisa tenang, Sat. Selama Lea belum baik-baik saja, gue gak bakal tenang,” jawabnya dengan suara serak.
Melihat kerapuhan Ken, Satria segera merangkulnya, memberikan dukungan tanpa kata.
“Aku tahu kamu khawatir. Aku juga. Tapi kita harus kuat demi Lea. Serahkan semuanya pada yang di atas dan para dokter. Mereka pasti melakukan yang terbaik,” ucap Satria menenangkan.
Ken menghela napas panjang, perlahan menenangkan diri. Satria menuntun Ken duduk di kursi tunggu.
Di samping mereka, Sesil duduk dengan kepala tertunduk, kedua tangan tergenggam erat. Matanya sembab, bajunya masih berbekas noda darah yang mulai mengering. Ia terus berdoa dalam hati, berharap Lea bisa melewati masa kritis ini.
Ken menoleh ke arah Sesil yang duduk tepat di samping Satria. Dengan suara pelan, ia berkata,
“Sesil, lebih baik kamu pulang dulu, ganti pakaian, bersihkan diri.”
Sesil menatap Ken sekilas, lalu menunduk lagi. “Aku mau jaga Lea,” jawabnya tegas.
Ken melirik Satria, yang langsung mengerti maksudnya.
“Nona Sesil, kamu harus ganti baju dulu. Ayo ikut aku,” ucap Satria dengan nada lembut.
Sesil menatap Satria sesaat, kemudian mengangguk.
“Baik lah, tapi jangan suruh aku pulang sebelum dapat kabar baik tentang Lea,” tegas Sesil.
Satria dan Ken saling bertukar pandang, lalu mengangguk setuju.
“Baiklah, Nona. Kita cari baju ganti dulu, nanti kita kembali ke sini,” kata Satria sambil menarik pelan lengan Sesil.
Setelah mereka pergi, Ken mengeluarkan ponselnya dan segera menghubungi Mami Monica. Suara dering terdengar beberapa kali sebelum akhirnya tersambung.
“Mami, Lea kecelakaan. Sekarang dia ada di Rumah Sakit Alendra,” ujar Ken dengan suara berat.
“Jangan bercanda, Ken!” suara Mami Monica penuh kekhawatiran.
“Aku serius, Mam. Cepat ke sini dan tolong sebarkan ke siapa saja yang bisa donor darah tipe AB- segera,” pinta Ken dengan tegas.
“Jadi Lea benar-benar di rumah sakit dan butuh donor darah sekarang?” suara Mami Monica mulai panik.
“Iya, Mami. Cepatlah datang,” jawab Ken.
“Baik, kamu tenang dulu ya. Mami segera berangkat,” ucap Mami Monica.
Ken mengakhiri panggilan dan menarik napas dalam-dalam, berusaha menguatkan diri.
***
Di mansion Alendra, suasana yang sebelumnya hangat dan penuh keharuan karena kedatangan keluarga Samudra tiba-tiba berubah menjadi tegang saat Mami Monica menerima kabar dari Ken. Wajahnya yang cerah mendadak berubah panik, matanya berkaca-kaca.
“Ada apa, Mi?” tanya Papi Arga, melihat perubahan raut wajah istrinya dengan cemas.
Mami Monica menarik napas dalam-dalam, lalu berkata dengan terburu-buru, “Pi, Lea kecelakaan. Sekarang kondisinya kritis dan dia butuh donor darah AB negatif segera,” tanpa menunggu jawaban, ia berlari kecil menuju kamar dan tak lama keluar membawa tas kecil miliknya.
Daddy Arya dan Mami Alesyha yang mendengar kabar itu ikut panik. Entah mengapa, dada mereka terasa sesak, seolah beban berat menghimpit hatinya.
“Apa Lea yang kalian maksud itu… Alea Putri kami?” suara Daddy Arya bergetar, matanya mulai berkaca-kaca. Sementara itu, Mami Alesyha sudah menangis dalam diam, dipelukan Alex.
Alex mencoba menenangkan ibunya meski hatinya sendiri dipenuhi kecemasan. Selama ini ia sangat merindukan adiknya, dan kini ketidakpastian ini membuatnya semakin gelisah. Namun, mereka semua yakin dengan apa yang telah didengar dari Papi Arga.
“Ya, Arya. Kita harus segera ke rumah sakit. Dia pasti sangat membutuhkan kalian sekarang. Aku yakin kalian bisa menolong calon menantuku,” kata Papi Arga dengan suara tenang namun penuh tekad, mencoba menguatkan semuanya.
Mami Monica menggenggam tangan sahabatnya, Mami Alesyha, dengan lembut.
“Aku yakin Lea akan baik-baik saja,” ucapnya pelan, matanya masih berkaca-kaca.
Mami Alesyha menghapus air matanya dengan cepat dan menatap suaminya penuh keyakinan.
“Kamu benar, Mon. Putriku pasti kuat,” jawabnya mantap.
“Ayo kita berangkat sekarang,” ujar Daddy Arya sambil melangkah cepat menuju pintu keluar, diikuti oleh Papi Arga, Mami Monica, dan Alex.
Mereka memutuskan untuk menggunakan satu mobil agar perjalanan lebih cepat. Alex duduk di kursi pengemudi dengan wajah serius, Papi Arga duduk di sampingnya, sementara Mami Alesyha, Mami Monica, dan Daddy Arya duduk di belakang.
Sepanjang perjalanan, suasana hening. Masing-masing tenggelam dalam pikiran dan doa, berharap Lea bisa melewati masa sulit ini.
Setibanya di Rumah Sakit Alendra, mereka segera turun dan berjalan cepat memasuki gedung. Aroma antiseptik dan suara langkah kaki bergema di lorong yang dingin.
Para perawat dan dokter yang berpapasan dengan Papi Arga menyapa dengan hormat, mengenali pemilik rumah sakit itu.
Tap! Tap! Tap!
Suara langkah kaki mereka bergema semakin dekat ke ruang IGD tempat Lea dirawat.
Ken yang sedang duduk di depan ruang IGD langsung mendongak saat melihat rombongan itu berhenti di hadapannya.
“Papi?” Ken terkejut melihat Daddy Arga dan keluarga Samudra berdiri di depannya. Ken belum tahu bahwa Papi Arga sudah kembali dan membawa serta keluarga Samudra. Bahkan Papi Arga belum sempat mengabari Ken karena baru tiba di mansion dua jam sebelumnya.
“Hm, bagaimana keadaan mantu Papi?” tanya Papi Arga dengan nada khawatir.
“Lea masih di dalam, sedang menjalani transfusi darah,” jawab Ken singkat.
“Siapa yang mendonorkan darah untuk Lea?” tanya Daddy Arya, matanya menunjukkan rasa penasaran. Ia tahu darah keluarga mereka sangat langka.
Ken menoleh ke arah Bima yang terduduk tenang, wajahnya sedikit pucat, menatap ke arah mereka.
“Bima, teman sekolah Lea, dia juga yang membawa Lea ke sini,” jelas Ken jujur.
Semua mata langsung beralih pada sosok Bima yang ternyata juga sedang memperhatikan mereka.
Deg!
Mami Alesyha merasakan perasaan yang aneh saat pandangannya bertemu mata hitam legam milik Bima, tanpa di perintah Mami Alesyha melangkah pelan mendekati Bima, lalu memeluk lembut tubuh Bima.
"Terima kasih, Nak!" ucapnya tulus sementara Bima yang terkejut tak bereaksi ia terlihat menikmati pelukan hangat Mami Alesyha.
"Kenapa aku merasa nyaman ya, dalam pelukan ibu ini?" Batin Bima.