Mengisahkan seorang gadis desa rupawan, Ling Yi bamanya, yang mendadak kehilangan kebahagiaannya akibat suatu bencana tak terduga.
Bukan karena musibah, melainkan karena peristiwa kebakaran yang di sengaja oleh pasukan jahat dari suatu organisasi rahasia.
Di saat itu pula, Ling Yi juga menyadari bahwa ia memiliki suatu keistimewaan yang membuat dirinya kebal terhadap api.
Malam itu, kobaran api yang menyelimuti rumah mungilnya pun menjadi saksi bisu untuk segala kepedihan, kesedihan, amarah, serta kebencian yang mengalir di dalam tekadnya untuk membalaskan dendam.
"Aku bersumpah! Suatu hari nanti, akan ku habisi mereka semua dengan apiku sendiri!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SSERAPHIC, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tatapan Sengit
Yan Cheng menoleh menghadap Ning Ning, menatap gadis itu dengan perasaan tak percaya.
"Mei Ning? J-jadi, itu kamu?"
"K-kenapa? Kenapa tuan bisa tau nama asliku? A-apakah, tuan mengenalku?" sahut Ning Ning, seusai membenarkan pakaiannya yang sebelumnya sempat terbuka.
Mei Ning, sebenarnya adalah nama asli dari Ning Ning. Namanya berganti semenjak ia di adopsi dari panti asuhan, oleh orangtua angkatnya. Dan sebelumnya, Yan Cheng dan Mei Ning adalah sahabat baik, yang di besarkan panti asuhan yang sama.
Layaknya seorang kakak adik kandung, Ning Ning, Yan Cheng, dan juga kakaknya, Yan Guo, mereka bertiga selalu bermain bersama-sama di masa itu. Namun akhirnya, saat Ning Ning menginjak usia tujuh tahun, mereka pun terpaksa berpisah lantaran Ning Ning berhasil mendapatkan orangtua angkat yang ingin mengadopsinya.
Jadi orangtua yang di ceritakan di awal, adalah orangtua angkatnya. Oleh karena itu, Ning Ning sudah tidak lagi mempunyai siapa-siapa lagi sekarang.
"Mei Ning, ini aku, Yan Cheng. Apa kamu tidak mengingatku?" ucap Yan Cheng dengan tatapan penuh harap.
"Yan Cheng? S-siapa?" batin Ning Ning bingung.
"Aku Yan Cheng, Mei Ning. Kita bersahabat saat masih di panti asuhan dulu, apa kamu lupa?"
"Panti asuhan? Yan Cheng?" lirih Ning Ning dalam hatinya.
Ning Ning pun berpikir keras untuk berusaha mengingat momen-momen yang ia lewati saat masih berada di panti asuhan itu, sepuluh tahun yang lalu.
Hingga pada akhirnya, lamban laun, Ning Ning pun berhasil menemukan potongan-potongan memori yang melintas dalam ingatannya, tentang bagaimana ia melalui momen-momen indah dan menyenangkan bersama seorang anak laki-laki yang dua tahun lebih tua darinya, yang ternyata tak lain adalah Yan Cheng sendiri.
Degg
"K-kak Yan Cheng? Kak Yan Cheng, a-apa itu kamu? Sungguh?" ucap Ning Ning dengan mata yang mengembun.
Yan Cheng mengangguk lembut sembari tersenyum haru, dan membuka tangannya lebar-lebar mendekati gadis itu. Ning Ning pun akhirnya luluh dan masuk ke dalam pelukan Yan Cheng.
"Kak Yan Cheng... hiks... aku merindukanmu..." lirih Ning Ning dalam isak tangisnya.
"Syukurlah kamu baik-baik saja, syukurlah..." sahut Yan Cheng yang tiba-tiba menghangat, sembari mengusap kepala sang gadis untuk menenangkan tangisnya di dalam pelukan eratnya.
...----------------...
Malam harinya, Xiao Feng dan Yan Cheng sudah sampai terlebih dulu di meja makan. Soalnya, kini mereka hanya berdua saja di ruangan itu berhubung Ling Yi belum menunjukkan tanda-tanda kehadirannya.
Tatapan sengit untuk satu sama lain pun tak lagi dapat terelakkan, beriringan dengan posisi tangan yang sama-sama mereka silangkan di dada.
"Apa?" tanya Xiao Feng singkat, dengan nada sinis.
"Apa?" sahut Yan Cheng tak kalah sengit.
"Apa?"
"Kau yang apa?"
"Kau yang apa?!"
Begitulah awal mula perdebatan sengit mereka berdua yang terpaksa di hadapkan satu sama lain di dalam satu ruangan, yang kemudian terhenti karena kehadiran seseorang.
"Wahh wahh wahh... ternyata dua pemuda tampan ini sudah menunggu, ya?" celetuk Ling Chen ramah yang baru saja datang, sembari di papah oleh anak gadisnya, Ling Yi.
Seketika Xiao Feng dan Yan Cheng pun terpaksa kembali tersenyum ramah, menyembunyikan wajah sinis yang sebelumnya sempat mereka tunjukkan.
"Halo paman,"
"Halo paman,"
Xiao Feng pun melirik sinis ke arah Yan Cheng yang telah mengikuti kata-katanya. Sedangkan Yan Cheng hanya tersenyum palsu menatapnya, memasang wajah tak berdosa.
"Apa?" tanya Yan Cheng dengan santainya.
"Dasar!" batin Xiao Feng kesal.
"Apa kalian sudah menunggu lama? Maaf, ya," ucap Ling Yi sungkan.
"Ah tidak, kok. Tidak masalah, Ling Yi," sahut Xiao Feng yang kembali tersenyum paksa.
Ling Yi pun membalas senyumannya, lalu beralih menatap sang ayah, sembari membantu pria tua itu duduk di kursi.
"Hati-hati, ayah," ucapnya.
"Baik, baik. Terima kasih, ya," sahut Ling Chen pasrah, mengundang senyuman merekah dari wajah sang putri.
Setelah itu, barulah Ling Yi duduk, tepat di sebelah sang ayah.
Melihat ayah sang pujaan hati telah duduk tepat di hadapannya, Xiao Feng pun kemudian berinisiatif untuk membuka obrolan dengan memperkenalkan dirinya.
"Halo, paman. Maaf, sebelumnya aku belum sempat memperkenalkan diriku secara resmi padamu. Namaku, Xiao Feng, paman. Senang bertemu dengan anda,"
"Benar juga! Aku kan juga belum," batin Yan Cheng.
"N-namaku, Yan Cheng, paman. Senang bertemu dengan anda," sambung Yan Cheng, yang duduk tepat di sebelah Xiao Feng.
Lagi dan lagi, Xiao Feng pun melayangkan lirikan sinisnya pada pria di sebelahnya itu.
"Oh... iya, iya. Salam kenal, ya, nak Xiao Feng, nak Yan Cheng. Namaku Ling Chen, ayahnya Ling Yi. Senang bertemu dengan kalian juga," sahut Ling Chen sembari tertawa ramah pada dua pemuda itu. "Terima kasih, ya, telah membantuku menjaga Ling Yi,"
"S-sama-sama paman, itu bukan apa-apa kok. Tidak perlu sungkan begitu, hehe..." sahut Xiao Feng yang seketika tersenyum, tersipu malu, sembari menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Itu benar, paman. Tidak perlu merasa sungkan. Sudah tugas kami sebagai sahabat Ling Yi, untuk menjaga dan membantunya dengan apa yang kami bisa," sambung Yan Cheng tak kalah semangat.
Berulang kali, mood dan senyuman Xiao pun kembali rusak akibat ulah Yan Cheng, membuatnya kembali reflek melemparkan lirikan sinis pada pria itu. Yan Cheng pun akhirnya membalas lirikan itu dengan sama-sama sinis, benar-benar tak rela menerima yang namanya kekalahan.
"Dasar, pengganggu! Sebenarnya ngapain juga sih aku mau bawa dia kemari?" batin Xiao Feng dengan perasaan kesal yang memuncak, pada Yan Cheng, begitu pula pada dirinya sendiri.
Ling Yi yang mulai merasakan, dan menyadari adanya aura sengit di antara Xiao Feng dan Yan Cheng, akhirnya hanya bisa di buat gelang kepala dan diam-diam terkekeh geli melihat tingkah dua sahabat prianya itu yang selalu terlihat tak mau kalah dari satu sama lainnya.
Begitu pula Ling Chen yang sepertinya paham dengan situasi dua pemuda itu, yang akhirnya berusaha mencairkan suasana dengan mengajak mereka memulai makan malamnya.
"Yasudah, yasudah. Bagaimana kalau kita mulai saja sekarang? Kalian juga sudah menunggu lama, kan? Ayo, makanlah," ucap Ling Chen untuk melerai tatapan sengit di antara Xiao Feng dan Yan Cheng.
Dua pemuda itu pun sontak kembali menatap Ling Chen, dan melemparkan senyuman ramah di wajah mereka.
"Baik, paman," ucap mereka bersamaan.
"Baiklah! Selamat makan, semuanya..." celetuk Ling Yi bersemangat.
"Ayo, paman, nikmatilah hidangannya," ajak Xiao Feng dengan ramah.
"Selamat makan, paman," timpal Yan Cheng.
"Selamat makan, anak-anak..." sahut Ling Chen.
Tak berselang lama, mereka berempat pun melanjutkan acara makan malam bersama itu dengan suka cita.
Hidangan yang begitu menggiurkan mata, makanan dan minuman lezat, juga obrolan-obrolan seru, semuanya bersatu padu di meja makan tempat mereka berkumpul. Baik Ling Yi, Xiao Feng, Yan Cheng, dan juga Ling Chen, mereka semua terlihat begitu menikmati momen kala itu, dan saling melemparkan senyuman di wajah masing-masing.
Meski tatapan sengit dan sinis antara Xiao Feng, dan juga Yan Cheng, masih sering sesekali terulang, namun keduanya selalu bisa kembali tersenyum ramah jika menatap Ling Chen, pria yang sedang ingin mereka ambil hatinya.
Merasa tak mau kalah, sembari terus mengobrol, mereka berdua pun terus saja bersaing dan menunjukkan yang terbaik untuk Ling Chen, untuk bisa merebut hati pria tersebut.
Ling Chen pun terus tersenyum haru menatap keduanya, lalu menatap sang putri, yang tengah sibuk mengunyah makanannya dengan senyuman riang yang terukir sangat jelas di wajah cantiknya.
"Syukurlah... aku beruntung Ling Yi telah di kelilingi oleh pemuda-pemuda yang sangat mencintainya,"
🤗