Ketidaksengajaan serta pengorbanan dalam sebuah kecelakaan membuat Alena langsung meninggal dan malah mengantarkan nyawa gadis itu dengan bertransmigrasi ke dalam salah satu novel favoritnya. Alena hanya menjadi adik dari salah satu teman protagonis pria—figuran. Dia hanya seorang siswi sekolah biasa, tanpa keterlibatan novel, dan tanpa peran.
Tapi, plotnya hancur karena suatu alasan, hidupnya tidak semulus yang dia bayangkan. Dia membantu masalah semua tokoh, namun di tengah itu, hidupnya tidak aman, ada orang yang selalu ingin mencelakainya.
____
"Aku memang bukan siapa-siapa di sini, tapi bukan berarti aku akan membiarkan mereka menderita seperti alurnya."—Alena.
~•~
note:
- author 'I Am A Nobody' di wp dan di sini sama
- Tokoh utama cerita ini menye-menye, lebay, dan letoy. Jadi, ga disarankan dibaca oleh org yg suka karakter kuat dan ga disarankan untuk org dewasa 20+ membacanya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Febbfbrynt, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ibu Deva
"Sayang? Kamu dari mana?"
Pertanyaan heran seorang pria yang sedang duduk santai di sofa itu membuat wanita yang baru memasuki pintu langsung terperanjat kaget. Pria itu lantas berdiri dengan ekspresi mengernyit, karena istrinya pulang di saat hari sudah terlihat gelap.
Ekspresi wanita itu tegang dan panik, namun karena kemampuan aktingnya beberapa tahun ini, ia mampu mengendalikan dirinya sendiri. Dengan cepat ia menggunakan reaksi seolah-olah terkejut dan bingung.
"E-h? Mas? Kok tumben udah pulang?" Mengingat pertanyaan pertamanya, dengan cepat wanita itu menjawab. "Eum ... tadi, aku abis belanja, Mas. Tapi ... lupa waktu hehe, jadi aku pulangnya kesorean."
Pria itu tidak melihat ketidakwajaran dalam ekspresi istrinya yang ditampilkan sesaat. Ia hanya mengangguk santai. "Oh? Kamu bawa mobil sendiri ya?"
Walaupun berusaha tenang, wanita itu menjadi kembali gugup. Biasanya, ia jarang keluar. Kalau keluar pun dia selalu bersama sopir. Sekarang, dia membawa mobil sendiri karena akan menemui seseorang.
Tapi kenapa pria ini pulang lebih awal?! batinnya merutuk, tetapi senyuman di permukaan sama sekali tidak luntur.
"I-ya ... Mas. Aku pingin nyoba aja. Tapi ...." Dia berpura-pura ragu dan merasa bersalah.
Pria itu mengerutkan kening melihat senyumnya yang sedih. Ia bertanya dengan penuh perhatian. "Tapi?"
"Tapi ... tadi aku gak terlalu fokus nyetir, jadinya mobil yang aku bawa sedikit ke gores ... maaf ya, Mas ...."
"Gak apa-apa. Kita bisa beli yang baru," imbuh pria itu santai sambil tersenyum hangat.
"Kalo gitu ... mobilnya gak bakal dipake lagi, kan?"
Pria itu sedikit aneh dengan pertanyaan istrinya, tapi tetap menjawab. "Ya, enggak lah. Kita bisa beli yang baru. Mobil itu bisa disimpan dulu di garasi."
"Beneran?!" tanyanya tersenyum senang dan memastikan. Bukan pura-pura, namun kelegaan dari hatinya.
Pria itu mengangguk santai.
"Bener ya, Mas? Jangan di keluarin lagi. Soalnya ... takut ada apa-apa kalo mobil itu di pake lagi."
Ada apa dengan mobil itu? Walaupun ter-konfirmasi aneh dan mencurigakan dengan semua permintaan istrinya, tapi, pria itu tidak memikirkan lebih panjang dan tetap mengangguk menyangkal prasangka negatif di hatinya.
"Mas, kok tumben pulangnya sore?"
"Oh, Mas emang lagi santai aja, jadi pulangnya lebih awal."
Wanita itu mengangguk mengerti.
"Latasha mana? Kok gak ada di rumah?" tanya pria itu sembari melirik ke arah kamar Latasha.
"Katanya tadi dia main ke rumah Christa—temennya. Mungkin pulangnya malam ini."
"Kalo gitu, telepon dia dan jangan sampe pulang kemalaman."
"Iya, Mas. Nanti aku telepon," ucapnya patuh seraya tersenyum.
"Mas ke ruangan kerja dulu, ya."
Sang istri mengangguk sambil tersenyum manis. Setelah punggung suaminya menghilang, senyumannya luntur di gantikan dengan ekspresi kesal.
Namun, disisi lain ia juga lega. Untungnya, dia sudah berbicara agar mobil itu tidak akan pernah dikeluarkan lagi, karena ia yakin, pasti ada yang melihat plat mobilnya.
Dari awal memang dia berencana bertemu seseorang, namun rencananya tidak jadi saat melihat putri Alvarendra itu. Dia sengaja mengikuti mobilnya mencari kesempatan untuk melakukan niat jahat. Dan, kesempatan itu datang dengan berakhir kegagalan. Putrinya juga tidak bisa diandalkan, sama-sama selalu gagal jika ingin melakukan sesuatu kepada putri Alvarendra itu.
"Lihat aja, bakal datang badai setelah ketenangan kalian, Alvarendra," gumamnya geram dengan mata memerah dan tangan terkepal.
Sangat berbeda dengan penampilan beberapa detik yang lalu di depan suaminya.
Wanita itu tidak sadar, seseorang di belakangnya mendengar gumamannya dengan mata menyipit tajam.
***
Sudah tiga hari Deva di rawat di rumah sakit. Walaupun memang luka ringan, namun dokter tidak membolehkan mengizinkan pulang terlebih dahulu. Teman-temannya sudah berkunjung, mereka juga sudah mendengar semua ceritanya.
Alena tidak pernah absen untuk berkunjung setiap hari. Terkadang, waktu malam pun dia selalu datang ditemani Ravael. Ayah Deva pernah sekali datang menanyakan keadaannya. Namun, Deva tidak mengizinkannya masuk, jadi Alena hanya menjelaskan keadaanya. Sejak itu dia tidak berkunjung lagi.
Saat ini, Alena akan datang kembali ke rumah sakit bersama pak Adi. Ravael tidak menemaninya karena mempunyai kegiatan di sekolah.
Alena langsung menuju rumah sakit tanpa mengganti seragamnya, karena ia malas mendengar ocehan mamahnya jika datang ke rumah sakit tanpa Ravael.
Saat ia tiba, Alena mengernyit heran melihat seorang wanita yang tengah mengintip ruangan di mana bangsal Deva berada. Dia hanya berdiri tanpa masuk ke dalam.
Apa dia keluarganya? Alena bertanya-tanya. Ia segera mendekat.
"Permisi."
Wanita itu terlihat menegang, lalu dia berbalik badan dengan terkejut dan panik. Terlihatlah seorang wanita berusia sekitar kepala empat, dia berpakaian sederhana dan masih sangat cantik.
"Eum ... apa Tante gak masuk?"
Alena bertanya karena melihatnya hanya diam, matanya terlihat bergulir gelisah. Alena mengerutkan kening melihat reaksinya. Saat pikirannya mengingat dan menebak sesuatu, matanya membulat menatap kaget wanita itu.
Apa dia ibu Deva yang ilang? Kayaknya dia gak pingin ketahuan Deva kalo dia datang ke sini ya?
Alena tersenyum seraya bertanya. "Tante ... Ibu Deva, 'kan?"
Jelas wanita itu sangat terkejut, sehingga dia melangkah mundur semakin panik.
Setelah memastikan dari reaksinya, Alena tersenyum lebih lebar. Lalu dia sedikit mengintip ke dalam lewat jendela dan melihat Deva yang tengah tertidur. Setelah itu, dia menarik tangannya duduk di kursi kosong yang berada tak jauh dari sana.
Wanita paruh baya itu tersentak saat Alena menarik tangannya, namun dengan kaku ia mengikuti dengan bingung.
"Tante gak perlu khawatir kalo emang belum siap buat ketemu Deva. Aku bisa ngebantu Tante liat keadaannya tanpa Deva tahu, sampai Tante siap buat ketemu dia," imbuh Alena serius.
Melisa—ibu Deva, mengerjap menatap Alena di depannya dengan mata terbelalak, tertegun, heran, dan terkejut. Gadis di depannya seakan-akan tahu masalahnya. Apakah putranya menceritakannya?
Untuk memastikannya lagi, Melisa bertanya dengan ragu. "Apa ka-mu ... tahu sesuatu?"
Sebenarnya Melisa tidak pernah pergi jauh, dia tinggal di sebuah kontrakan yang terletak masih di daerah tidak jauh dari rumahnya, karena terkadang dia mengawasi Deva di mana saja untuk mengurangi kerinduannya.
Melisa tahu Deva di rumah sakit, karena dia mengikuti mantan suaminya dua hari yang lalu. Dia tidak menduga putranya akan mengalami kecelakaan sehingga hatinya sakit dan cemas. Dia ingin sekali melihatnya ke rumah sakit, namun situasi sebelumnya tidak memungkinkan. Melisa baru berkunjung hari ini untuk memastikan situasi tidak akan ada yang berkunjung. Sayangnya, dia ditemukan Alena.
Alena baru sadar akan ucapannya, ia merutuki dirinya sendiri. Aku seharusnya gak ngomong itu! Gimana kalau ibu Deva curiga yang enggak-enggak sama aku?!
Karena terlanjur, Alena melanjutkan dengan enggan. "Iya, aku tahu masalah antara Tante sama Deva. Tolong jangan tanya dari mana aku tahu. Yang pasti, bukan dari Deva sendiri, aku cuma pingin aja buat ngebantu."
Melisa tidak menyangka seseorang bisa tahu masalahnya dengan putranya. Namun, dia tidak mempunyai prasangka buruk apapun tentang gadis di depannya. Dia hanya melihat ketulusan saat dia mengatakan akan 'membantu'.
"Ngebantu? Biar apa?"
jangan lama2 up nya ya thor.😭