Kumpulan Cerita Pendek Horor
Tidak terlihat bukan berarti tidak ada. Mereka selalu memperhatikan kita, setiap waktunya. Tidak peduli itu pagi, siang, sore, atau malam. Selama 24 jam kita hidup bersama mereka.
Jangan merasa tenang ketika matahari masih muncul di hadapan kita. Mereka tetap akan memberitahu jika mereka ada, walaupun ketika matahari masih bertugas di langit atas. Bukan hanya malam, mereka ada setiap waktunya. 24 jam hidup berdampingan bersama kita.
Mereka ada, melakukan kegiatan layaknya manusia. Mereka bisa melihat kita, tetapi kita belum tentu bisa melihat mereka. Hanya ada beberapa yang bisa merasakan kehadiran mereka, tanpa bisa melihatnya.
Apa yang akan kamu lakukan, jika kamu bersama mereka tanpa sadar. Apa yang akan kamu lakukan, jika mereka menampakkan dirinya di depan kamu. Mereka hanya ingin memberitahu jika mereka ada, bukan hanya kita yang ada di dunia ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ashputri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
30. Jangan Sompral!!
"Cape ya? Lo sih gak pernah olahraga, senam gitu aja cape."
"Gak gitu."
"Kita jadi ke Citiisnya?" tanya Kinan pada yang lain.
"Jadi, mumpung gak ada proker," jawab Fadlan seraya masuk ke dalam posko KKN.
"Mandi gak kita?"
"Gak usah, di sana kan sekalian mandi."
"Iya sih."
"Nah kan udah pada selesai," ucap Rahma yang baru saja keluar dari dalam dapur.
"Kenapa?" tanya Tita pada Amel.
Rahma menggelengkan kepalanya pelan, "gapapa."
"Berangkat sekarang aja," ucap Yudi yang baru masuk ke dalam posko.
"Ke mana?" tanya Rahma bingung.
"Ke Citiis. Ayo Rah, ikut," ajak Tita seraya menarik kopernya dari kamar.
Rahma menghela napas pelan, "gak ngasih tau dari tadi, gue udah mandi."
"Gapapa, nanti liat aja. Gue juga gak niat buat berenang kok," balas Yudi.
"Ya udah bentar, gue ganti baju dulu." Rahma langsung masuk ke dalam kamar untuk mengganti baju.
"Udah belum?" tanya Kinan yang membawa satu tas kecil berisi pakaian.
"Udah," jawab Tita dengan tas biru yang berada di tangannya. Ia melangkah ke arah Yudi yang memainkan ponselnya, "gue sama lo ya Yud naik motornya."
"Hm." Yudi menganggukkan kepalanya mengerti.
Setelah beberapa menit bersiap-siap, mereka segera pergi menuju tempat tujuan. Dengan Rahma yang naik motor bersama Fadlan, Tita bersama Yudi, Kinan bersama Refa, dan yang lainnya mengikuti beberapa pemilik motor.
Mereka segera berangkat menuju Citiis, tempat pemandian air hangat di kaki gunung Galunggung. Hari Minggu ini tidak ada proker KKN yang harus dikerjakan. Jadi mereka memutuskan untuk pergi ke Citiis mengisi waktu luang.
"Jangan sompral lo di sana," ucap Tita pada Yudi dari belakang.
"Lo juga, suka keceplosan lo tuh," balas Yudi.
Tita tertawa kecil seraya menepuk bahu Yudi dengan pelan, "gak, tenang aja."
Tita menoleh ke arah belakang, teman-temannya yang lain mengikuti dengan motor masing-masing. Lalu ia kembali menatap ke depan, ada dua motor dengan empat temannya yang berada di motor tersebut.
Motor mereka mulai memasuki daerah dengan kondisi jalan yang berbatu. Semua kendaraan yang melewati jalan tersebut harus ekstra berhati-hati. Selain itu, tempat tujuan terdapat di kaki gunung Galunggung. Kondisi jalan selain tidak rata karena berbatu, juga terlihat menanjak yang cukup ekstrim.
Sesekali mereka harus berhenti untuk menunggu teman mereka yang tertinggal. Beberapa kondisi motor juga harus diperhatikan dengan baik, karena sesekali tidak kuat untuk menanjak.
"Jalannya parah banget, encok anjir pinggang gue," ucap Yudi seraya memegang pinggangnya.
Plakk
"Aduh."
"Lo yang sompral, bukan gue," ucap Tita dengan sinis.
Yudi tertawa kecil dengan ucapan Tita. Lalu ia kembali melajukan motornya menuju tempat tujuan yang ada di depan.
"Nanjak lagi, kita tempat yang di atas. Sepi."
Yudi menganggukkan kepalanya mengerti lalu mengikuti teman-temannya yang lain. Jujur ia tidak hapal setiap tempa wisata di kota tersebut. Ia merantau dan asli Jakarta, sama dengan Tita di belakangnya. Sesekali Tita dan Yudi saling bertanya karena mereka sama-sama tidak tahu apa yang mereka lihat.
"Parkir di sini aja."
Yudi mengangguk mengerti, ia menoleh ke belakang saat Tita menepuk bahunya, "kenapa?"
"Gue turun di sini aja, nanti gue tunggu sama yang lain di sana," ucap Tita seraya menunjuk teman-temannya berada.
"Iya."
Tita langsung turun dari motor dan melangkah mendekat ke arah teman-temannya yang lain. Ia mengusap pinggangnya yang terasa sakit karena menaiki motor Yudi yang cukup besar, "pinggang gue."
"Pinggang orang tua sih lo. Umur boleh muda, tapi pinggang tua," ucap Lia.
Tita berdecak dengan sebal dan menatap sinis Lia, "sialan lo."
"Anjir Tita," umpat Rahma. Ia menggelengkan kepalanya dengan heran. "Gak boleh ngomong kasar, kita di gunung," ucapnya.
"Lo juga tadi mengumpat Ma, kasar juga," balas Lia memberitahu.
Rahma tertawa kecil seraya menepuk bahu Lia pelan, "sorry."
"Ayo."
Tita, Rahma, Lia, dan Kinan menganggukkan kepalanya mengerti. Mereka langsung mengikuti jalan setapak untuk menuju tempat tujuan. Ada dua kolam yang ada di sana, pertama ada di bawah dan itu sangat ramai, lalu kedua ada di atas dan itu tidak terlalu ramai. Mereka memiliki tempat paling atas untuk mendapatkan ketenangan dan jauh dari memancing emosi.
"Airnya seger dah."
"Makanya Ta, enakan hidup di sini daripada di Jakarta."
Tita berdecak sebal, "tetep Jakarta lah. Mau lo sandingin sama kota mana pun. Lagian di Jakarta tempat gue lahir, tempat gue tinggal, dibesarin di sana, temen-temen sekolah gue di sana. Yaa tetep nomor satu di hati gue," jelasnya.
"Najis lo."
"Tai."
"Menurut lo ada monyet gak di sini?" tanya Fadlan pada teman-temannya.
"Ada, karena ini jatuhnya hutan. Jangan norak gitu deh, lo kan di Bogor juga banyak monyet," ujar Fahmi pada Fadlan.
"Siapa monyetnya? Lo?"
"Sialan."
"Sampai."
Sesampainya di tempat tujuan mereka langsung mencari satu pendopo untuk beristirahat. Empat orang memilih untuk tidak ikut berenang, sisanya langsung berganti baju dan merendamkan tubuhnya pada air hangat.
Suara-suara hewan buas dari dalam hutan terdengar di telinga mereka. Langit yang terlihat mendung dengan angin yang berhembus dengan kencang membuat suasana semakin sepi di tempat tersebut.
"Nanti malem jadi rapat proker?" tanya Rahma pada Yudi selalu ketua kelompok KKN.
Yudi menganggukkan kepalanya pelan, "jadi."
Rahma menganggukkan kepalanya mengerti, ia menatap sekitarnya yang terlihat sepi. Angin terus berhembus dengan kencang, sesekali bunyi guntur terdengar oleh mereka.
Beberapa teman mereka langsung naik untuk mengambil baju ganti. Lalu langsung berlari menuju kamar mandi yang berada di bagian belakang kolam.
Suara-suara hewan di dalam hutan kembali terdengar. Teriakan-teriakan dari monyet liar yang berada di hutan terdengar cukup nyaring. Beberapa menit mereka menikmati pemandangan yang cukup sepi itu, sampai akhirnya Yudi beranjak dan berbicara pada teman-temannya yang tersisa di kolam untuk segera selesai.
"Anjing emang si Fadlan," ucap Yudi kesal saat balik ke pendopo.
"Kenapa?" tanya Rahma bingung.
"Songong banget, minta gue pukul."
Rahma menggelengkan kepalanya, ia berdiam diri seraya memainkan ponselnya. Sesekali menoleh ke bagian samping pendopo yang terdapat lapangan luas, sungai kecil, dan hutan.
"Kenapa?" tanya Yudi yang melihat gelagat Rahma.
"Gak, gapapa."
Beberapa menit mereka menunggu, beberapa teman sekelompok yang memutuskan untuk berenang telah selesai semua. Mereka langsung beranjak untuk segera pulang dan kembali ke posko KKN. Apalagi mereka harus segera memasak makan malam dan melanjutkan kegiatan rapat.
•••
Malamnya setelah mereka selesai makan malam, langsung berdiam diri di ruang tamu. Ica yang baru saja datang dari rumahnya menyandarkan tubuhnya di sofa.
"Kalian tadi beneran ke Citiis?" tanya Ica pada teman-temannya.
"Iya."
"Parah ih gak ngajak."
Kinan duduk di samping Tita, ia terdiam cukup lama dan memegang bahunya yang terasa pegal. Sesekali ia meringis karena rasa sakit di tubuhnya terasa jelas.
"Kenapa?" tanya Tita pada Kinan yang meringis kesakitan.
"Sakit," jawab Kinan singkat.
"Sakit kenapa?"
Kinan menggelengkan kepalanya pelan, "gak tau, setelah kita keluar dari belokan Citiis itu. Badan gue langsung sakit semua," jelasnya.
"Kebentur kali," ucap Ica.
"Gak."
Ica menganggukkan kepalanya mengerti, "gue juga berasa hawanya beda banget pas masuk posko," ucapnya memberitahu.
"Beda kenapa?" tanya Tita.
Ica menggelengkan kepalanya pelan, "gak tau." Lalu ia beranjak dari sofa, "gue mau ke kamar belakang dulu." Setelah itu Ica langsung menuju kamar belakang yang terlihat sepi.
"Ayo rapat!!" teriak Yudi.
"Sebentar!! Masih makan!!"
Brukk
Suara seseorang jatuh terdengar dengan kencang. Beberapa orang yang berada di dekat sumber suara langsung beranjak menuju kamar belakang.
"ICA!!"
Semua orang langsung menghampiri Ica yang tidak sadarkan diri. Mereka menggotong Ica menuju ruang tamu agar mendapatkan udara segar. Ketika semuanya sedang fokus pada Ica yang tidak sadarkan diri, tiba-tiba saja Kinan menangis histeris.
Semuanya langsung menoleh bingung dan melihat Kinan yang berlari menuju kamar belakang. Ica yang tidak sadarkan diri tiba-tiba menangis dengan kencang, sama seperti Kinan.
"Pada kenapa sih ini?"
"Fadlan sama Fahmi coba panggil kak Asep, minta bantuan ke dia," ujar Yudi pada kedua temannya.
Fadlan dan Fahmi menganggukkan kepalanya mengerti dan langsung berlari keluar. Ica serta Kinan masih menangis dengan histeris. Beberapa perempuan yang berada di dalam posko memilih menghindar agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan.
Beberapa menit kemudian kak Asep, salah satu warga lokal desa tersebut datang. Ia datang bersama ketua RT dan langsung membantu Ica serta Kinan yang terus menangis dengan histeris. Sesekali Kinan melawan dengan berteriak, mencakar, dan mendorong beberapa orang yang ingin membantunya.
Keadaan posko mulai memanas ketika Ica kembali tidak sadarkan diri. Sedangkan Kinan masih terus mengamuk dan menangis histeris. Beberapa mahasiswa KKN yang lain kembali keluar dan memanggil tokoh agama di desa tersebut.
Satu jam kemudian keadaan mulai normal dengan beberapa orang yang terluka dan terdapat bekas cakaran. Mereka terdiam saat kak Asep menatap mereka satu persatu.
"Kedua teman kalian nanti tidur di rumah pak RT," ucap kak Asep seraya menatap mahasiswa KKN yang terdiam. "Saya gak tau mereka kenapa bisa begitu."
"Tadi yang masuk ke tubuh Kinan bukan penunggu desa sini. Kalian abis darimana?" tanya ketua RT.
"Abis dari Citiis Pak," jawab Yudi pelan.
Kak Asep menghembuskan napasnya pelan, "kalian istirahat, banyak-banyak berdoa. Saya gak tau apa yang kalian lakuin di Citiis tadi," ujarnya lagi.
"Emang kenapa Kak?" tanya Tita ingin tau.
"Ada yang ikut kalian dari Citiis, dan dia nempel ke badan Kinan serta Ica."
•••